4

365 71 8
                                    

Inggris, tahun 1995...

     David menghembuskan asap dari cerutu yang baru saja dia hirup ke udara, dia melakukan hal yang sama beberapa kali menyebabkan ruang kerjanya dipenuhi asap nikotin. Kaki tangannya yang bertugas melaporkan bisnisnya nyaris tersedak namun tak cukup berani untuk terbatuk di depan sang majikan. Terlebih dia baru saja melaporkan berita kurang baik terkait bisnis-bisnis milik David Harver.

Keuntungan beberapa bisnisnya terus menurun terutama dibidang expor impor karena sudah banyak pesaing yang menawarkan harga lebih rendah. Perusahaan David mulai ditinggalkan pelanggan.

"Perusahaan juga mengalami defisit modal sebesar 40%, Tuan. Dan jika kondisi ini terus berlanjut perusahaan bisa mengalami kebangkrutan." Sang kaki tangan melanjutkan.

"Kami sudah melobi beberapa perusahaan untuk menanamkan modal tapi mereka menolak."

David meremas cerutunya, mulai terbawa emosi.
"Ada lagi?" tanya David ketus.

"Moses Allard akan mengadakan pesta untuk mencarikan jodoh bagi putranya, Tuan."

"Mencari jodoh?" David menegakkan tubuhnya. Agaknya topik yang satu ini mengalihkanmya dari permasalahan pelik yang menimpa perusahaannya.

"Benar Tuan. Pesta itu akan diadakan bulan depan untuk umum dan semua kalangan."

"Cihh." David mendesis. Dia tidak percaya seorang Moses Allard melakukan hal seperti itu. Dan apa katanya tadi? Untuk semua kalangan, sungguh, Allard telah merusak peraturan tak tertulis tentang memilah-milah jodoh sesuai dengan strata sosial.

Tapi itu artinya Rebecca bisa memiliki peluang, terlebih putrinya dan putranya pernah saling mencintai. Peluang Rebecca jelas lebih banyak dibanding gadis-gadis lainnya.

Pria itu tiba-tiba tersenyum licik.
Allard Group adalah perusahaan terkuat nomor 2, dengan menikahkan Rebecca dengan Freen, perusahaannya bisa terselamatkan.
***

    Tidak ada yang Rebecca pikirkan di tengah hiruk pikuk pesta yang megah dan berkelas milik Freen Thomas Allard, selain bahwa dirinya dipaksa menjadi seperti sebuah dagangan oleh ayahnya sendiri. Betapa tidak berharganya dirinya di mata sang ayah selain sebagai alat.

Sejak subuh dia sudah dibangunkan untuk melakukan berbagai treatment kencantikan, dia didandani dengan riasan yang membuat wajahnya terlihat jauh lebih cantik. Tak ketinggalan gaun super mahal yang pas di tubuhnya menambahkan kesan anggun, sexy dan berkelas.

Rebecca menjadi sosok sempurna untuk malam ini namun wajahnya murung sepanjang acara.

Dia ingin pergi tapi ayahnya jelas tidak menyukai ide tersebut sebelum dia melakukan hal-hal yang benar, mendekati Freen atau lebih kasar bertingkah jalang untuk menarik perhatian Freen. Pemuda yang dulu pernah ayahnya hina. Ironis sekali bahwa sekarang ayahnya malah menghinakan darah dagingnya sendiri.

Tapi Rebecca tidak melakukan itu, dia malah menyendiri di pojok ruangan yang temaram dan sepi.

Dia sebenarnya marah dengan situasinya saat ini. Dia cemburu melihat Freen yang dikelilingi gadis-gadis cantik. Tapi dia tidak berdaya, pun dia juga masih marah dengan pria itu karena telah menyembunyikan identitas dirinya.

Belum ada kata putus untuk hubungan mereka, begitu ayahnya mengusir Freen, mereka belum pernah berbicara lagi. Rebecca tidak tahu apakah pria itu masih mencintainya karena satu tahun setelah perpisahan mereka, pria itu tidak pernah mencoba menghubunginya ataupun menemui dirinya.
Tapi bagí Rebecca, Freen masih menjadi satu-satunya pria yang dia cintai sampai detik ini.

Gadis itu menyesap sampanye untuk memecah kebosanannya. Meski dadanya bergemuruh oleh amarah karena melihat bagaimana gadis-gadis itu mencoba mendekati Freen, Rebecca menahan diri untuk tidak berlari ke sana lalu menjambak gadis-gadis itu. Dia tidak ingin membuat dirinya terlihat jauh lebih hina lagi.

Dia mencintai Freen tapi tidak akan melakukan apapun untuk mendapatkan cinta dari pria itu. Dia mau Freen yang datang sendiri jika memang pria itu masih memiliki perasaan yang sama. Rebecca bisa memastikan dia baik-baik saja dengan mencintai dalam diam. Meski efek sampanye sudah merasukinya, tapi Rebecca belum benar-benar kehilangan kendali atas dirinya sendiri.

"Becca."

Jantung gadis itu berdegup dengan keras. Suara itu, suara yang amat dia kenal sekaligus dia rindukan. Suara yang masih menciptakan sensasi yang sama terhadap tubuhnya ketika indra pendengarannya mendengar namanya disebut. Seketika tubuhnya menggigil oleh hawa dingin yang entah dari mana asalnya.

Gadis itu mendongakkan kepalanya. Sosok tinggi dan tampan itu menatapnya dengan tatapan lembut yang sama.

"Mengapa kau menyendiri?" tanyanya.

"Mengapa aku harus melakukan hal lain?" Rebecca tidak mengerti dari mana kalimat sarkas itu berasal. Namun pikirannya berkecamuk antara kesal dan ingin memeluk pria di hadapannya.

"Bagaimana kabarmu?"

"Tidak pernah sebaik sebelum aku memiliki kekasih pembohong," sahutnya cepat. Dia kaget dengan kalimatnya sendiri namun merasa lega secara bersamaan.

Rebecca bisa mendengar Freen menarik nafas berat lalu duduk di sisinya.

"Aku memiliki alasan," ucapnya.

"Alasan konyol apa dengan menyembunyikan identitasmu dari kekasihmu."

Demi Tuhan Rebecca benar-benar ingin mengutuk mulutnya namun entah kenapa kepercayaan dirinya seperti meningkat. Dia tidak lagi merasa rendah.

"Aku senang kau datang." Freen tersenyum manis.

"Aku terpaksa." Dia tergelak dengan muka masam. Kembali merasakan harga dirinya diinjak-injak.

"Kau tahu, ayahku menghinamu namun sekarang dia memaksaku untuk menarik perhatianmu."

Dia tersenyum masam kemudian meneguk minuman dalam gelasnya hingga tandas.
Menatap gelas kosongnya sejenak, gadis itu mulai memahami mungkin efek alkohol yang membuatnya menjadi berani dan sarkas.

"Ayahku yang membuat pesta konyol ini." Freen mengambil alih pembicaraan. Tidak ingin menanggapi kalimat terakhir Rebecca, takut gadis itu merasa menjadi lebih buruk. Freen memahami betul perang batin gadis di hadapannya.

"Aku tidak pernah menginginkan berada di posisi ini." Freen menoleh ke arah kerumunan para gadis.

"Terkenal, kaya. Begitu banyak gadis dan orang-orang mencoba mendekat dengan maksud dan tujuan."

"Seperti yang ayahku lakukan sekarang." Rebecca menimpali.

"Aku terpaksa menerima semua ini demi dirimu," sahut Freen.

Kalimat yang membuat Rebecca terdiam dan berhenti memperlihatkan ekpresi kerasnya.

"Apapun yang bisa membuatku pantas dimata Tuan Harver meski sebenarnya aku lebih suka menjadi sopir."

"Lalu mengapa tidak menemuiku. Satu tahun, Freen." Suara gadis itu teredam oleh isakan yang mendesak dari tenggorokan.

"Ada banyak alasan. Tapi aku tidak pernah ingin melepaskanmu. Aku masih terus memperjuangkanmu."
***




***Alooo sayangkuuuu. Maaf yaa telat banget update nya. Rada males ngetik soalnya upss..
Enjoy this part ya ges walopun cuma seuprit. Jangan lupa voment!!! Aku maksa. Titit!!!***

Masa sekarang...






























Daddy's Little GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang