Seharian ini Jihan uring-uringan, perasaannya campur aduk karena pernyataan Zoa tempo lalu menghantuinya. Gadis itu menatap bangku kosong di sebelahnya, Yuna sedang berada di aula—berlatih untuk perlombaan tari beberapa minggu lagi.
Kalau boleh jujur, Jihan sempat menaruh rasa pada Jeongwoo. Tapi itu dulu. Duluuu bangeeeet, bahkan Jihan aja nggak inget sebesar apa rasa sukanya pada sosok pemuda humoris satu itu. Sekadar naksir karena Jeongwoo selalu ada buat dia, sih, kayaknya. Dan seiring berjalannya waktu, perasaan itu perlahan pudar.
Jihan takut banget kalau perkataan Zoa tempo lalu benar, hubungannya akan renggang. Jihan... nggak bisa jauh dari Jeongwoo. Tapi, kemarin Jihan sempet mergokin Jeongwoo ngobrol sama Doyoung di pinggir lapangan, dan pembicaraan mereka berhasil bikin bahu Jihan merosot seketika.
"Han!"
Jihan sedikit tersentak saat oknum yang sedang ada di pikirannya dengan tiba-tiba duduk di sampingnya. Tangan kanan Jeongwoo memegang sebuah buku tulis lalu menaruhnya di atas meja. Cowok itu mulai menulis sesuatu di lembaran buku dengan tangan kirinya.
"Numpang di sini bentar ya, Beb." ujar Jeongwoo.
Jihan sih nggak ambil pusing, cewek itu manggut-manggut aja. Pun perihal panggilan 'Beb', Jeongwoo emang biasa nyeplos kayak gitu. Nggak cuma ke Jihan kok, ke anak kelas yang lain juga sering, kayak Yoon sama Seeun. Jadi yaa... Jihan juga nggak mikirin perihal itu lebih jauh.
Tapi kayaknya sekarang Jihan sedikit kepikiran deh. Apalagi... setelah secara nggak sengaja denger obrolan Doyoung sama Jeongwoo.
"Lo ngerjain apa, Woo?" tanya Jihan, kepalanya sedikit ia miringkan. Tentu saja mau liat apa yang di tulis Jeongwoo.
"Tugas ekonomi gua belum, Han." jawab Jeongwoo, masih fokus menulis. "Lo mah udah lah ya pasti, lo kan rajin."
Jihan memutar kedua bola matanya malas. "Tetep aja pinteran lo."
Jihan bener. Jeongwoo tuh tipe-tipe anak jenius yang nggak belajar pun bisa. Kalo kalian pernah ketemu orang yang tiap pelajaran kerjaannya haha-hihi dan tidur tapi tetap menyabet peringkat 1 paralel seangkatan, perlu dicatat bahwa Jeongwoo termasuk ke dalam tipe itu. Lihat aja sekarang, pemuda dengan kulit eksotis tersebut mengerjakan soal ekonomi dari Pak Yege dengan sangat mudah, padahal semalem Jihan ngerjainnya sampe sakit kepala.
"Oi, mau roti nggak?" seruan Doyoung yang baru saja datang langsung mengalihkan perhatian Jihan dan Jeongwoo.
Dua anak itu kompak mengangguk sambil menunggu Doyoung menghampiri mereka. Si Pemuda Kim mengambil kursi kosong di barisan sebelah dan menariknya ke sebelah Jeongwoo, kemudian menyerahkan satu kotak bekal kepada dua temannya.
"Itu dari Yujin." Doyoung memberi tahu.
"Kok lo kasih ke kita, Nyet?" Jeongwoo natap Doyoung bingung.
"Yujin bilang 'bagi-bagi sama temen kamu ya, Doyie'. Gua sebenernya ogah. Tapi gue kan amanah ye, jadi sok dah tu ambil." Doyoung menggeser kotak bekal tersebut.
Jihan tersenyum sumringah, sementara Jeongwoo buru-buru membuka kotak bekal itu dan mengambil satu potong roti.
"Emang ya biasanya temen kalo udah punya pacar jadi medit kayak babi, tapi pacarnya mah uuuu bageur pisan." cerocos Jeongwoo. "Yujin paling baik sedunia deh ini mah, salamin ya, Doy!"
Doyoung berdecih. "Gue masih inget dulu lo ngatain Yujin ondel-ondel ya."
Dibilang kayak gitu, Jeongwoo protes. "Dih bukan gua anying, si Tono itu mah!"
"Haruto pernah bilang gitu??" tanya Jihan polos.
Jeongwoo ngangguk. "Iya waktu Doyoung pingsan."
KAMU SEDANG MEMBACA
A BROKEN PROMISE
Fanfiction[ BOOK 2 ] Ada banyak hal yang Haruto langgar begitu dirinya menginjak bangku Sekolah Menengah Atas, mulai dari menindik telinganya, membawa kendaraan tanpa SIM, serta... melanggar perjanjian untuk tidak saling mencintai dengan sahabatnya. Haruto be...