Chapter 32

631 60 4
                                    

Pagi itu, sinar matahari hangat mulai menembus jendela dapur, menciptakan suasana tenang di rumah Regas. Aku berdiri di samping mama Regas, membantu memotong daun bawang dan merapikan bahan-bahan untuk soto ayam yang sedang dimasak. Aroma kuah soto yang sedap menyeruak ke udara, membuatku semakin semangat memasak bersama. Regas masih terlelap di kamarnya.

"Enak banget aromanya, Ma," kataku sambil mencicipi sedikit kuah soto. Rasanya pas, gurih dengan rempah yang kaya.

Mama Regas tersenyum hangat, terlihat senang aku menikmati masakannya. "Enak to? Mas Regas pasti suka ini nanti pas bangun. Dulu waktu kecil dia itu doyan banget sama soto. Sebenarnya dia itu suka semuanya, gak picky seperti Adik Kila."

Aku ikut tersenyum, merasa makin akrab dengan suasana di sini. "Pasti dia bakal suka, Ma. Tidurnya nyenyak banget ya, tadi malem baru tidur jam berapa?"

"Mama juga ndak tahu sih, Dis. Kayanya semalem dia sempat keluar, sepertinya ada operasi CITO."

Aku mengangguk, meski agak bingung karena aku sendiri nggak tahu kalau semalam Regas sempat pergi lagi. Setelah kami pamit tidur di kamar masing-masing, aku kira dia langsung tidur. Tapi, ya sudah lah, mungkin dia nggak mau bikin aku khawatir.

"Dulu Mas Regas itu, ya Ampun Disa. Sampai tobat deh Mama lihatnya. Oh, kalau kamu lihat dia dulu, pasti kamu nggak percaya kalau sekarang dia bisa jadi dokter serius begini," jawab Mamanya Regas sambil memotong daun bawang. 

Aroma kuah soto yang sedap tercium di udara sementara aku sibuk mengaduk soto. "Masa sih, Ma? Emangnya kenapa? Susah rasanya ngebayangin Mas Regas dulu bandel karna dia kalem banget, Ma." 

Mama tertawa sambil mengendang masa kecil Regas. "Kalem sekarang, iya. Tapi dulu... ya Allah Gustiku, arek iku wes wes... buandel pol. Pernah itu dulu Mama nggak belikan mainan robot, dia kabur, sembunyi di warung deket rumah!" 

Aku hampir nggak bisa menahan tawa, membayangkan Regas kecil merajuk hanya gara-gara mainan. "Kabur ke warung tetangga? Serius, Ma?"

"Iya! Sembunyi di bawah meja warung. Ndak mau pulang sampe Mama janjikan beliin dia robot," lanjutnya sambil terkikik. "Yang punya warung sampe nelpon aku, bilang, 'Bu, Regas di sini, nggak mau pulang katanya kalau nggak dibelikan robot.' Kamu bayangin, dia makan semua jajanan warung sambil bilang, 'Nanti Mama yang bayar'. Ya Ampun, Mama sampe bingung lho, Disa."

Aku akhirnya tertawa lepas, membayangkan wajah cemberut Regas kecil yang sembunyi di bawah meja sambil memakan jajan. "Waduh, Mas Regas pinter negosiasi dari kecil, ya."

Mama tertawa lebih keras, suaranya penuh keceriaan. "Lek iku mengancam, Dis. Bukan negosiasi lagi namanya. Lucu kalau diingat-ingat, orang-orang sampai nggak nyangka Regas itu bisa dan mau jadi dokter kaya Papa dan Mas-nya." 

Suasana di dapur jadi makin akrab dan penuh tawa. Aku merasa nyaman, seperti berada di rumah sendiri.  Lalu mama Regas mendekatkan dirinya ke arahku, seakan mau menceritakan sesuatu yang rahasia. 

"Kamu tau nggak, dulu itu Regas pernah bilang cita-citanya pengen jadi astronot!" bisiknya.

Aku nyaris tersedak mendengar itu. "Astronot? Mas Regas? Serius, Ma?"

"Serius! Waktu itu dia sampe manjat ke atap rumah, katanya pengen lihat bulan lebih dekat. Biar bisa nyampe ke bulan lebih cepat!" Mama Regas tertawa geli, mengingat tingkah laku anaknya dulu. "Mama sampai takut dia jatuh, padahal cuma mau liat bulan."

Aku tertawa sampai perutku sakit, membayangkan Regas kecil dengan penuh semangat mau 'pergi ke bulan' dari atap rumah. "Ya ampun, Mas Regas... Aku bisa bayangin dia pake baju astronot terus siap-siap terbang dari atap!"

Neighbour From HellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang