1. Mutasi

238 16 0
                                    

Sebelum Pandemi

Koper coklat besar yang terbuka lebar, kini isinya pun berhamburan diatas ranjang berukuran sedang. Kamar kost dengan nuansa serba putih itu kini akan menjadi kamar Sofia Arlita.  Kamar kost yang dilengkapi dengan kamar mandi di dalam, dapur mini,  kasur berukuran sedang, meja belajar dan lemari pakaian.

Sofia Arlita, gadis cantik berusia 26 tahun, memiliki rambut hitam panjang dan kulit yang putih bersih terawat, akan berpisah dengan mami dan papinya untuk sementara. Ini pun pertama kalinya selama 26 tahun, Sofia harus ngekost jauh dari orangtuanya.

"Pokoknya ya, Sof, mami nggak mau tau. Kamu harus sering-sering kabarin mami. Pagi, siang, sore dan malam. Dimanapun kamu berada harus tetap kabarin mami. Minimal kirim chat." Intan yang merupakan maminya Sofia terus saja merasa khawatir, pasalnya ini kali pertama juga bagi Intan jauh dari putri semata wayangnya.

"Mami ini protektifnya ngalahin Bara deh," ujar Sofia sambil melipat pakaian yang akan dimasukkan ke dalam lemari yang masih kosong.

"Ya wajar dong! Kamu itu anak semata wayangnya mami papi. Biasanya kami ini lihat kamu pulang kerja, berangkat kerja, tidur,makan, cuci pakaian, masak kalau weekend. Sekarang? Mami sama papi aja berduaan di rumah." Intan agak cemberut tetapi air matanya mengalir dan buru-buru dihapusnya.

Sofia yang melihat itu pun langsung memeluk maminya. "Duh ... Mami ku cayang, jangan sedih ya ... Aku kan cuma sementara aja disini. Itung-itung aku belajar lebih mandiri. Mami tenang aja, anak Mami ini kan nggak manja." Tangan Sofia mengusap punggung maminya yang menangis.

Iqbal atau papinya Sofia yang sedang membantu melipat pakaian pun, diam-diam menghapus jejak air matanya sendiri. Sesekali menarik hidungnya supaya lendir di hidungnya tidak keluar.

Tok ... Tok ...

Semua orang menoleh saat suara ketukan pintu kamar kost milik Sofia ada yang mengetuk. Tidak lama kemudian ada suara orang memberi salam.

"Assalamualaikum ...."

"Wa'alaikumsalam," ucap keluarga Sofia bersamaan.

Sofia membuka pintunya dan melihat sepupunya sudah datang membawa makanan di tangannya.

"Yey, Kak Hasta bawa makanan, Mam," teriak Sofia kegirangan sembari mempersilakan sepupunya yang bernama Hasta itu masuk ke dalam.

Hasta Radian, pria berusia 35 tahun, sudah beristri dan beranak dua, memiliki paras yang bisa dikatakan dambaan banyak wanita, dengan tubuh tinggi dan postur yang atletis, rambut hitam, kulit putih. Hasta sendiri merupakan keponakan dari Intan, maminya Sofia.

Pria itu menyalami tangan Intan dan Iqbal bergantian. Lalu ikut duduk di lantai yang sudah dialasi karpet berbulu halus yang dibawa dari Jakarta.

"Kamu pulang kerja langsung kesini, Has?" Tanya Iqbal.

"Iya, Om. Ayah telepon sore tadi, bilang kalau Tante intan sama Om Iqbal ada di Bandung buat anterin Sofia. Makanya aku telepon Tante tadi sore kan. Oya, Om sama Tante nginep disini?" Hasta membuka makanannya yang dibawanya. Ada pizza dan pasta.

"Kak, dari sekian banyak makanan khas Jawa Barat, kenapa Elo bawanya makanan luar sih?" Sofia protes melihat makanan yang dibawa sepupunya tersebut.

"Ya, yang mudah gue jangkau cuma ini aja. Selebihnya gue harus antri dulu. Kebetulan gue abis meeting di luar, kebetulan depan gue tukang pizza ya gue pesen sekalian. Kalau Lo nggak mau, nggak usah dimakan. Awas Lo!" ancam Hasta yang langsung menggeser kotak berisi pizza menjauh dari adik sepupunya.

"Eeehh... Mau dong!" Sofia menahan tangan Hasta dan mengambil satu slice pizza.

Intan dan suaminya hanya menggelengkan kepala melihat anak dan keponakannya selalu ribut.

SIMPANAN SEPUPU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang