3

456 80 11
                                    

Inggris, tahun 1993...

Freen tidak pernah takut dengan apapun namun menghadap Tuan Harver untuk melamar putrinya adalah sebuah pengecualian. Meski begitu, tekadnya sudah sangat mantab. Meski dalam kegugupan yang coba dia sembunyikan, pria muda itu tidak memiliki keraguan apapun. Bersama sang kekasih, malam itu dia menemui Tuan Harver.

"Ayah, kami ingin bicara." Rebecca memulai percakapan ketika dua sejoli itu telah dipersilakan duduk.

"Apa yang ingin dibicarakan?" tanya ayah Rebecca. Ekpresi mukanya menunjukkan ketidaksukaan seolah sudah menebak apa yang akan dibicarakan dua anak muda itu.

"Sebelumnya saya mohon maaf untuk kelancangan ini, Tuan. Namun saya telah bertekad. Saya mencintai putri Anda. Kami saling mencintai jadi saya memohon untuk menjadikan putri Anda sebagai istri saya," ucap Freen dengan kalimat yang begitu lancar.

Kegugupannya tadi lenyap entah ke mana. Dia sampai tidak percaya mengapa dia begitu berani mengatakan kalimat tadi dengan begitu lancar.

"Apa katamu tadi? Mencintai putriku? Kau ingin menjadikannya istrimu?" ucap Tuan Harver. Pria tua itu tergelak dengan cukup keras.

Freen dan Rebecca saling memandang, mereka paham betul maksud dari reaksi Tuan Harver.

"Kemarilah anak muda. Berlutut di hadapanku," perintahnya setelah tawanya mereda.

"Ayah." Rebecca memprotes tidak setuju namun dicegah oleh Freen.
Pemuda itu mengisyaratkan agar sang kekasih diam saja. Dia bisa menghadapi ini. Rebecca tidak perlu khawatir.

Meski akhirnya menurut, Rebecca tetap gelisah melihat Freen berlutut di depan sang ayah.

"Kau pemuda yang bekerja sebagai sopir, lancang sekali ingin menjadikan Rebecca sebagai istri."

Tuan Harver meletakkan kakinya di kepala Freen lalu mendorong pemuda itu hingga terjengkang.

Melihat itu, Rebecca menjerit lalu mencoba membantu kekasihnya. Gadis itu menangis melihat perilaku kejam ayahnya.

"Ayah, kau keterlaluan," bentaknya dengan air mata yang berurai. Dia mendekap kepala Freen sembari mengusap-usapnya dengan lembut.

Seakan tidak peduli dengan ucapan sang putri, dia memerintahkan bodyguardnya untuk menyeret Freen pergi dari kediamannya.

"Kau dipecat," teriaknya.

"Ayah. Jangan lakukan itu, kumohon." Rebecca sama tidak berdayanya. Dia sendiri juga diseret untuk dibawa ke kamarnya sementara David Harver tidak peduli dengan jeritan sang putri.

David merasa sangat terhina dengan kelancangan sopirnya. Dia pikir dia punya apa sampai berani ingin melamar putrinya.
***

       Rebecca tidak pernah tidak bersyukur atas kehidupannya, kendati dia telah kehilangan sosok ibu sewaktu masih kecil. Dia tidak pernah merasakan patah hati atas kehidupannya. Namun kali ini, untuk yang pertama kalinya dia merasakan sakitnya patah hati. Sudah satu bulan dia berpisah dengan Freen, pun juga tidak mengetahui kabar kekasihnya itu. Dia dikurung ayahnya agar tidak menemui Freen.

Itu saja rasanya dia sudah ingin mengutuk Tuhan ditambah saat ini ayahnya memaksanya berdandan secantik mungkin untuk diperkenalkan dengan putra dari rekan bisnisnya.

"Tersenyumlah Rebecca, aku tidak suka melihat wajah murungmu," ucap David untuk yang kesekian kali.

Mereka sedang dalam perjalanan untuk memenuhi undangan acara pengangkatan pewaris tunggal pengusaha property dan retail nomor satu di Inggris.

Acara ini sangat penting untuk David, dia telah mengenal Moses Allard dan mengingat pebisnis itu memiliki putra yang telah matang, David berencana ingin menjodohkan Rebecca dengan putranya.

Daddy's Little GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang