1

597 93 6
                                    

Inggris, tahun 1993....

"Selamat pagi, Princess," Freen membukakan pintu mobil untuk putri majikannya yang diam-diam sudah menjadi kekasihnya lima bulan ini.

Dia bekerja sebagai sopir untuk gadis yang saat ini sedang menempuh semester akhir di Universitas Birmingham.

Namanya Rebecca, mengantar jemput kemana pun gadis itu pergi adalah tugasnya.

Dua tahun menjadi sopir pribadi sang putri majikan membuatnya menaruh hati kepadanya. Sikapnya yang ramah dan rendah hati, meski berasal dari keluarga kaya raya membuat Freen tidak bisa menampik pesona Rebecca Harver. Selain karena parasnya yang rupawan, gadis itu memiliki semua kriteria gadis idaman. Dia juga termasuk gadis yang cerdas dan cakap. Pembawaannya pun sangat menyenangkan. Dia akrab dengan seluruh pekerja di rumahnya tanpa membeda-bedakan status sosial.

Dan sangat beruntung ketika Freen mengungkapkan perasaannya, gadis itu menerimanya tanpa ragu. Rupanya Rebecca juga menaruh hati kepada sopirnya ini. Meski saat ini mereka masih menyembunyikan hubungannya dari sang ayah.

Rebecca belum tahu apakah ayahnya akan menerima hubungan ini atau tidak, jadi lebih baik mereka menyembunyikannya terlebih dahulu untuk sementara waktu.

"Terimakasih." Rebecca tersenyum lebar kemudian memasuki mobil di bagian depan. Dia ingin berdekatan dengan kekasihnya. Karena hanya saat-saat seperti ini mereka bisa bercengkerama dengan leluasa.

Rebecca kembali mengulas senyum ketika Freen sudah duduk di bagian kemudi.

"Aku sebenarnya sangat malas pergi kuliah hari ini," kata Rebecca memulai percakapan.

"Kenapa?" Freen bertanya tanpa melihat sang kekasih, dia sedang fokus menyiapkan mesin mobilnya agar mereka segera bisa berangkat.

"Aku ingin menghabiskan waktu bersamamu tapi aku memiliki kelas penting hari ini."

"Jika begitu tidak ada alasan untuk melewatkan kelasmu." Freen menoleh sekilas, memberikan senyum lembut yang selalu disukai Rebecca.
Tapi gadis itu mendesah kemudian memasang wajah cemberut yang mana malah terlihat lucu dan menggemaskan.

"Semangat Sayang. Kamu harus segera lulus lalu kita akan bicara dengan ayahmu. Aku tidak sabar untuk segera melamarmu."

Kalimat Freen sukses membuat wajah Rebecca berbinar penuh kebahagian. Semburat merah jambu terlihat di pipinya yang putih. Kalimat Freen membuatnya gemetar dalam rasa bahagia.

Mungkin terdengar sedikit berlebihan, tapi Freen adalah cinta pertama Rebecca sejak pria ini mulai bekerja sebagai sopir ayahnya lima tahun yang lalu.

Lalu ketika ayahnya sudah menaruh kepercayaan penuh kepada Freen, pria itu ditugaskan menjadi sopirnya menggantikan sopir lama yang sudah pensiun karena usia.

Rebecca begitu bahagia karena akhirnya dia bisa dekat dengan Freen dan ternyata cintanya tidak bertepuk sebelah tangan.
Freen memperlakukannya dengan baik, lalu ketika mereka sudah resmi menjadi kekasih, Pria itu menjadi semakin baik. Rebecca terus merasakan jatuh cinta setiap harinya.

Tidak peduli status sosial mereka. Freen adalah pria impiannya. Rebecca akan menerima apapun yang ada di diri Freen, namun dia tidak menemukan kecacatan. Semua terlihat sempurna di mata Rebecca. Freen tampan, baik, dan dewasa. Mungkin minusnya hanya strata sosial, tapi itu bukan masalah untuknya.

"Sudah sampai, Princess."

Rebecca tidak sadar bahwa mereka telah tiba di tujuan. Waktu seakan berjalan dengan kilat ketika kau menjalaninya bersama dengan orang terkasih. Mengobrol hal random meski itu tidak penting, tapi hatimu bahagia. Begitu pun yang dirasakan Rebecca ketika bersama dengan Freen.

"Terimakasih." Gadis itu tersenyum lebar ketika sang kekasih membukakan pintu untuknya.

"Aku akan menunggumu di tempat biasa. Hubungi aku jika kau butuh sesuatu."

Kecupan di kening Rebecca menandakan mereka harus segera menuju tujuan masing-masing.
Gadis cantik berkulit pucat itu melambaikan tangannya seraya berjalan menjauhi Freen.
***

Masa sekarang....

Freen berdiri di depan foto pernikahannya dengan Rebecca beberapa tahun silam. Paras rupawan itu menurun ke putri mereka. Ketika melihat Patricia, Freen seperti sedang menatap istrinya. Patricia mendapatkan mata bulat coklat madu dari sang ibu. Sementara dia menurunkan kulit Asia-nya yang putih cerah.

Setelah kepergihan sang istri dua puluh lima tahun yang lalu, Freen sudah tidak lagi ingin menikah dan lebih memilih merawat putrinya seorang diri.

Mungkin karena tidak memiliki sosok ibu di hidupnya, Patricia tumbuh menjadi sosok yang sedikit tomboy. Dia menyukai segala aktivitas yang berbau laki-laki, olahraga berat dan bela diri.

Meski begitu, Freen memastikan Patricia tidak akan pernah kekurangan kasih sayang. Freen selalu menyempatkan hadir disemua aktivitas sang putri dalam kegiatan sekolah maupun luar sekolah. Freen tidak pernah malu meski harus menjadi satu-satunya pria dalam kegiatan orang tua dan siswa ketika Patricia masih duduk di sekolah pertamanya.

Patricia sendiri juga tidak pernah meminta Freen untuk menikah lagi. Dia sudah merasa cukup hidup berdua dengan sang ayah. Dia tidak pernah merasa kekurangan kasih sayang kendati dia tidak pernah merasakan kehadiran sosok ibu.

Freen bisa menjadi sosok ayah sekaligus ibu dalam waktu yang bersamaan. Semakin dia dewasa, semakin Patricia kagum dengan sang ayah yang begitu mencintai istrinya. Dua lima tahun selama hidupnya, Patricia tidak pernah melihat sang ayah dekat dengan wanita manapun. Banyak yang mencoba mendekatinya namun tak ada satu pun yang menarik perhatiannya. Dia menjaga kesetiannya untuk sang istri.

Dulu ketika Patricia masih kecil, Freen selalu menceritakan sosok Rebecca sebelum tidur dan Patricia kecil akan selalu antusias mendengarkan.

"Tuan, mobil sudah siap?"

Freen memutar tubuh. Kehadiran salah satu bodyguardnya menghentikan lamunannya. Tanpa mengatakan apapun dia mengayunkan kaki menuju mobil. Dia harus keluar untuk menyelesaikan beberapa urusannya.
***





**Hi ketemu lagi ayang, gimana gimanaaaaaaaa. Ayo Komen, kalo gak nanti kucubit kelen**

Daddy's Little GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang