Asal kalian tahu aja, Haruto beneran langsung ngibrit pas baca chat Jihan. Cowok itu lari ke arah parkiran motor dan menancapkan gas ke lokasi. Kalau dilihat dari waktu sampainya yang cuma lima menit, cowok itu bawa motor dengan kecepatan ekstrim. Sekitar 90km/jam.Memang cowok gila.
Dan di sinilah Haruto sekarang, mendapati Jihan yang masih duduk terpaku di salah warung deket gerbang komplek Haruto sambil nyelonjorin kakinya. Haruto dapat melihat dengan jelas bahwa betis dan tangan gadis itu luka-luka, untungnya sudah diobati. Kayaknya dibantu sama warga sekitar juga.
"Sorry, Han, telat." Haruto langsung nyamperin gadis itu.
Tatapannya khawatir, Haruto mau meluk, tapi takut. Temen macam apa yang main peluk-pelukan?
Ada, sih. Cuma kalo kayak gitu, Haruto jadi gak bisa nempatin diri sebagai temen.
"Gapapa, To, makasih banyak udah dateng. Maaf ngerepotin. Sebenernya gue...."
Belum sempet Jihan lanjutin kalimatnya, Haruto keburu motong.
"Motor lo mana?"
Jihan nunjuk sebuah motor honda stylo warna pink yang terparkir di samping warung.
"Lo tunggu sini dulu. Gue mau bawa bala bantuan."
"Eh to.." ujar Jihan.
"Gue.. sama gue. Tunggu dulu di sini ya? Gue mau ambil mobil dulu. Lo ga mungkin pulang dengan kondisi kayak gini naik motor kan, Han? Sebentar ya.. gue tuker motor lo ke rumah dulu sambil manggil Bang Yoshi buat ambil motor gue di sini."
Jihan mematung mendengar jawaban Haruto. "O-oke.. To."
Kurang dari sepuluh menit kemudian, sebuah fortuner hitam berhenti tepat di depan. Haruto turun bersama seorang pria yang Jihan yakini adalah Yoshi yang ia sebut-sebut tadi.
Pemuda keturunan Jepang itu menghampiri Jihan dan menuntunnya untuk masuk ke dalam mobil. Sementara pemuda satunya langsung duduk di jok motor milik Haruto.
"Nitip ya, Bang."
"Santai, To."
"Motor gue gimana To?" tanya Jihan, clueless.
"Di rumah gue. Gampang, bisa kapan aja diambil. Atau ntar gue anterin. Kita mau ke klinik dulu nggak, Han? Takut luka lo ada yang infeksi." cetus Haruto.
"Gak usah deh, To. Ini cuma luka ringan, tadi udah dibersihin sama alkohol dan diobatin juga."
"Langsung pulang aja berarti?"
Jihan termenung, nggak menjawab pertanyaan Haruto. Gadis itu malah meneguk salivanya sendiri sambil menatap Haruto dengan tatapan yang sulit di artikan.
"Gamau pulang juga ya?"
"Gue takut diomelin. Mau prepare mental dulu." jawab cewek itu.
"Yaudah kita kalan-jalan aja." Haruto memutuskan.
Dan di sinilah mereka sekarang, duduk termenung di atas rerumputan sambil liatin matahari yang sebentar lagi terbenam. Haruto tiba-tiba ngide ngajak Jihan ke Bukit yang nggak jauh dari kompleknya. Sekalian nyari ketenangan, katanya.
Mereka cuma diem selama kurang lebih 10 menit sejak sampai, nggak ada yang berani membuka pembicaraan. Jihan juga belum ngabarin siapapun kalau dia kecelakaan, nggak tahu kenapa pikirannya langsung implusif ngehubungin Haruto. Mungkin, karena cewek itu jatuh tepat di depan gerbang komplek Haruto.
"Han, serius gak apa-apa?" tanya Haruto, lagi. Matanya menatap nanar ke arah lutut jihan yang udah diperban.
"Gapapa, To." Jihan tersenyum, meyakinkan.
"Gue kira tadi lo udah balik, makanya gue ngehubungin lo. Taunya belum ya? Sori ya, To, jadi ngerepotin." lanjutnya.
"Alay lo ah, Han. Kayak sama siapa aja." Haruto terkekeh. "Kok bisa jatoh? Kenapa?"
"Ngelamun gue."
"Ngelamunin apaan jir? Hahaha. Tugas Pak Yege?"
"Gue nggak seambis itu ya anjir buat ngelamunin tugas di tengah jalan." sindirnya, Jihan memutar bola matanya malas. "Gue lagi banyak pikiran aja akhir-akhir ini."
"Why? Ada masalah?" tanya Haruto. "Gue nggak bermaksud kepo atau apa, cuma menawarkan aja kalo lo butuh temen cerita. Gue siap kok."
Jihan tertawa. "Bukan masalah yang gimana-gimana kok, To. Nanti deh kalo gue udah siap, gue cerita ke lo. Kalau lo gimana? Ga mau cerita progress pdkt sama Wonyoung?"
Haruto berdecak sebal. Wonyoung lagi Wonyong lagi. Haruto nih harus klarifikasi berapa kali kalau dia dan Wonyoung tuh nggak dalam fase hubungan apapun, bahkan PDKT juga nggak.
"Siapa dah yang pdkt?"
"Lah tadi lo nganter dia balik kan?"
Tadinya gitu Han, tapi karena lo chat gua, Wonyoungnya gue titipin ke Doyoung.
"Nggak, gue nemuin Doyoung. Tu anak minta tolong bantu cariin kado buat Yujin."
"Oh.." Jihan manggut-manggut. "Lo nggak niat cari pacar gitu, To? Lo beneran gak homo kan?"
"Anjir, lo kemakan hoax Doyoung, ya?!" sungut Haruto. "GUE NORMAL HAN, elah!"
"Ya abisan heran aja, cowok se-most wanted lo masa nggak ada cewek? Lagian, itu bukan sekedar hoax Doyoung tau! Banyak yang ngomongin." cetus Jihan.
"Hah iya kah? Kurang ajar. Masa gua harus macarin sembarangan cewek biar dikira normal? Kocak dah orang-orang."
Jihan lagi-lagi terkekeh geli mendengar penuturan Haruto. "Ya nggak gitu juga, To! Kalau belum nemu yang srek mah buat apa juga kan? Lagian, masih jauh perjalanan lo. Sekarang mah bisa jadi cinta monyet doang."
"Udah ada kok, Han." jawab Haruto.
"Hah? Udah ada apa?"
"Udah ada yang srek."
"Oh iya?" Jihan membulatkan matanya, gadis itu tampak sangat excited ketika mendengar penuturan Haruto. "Siapa?"
"Kalau gue kasih tau sekarang, nanti lo kaget, hehehe."
"Apa banget???? Tinggal kasih tau doang?"
"Ntar aja deh, di waktu yang pas. Kalau lo sendiri? Ada yang ditaksir?"
Jihan tampak berpikir sebentar sebelum membuka belah bibirnya kembali. "Gue lagi bingung sama perasaan gue sendiri. Tapi untuk sekarang, gue lebih milih ngejar kampus impian sih dibanding cowok."
"Kelassss!"
-
KAMU SEDANG MEMBACA
A BROKEN PROMISE
Fanfiction[ BOOK 2 ] Ada banyak hal yang Haruto langgar begitu dirinya menginjak bangku Sekolah Menengah Atas, mulai dari menindik telinganya, membawa kendaraan tanpa SIM, serta... melanggar perjanjian untuk tidak saling mencintai dengan sahabatnya. Haruto be...