Bagian 3

234 74 5
                                    

Harum yang khas menguar di dalam ruangan. Wangi segar bunga menggugah jiwa, menyempurnakan hangat cahaya lampu keemasan yang menerpa badan.

Di luar, warna senja dijemput petang. Dari ketinggian, lampu kota mulai menawarkan aura malam yang menawan.

Elard duduk di sofa besar yang menghadap keluar, membuka kemejanya cukup gusar. Memutar leher untuk mengintip punggung kanannya yang agak perih, yang terasa kasar saat dirabai.

Seorang lelaki berjas memberikan lotion seukuran jari untuknya. "Ini, Pak."

Elard menerima dengan wajah dingin. Tangannya berusaha menggapai luka. Mengoleskan lotion beberapa kali.

"Perlu saya bantu?" tanya Ferdi menawarkan bantuan, setelah melihat atasannya sedikit kesulitan.

"Tidak," jawab Elard padat, "lanjutkan laporanmu."

Ferdi menumpuk telapak tangan di perut bawah. Membungkukkan badan sangat sopan. Sebagai abdi setia, ia selalu sigap tanpa pernah mengecewakan.

"Ibu anda sedang mendatangi rumah keluarga Wiratama."

Pandangan Elard terangkat. Jemarinya berhenti sejenak. "Itu saja?"

"Benar, Pak."

"Pulanglah, aku akan bermalam di sini," titah Elard seraya melempar lotion ke atas meja.

"Baik, Pak. Selamat malam."

Elard berjalan mendekat ke jendela. Lalu menoleh ke bahu kanannya. Merasakan beberapa baris luka bekas kuku Leta yang menancap cukup dalam di punggung.

Tak lama kemudian, ia putar badan. Mendekat ke ranjang besar bersejarah. Mengamatinya untuk sesaat, lalu memasukkan kedua tangan ke saku celana.

Elard duduk di tepi ranjang. Memejamkan mata, mencoba menghirup sisa-sisa harum tubuh Leta yang mungkin tertinggal.

Ranjang itu saksi mereka. Betapa malam berjalan sangat panjang baginya, entah bagi Leta. Ia masih ingat betul cara Leta mengutuknya, menyumpahi dengan mata menyipit penuh dendam.

"Seumur hidup, kamu nggak akan pernah bahagia!"

***

"Saya Riana, Mommy-nya Elard Nanggala."

Waktu Leta berhenti sejenak. Pandangannya lurus ke depan tak mengindahkan. Mengabaikan jabat tangan.

Sepenuhnya Riana memaklumi. Mustahil Leta tak mengerti alasan kedatangannya. Tapi seperti yang Elard bilang, ia hanya perlu melakukan yang seharusnya dilakukan. Merasa wajib turut andil mengambil bagian.

"Saya tidak punya urusan dengan anda, silakan keluar dari kamar saya," usir Leta datar.

Bibir Riana tersenyum kecut. Tapi lagi-lagi ia mengerti. Bagaimanapun dirinya datang sebagai ibu dari pelaku pelecehan seksual.

Lain halnya dengan Helmina yang justru gemas sendiri. Jika tak ditahan oleh Reta, ia mungkin sudah mendekat dan mendebat Leta berapi-api.

Riana mencoba lebih dekat dengan gadis yang digadang jadi menantunya. Berusaha melakukan pendekatan sebagai sesama perempuan.

"Apa anda tidak dengar?" Bola mata Leta membulat marah, telunjuknya bergetar menunjuk pintu. Nafas Leta menggebu. "Silakan keluar, jangan ganggu saya!"

"Atas nama Elard, saya minta maaf, Levita."

Mendengarnya suara lembut Riana saja Leta sakit hati. Ia membuang muka. Menyeka air mata. "Minta maaf tidak menghapus ingatan saya, jadi silakan pergi."

"Ini salah saya," pungkas Riana, "saya akan pastikan Elard bertanggungjawab."

"Tidak perlu. Saya tidak butuh," ketus Leta.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 3 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Aku Bagimu, Kamu Milikku 21+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang