Chapter 5

5.7K 561 26
                                    


Chapter 5:

"Apa? Pingsan?" Aku menarik nafas panjang, "Oke, Tante dengerin aku. Tante sekarang tenang dulu. Jangan panik. Tante sudah telpon ambulans belum?"

"Belum. Tante bingung, Tita muka nya pucet banget." Aku mendengar Tante Tisya mulai terisak lagi. Waktu membantu aku mebereskan apartment, Titania memang bercerita kalau ibunya memang sedang sendiri dirumah, ayahnya sedang keluar kota. Titania adalah anak satu-satunya mereka dan kalau Tante Tisya lagi panik, dia suka bingung harus ngapain.

"Yaudah, Tante sabar ya. Disa akan telpon ambulans, nanti kita ketemuan di Rumah...," Aku menggantung kalimatku. Aku ragu untuk mengatakan 'Rumah Sakit'. Setelah bertahun-tahun, aku tidak pernah menginjak Rumah Sakit. Aku sangat benci Rumah Sakit. Sangat benci.

"Di Rumah Sakit. Nanti Disa tunggu di rumah sakit. Tante tenang ya?" Aku melanjutkan kalimatku. Baiklah, Titania membuatku harus menginjak Rumah Sakit lagi. Ini kulakukan demi sepupuku tersayang.

"Tante takut Tita kenapa-napa."

"Iya. Sabar ya, Tante, Disa sekarang mau nelpon ambulans. Sudah dulu ya Tante, Disa tutup telponnya." Aku langsung memutuskan sambungan dan menghubungi ambulans.

Setelah aku menelpon ambulans, aku langsung menghampiri Keenan. "Nan, Sorry ya gue gak bisa nemenin lo sampe selesai disini. Gue mau ke RS. Tita masuk RS."

"Hah? Kok bisa dia masuk RS?" Keenan sangat terkejut.

Aku menggeleng, "Gak tau. Makanya sekarang gue mau ke RS. Soalnya nyokapnya Tita sendirian sedangkan bokapnya lagi keluar kota."

"Lo mau gue anterin ke RS?"

"Engga usah, Nan. Kalo lo nganterin gue, nanti takutnya pihak Kontraktor dateng. Masa lo gak ada disini? Biar gue naik taksi aja."

"Yaudah, hati-hati ya. Nanti kabarin kalo lo udah sampe RS," Keenan memelukku sekilas. "Tenang, Tita bakal baik-baik aja kok."

Aku mengangguk dan memberinya senyuman tipis. Entah bagaimana aku tiba-tiba merasa agak mendingan. "Thanks."

Setelah itu aku langsung berlari meninggalkan Keenan sendiri.

"DISAAAA!" tiba-tiba aku mendengar suara Keenan, aku menoleh ke arah Keenan.

Kedua tangan Keenan menangkup kedua pipiku. Pipiku jadi sangat panas. "Kenapa Nan?"

Keenan menghela nafasnya. Mana jaraknya dia deket banget sama aku lagi. Memang ya Keenan ini jago sekali membuatku baper tapi ini bukan waktu yang tepat.

"Lo mau ke RS pake Safety Helmet?" Tangan Keenan bergerak ke arah kepalaku dan ternyata dia melepaskan Safety Helmet dari kepalaku. Astaga! Aku terlalu panik jadi sampe lupa kalo aku masih pake Safety Helmet.

"Astaga, sorry sorry!" Aku berlari lagi, meninggalkan Keenan.

"JANGAN LARI-LARI ARDISA!"

***

Selama perjalanan ke RS, aku terus berdoa agar tidak terjadi apa-apa. "Pak, bisa tolong lebih cepet gak? Ini darurat."

Supir taksi itu menambah kecepatannya dan bertanya, "Mbak nya dokter di RS Wilya Chandra ya?"

Pertanyaan Supir taksi itu membuatku tercengang. Dokter dari mananya coba. "Bukan pak. Udah sih pak fokus nyetir aja. Saya lagi berdoa buat ponakan saya," sahutku.

"Yauda saya bantu doa juga deh, Mbak."

"Iya makasih, Pak."

10 menit kemudian aku tiba di RS Wilya Chandra. Sebenarnya aku agak menyesal kenapa aku memilih RS ini untuk Tita. Karena hanya RS ini saja yang paling dekat dari rumah Tita, jadi ya sudahlah. Ini demi Tita.

Neighbour From HellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang