5

311 59 10
                                    

Masa sekarang...

"Happy anniversary ke dua enam, Sayang. Aku sangat merindukanmu. Tolong tunggu aku, sebentar lagi. Sebentar lagi." Freen mengusap cepat butir bening yang menetes dari pelupuk matanya yang sudah memerah.

Mengusap-ngusap nisan mewah nan cantik milik mendiang istrinya. Dadanya terasa sesak menatap foto yang begitu rupawan yang diletakkan di sana. Wajah itu tersenyum lebar seolah sosok itu nyata berada di hadapannya. Seandainya sosok itu benar-benar ada, Freen akan bersimpuh menyerahkan nyawanya sendiri, saat ini juga.

Memang benar penyesalan datangnya selalu belakangan tapi Freen tidak pernah menduga bahwa penyesalan akan mendatangkan siksaan yang hampir tidak sanggup dia tanggung.

Seandainya bukan karena rasa cinta yang dia miliki untuk sang istri, dia memilih untuk menyerah. Menyerah untuk tidak menghukum dirinya sendiri dengan menyiksa, memaksa dirinya menanggung rasa bersalah dan rindu seumur hidupnya.

Andai dia tidak memiliki Patricia, Freen lebih memilih menyusul sang istri. Patricia adalah alasan terakhir dia bertahan tetap hidup, pun demi keinginan sang istri untuk menjaga putri mereka dengan baik.

Freen bangkit dari posisinya, mengusap pelan matanya yang memerah. Dia memutar tubuhnya lalu menjauhi makam sang istri.

Di tempat mobilnya terparkir, seorang sopir membukakan pintu untuknya.

"Langsung ke kantor," perintahnya dengan nada datar.
***

     Patricia sedang mempelajari dokumen perusahaan ketika ayahnya datang.

"Ayah." Gadis itu berdiri menyambut sang ayah dengan pelukan singkat.

"Bagaimana perkembangannya?" Freen bertanya kepada Julian, sekertaris perusahaan yang dia tugasi untuk membimbing Patricia.

"Nona Pat, belajar dengan cepat, Tuan. Kurasa Nona Pat sudah bisa terjun ke lapangan." Julian menjelaskan dengan nada hormat.

Freen mengangguk bangga. Dia tahu putrinya akan belajar dengan cepat, putrinya adalah sosok yang cerdas.

"Ayah dari mana?" Pat mengambil alih pembicaraan.

"Dari makam."

Jawaban Freen membuat Patricia terdiam menatapnya. Bangga, terharu sekaligus kasihan melihat ayahnya. Meski wajah itu menampakkan senyum bahagia, Pat bisa melihat kesedihan mendalam di netra sang ayah. Mata jernih itu tidak pernah bersinar sejak pertama dia memahami arti sebuah tatapan.

"Julian, kau bisa keluar. Aku ingin bicara dengan Pat," ucap Freen kemudian.

Pria patuh baya itu menunduk hormat sebelum meninggalkan ruangan.

"Sungguh beruntung Ibu memiliki Ayah. Semoga dunia ini masih menyisakan satu pria yang seperti Ayah untukku." Ucap Pat.

Tubuh Freen menegang, raut wajahnya berubah drastis. Namun hanya sebentar. Sayang sekali dia terlalu pandai menutupi sehingga sang Putri tidak menyadari perubahan itu.
***

Inggris, tahun 1995...

Pernikahan Freen Thomas Allard dengan Rebecca Harver dilaksanakan dengan megah dan mewah. Tamu-tamunya berasal dari kalangan orang-orang penting dan berpengaruh.

Dalam hal ini David Harver yang menampakkan wajah bahagia dan puas. Meski sebenarnya Rebecca dan Freen lah yang benar-benar bahagia atas pernikahan ini.

Sejak pertemuan mereka dipesta tahun lalu, Freen dan Rebecca kembali sering bertemu. Terlebih David begitu gencar merencanakan pertemuan-pertemuan untuk keduanya sampai akhirnya pernikahan itu dilaksanakan.

Rebecca tidak menyerahkan diri begitu saja atau bermaksud jual mahal tapi Freen bisa meyakinkannya. Pemuda itu tidak menunjukkan tanda bahwa dia menyimpan sakit hati atas penghinaan ayahnya, yang mana ini adalah hal yang Rebecca pikirkan dan khawatirkan dalam waktu yang cukup lama.

Meski dia mengenal Freen bukanlah sosok pendendam, hanya saja sikap ayahnya telah menunjukkan betapa tidak bijaksananya orang tua tunggalnya ini. Dan jika boleh sedikit kasar, Rebecca sungguh ingin menyebut bahwa ayahnya adalah orang yang serakah dan mementingkan diri sendiri. Hal ini membuatnya meragu untuk menerima Freen, takut lelaki itu akan menganggap dirinya gadis yang memiliki sifat seperti ayahnya. Tapi pemikiran itu terbantahkan begitu saja. Freen memang tidak menyukai sifat David, pria itu dengan lugas mengatakan hal tersebut kepada Rebecca tapi bukan berarti hal tersebut menjadikannya alasan untuk berhenti mencintai sang gadis.

Alasan bahwa dia mencintai Rebecca adalah karena hati baik sang gadis. Freen telah bertemu banyak gadis namun peranggai Rebecca, sopan santunnya, cara gadis itu memperlakukan orang lain adalah poin plus yang tidak semua gadis kalangan atas memilikinya.

Freen jatuh hati dengan kebaikan Rebecca.

Jantung Rebecca berdebar berkali-kali lipat, berharap dia tidak tersandung oleh kakinya sendiri saat berjalan menuju Altar. Ketika dia menatap ke sana, dia nyaris seperti kehilangan udara, menatap calon suaminya berdiri tegap menunggunya dengan senyum yang saat ini terlihat dua kali lebih menawan.

Tangannya mencengkram kuat lengan sang ayah untuk menututupi kegugupannya. Degup jantungnya nyaris berhenti sesaat ketika akhirnya sang ayah menyerahkannya kepada pemuda bertuxedo putih itu.

Lalu sang pendeta memulai memimpin upacara pernikahan.

"Di hadapan Tuhan dan orang-orang yang kita cintai, aku Freen Thomas Allard mengambil engkau Rebecca Harver menjadi istriku. Aku berjanji untuk setia, tulus, dan saling mendukung dalam menjalani kehidupan bersama. Aku berjanji untuk mencintaimu sepanjang hayat, melalui suka dan duka, kelimpahan dan kekurangan. Aku akan menjadi pasangan hidupmu yang penuh kasih sayang," ucap Freen dengan suara yang tegas.

Kemudian Rebecca juga mengucapkan kalimat yang sama sebagai ikrar pernikahannya meskipun dengan suara yang sedikit terbata.

Air matanya pecah begitu pendeta menyatakan bahwa mereka telah sah sebagai suami istri. Dia tidak lagi peduli dengan riasannya. Dadanya penuh dengan euforia kebahagian yang tidak bisa dia jelaskan dengan kata-kata.

Freen membuka penutup di wajah Rebecca lalu mencium bibir pink itu dengan ciuman lembut penuh kasih sayang.

Air mata sang gadis keluar semakin deras saat Freen mencoba mengusapnya.

"Aku tidak akan menghentikanmu, aku tahu ini air mata bahagia," bisiknya ketika ibu jarinya mengusap pipi lembut itu.

"Tapi ini juga membuatku ingin menangis. Aku tidak bisa menjelaskan bahwa aku adalah pria paling bahagia di dunia ini," lanjutnya.
***




***Sayang2ku maaf ya telat bgt updatenya, aku pemalas banget akhir2 ini. Kelen sih gakmau kaish semangat.*"*
































Daddy's Little GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang