Episode 5

333 44 25
                                    

Dain tiba di kelasnya, dilihatnya Asa sudah duduk bersama ketiga sahabat mereka. Namun, ada yang berbeda dengan gadis itu, ia tampak melamun di tengah obrolan bersama Ahyeon, Rami, dan Chiquita. Dain berjalan menuju bangkunya yang terletak tepat di belakang bangku Asa. Duduk di sana memperhatikan gadis yang masih melamun di hadapannya.

Asa tersadar dari lamunannya setelah Ahyeon menepuk bahu kanannya. Ia terkejut mendapati Dain yang menatapnya lekat, segera ia menghadapkan tubuhnya ke arah papan tulis. Dain masih terheran dengan sikap gadis Kim itu padanya. "Hari ini kita jadi belajar kelompok di rumah Asa, bukan?" Chiquita mengingatkan teman-temannya akan rencana mereka, tubuhnya juga menghadap ke arah papan tulis seperti Asa, namun sebelah lengannya ia letakkan di sandaran kursi, menoleh ke arah teman-temannya yang duduk di belakang bangkunya dan Asa.

"Jadi, langsung setelah pulang sekolah saja ya. Tidak perlu ganti pakaian." Rami menjawab dengan tangan yang masih sibuk memainkan game online di ponselnya. "Yess!" soraknya setelah memenangkan match di game online yang ia mainkan dengan tangan terkepal. Setelahnya, ia memasukkan ponselnya ke dalam saku jasnya, kembali fokus pada teman-temannya.

"Bagaimana jika setelah selesai ujian nanti kita bermain ke pantai? Hitung-hitung sebagai refreshing untuk melepas penat. Apa kalian mau?" usulan Rami menarik atensi keempat sahabatnya. "Ide bagus. Ahh, aku sudah bisa membayangkan angin laut yang menyegarkan itu." Chiquita menutup matanya sambil tersenyum sambil merentangkan tangan, seolah ia sedang berdiri di bibir pantai.

Berbeda dengan Rami dan Chiquita yang kini tengah asyik membahas topik tentang pantai, Dain, Asa, dan Ahyeon memilih diam. Disibukkan pemikiran masing-masing hingga bell istirahat berbunyi. Setelah guru pengampu mata pelajarannya menutup pelajaran, mereka segera keluar dari kelas dengan tujuan yang berbeda.

Beralih ke rooftop sekolah, seorang gadis tampak berjalan menuju pagar pembatas, menghampiri gadis lainnya yang tengah menatap kosong ke arah langit. Ia ikut menatap langit yang tidak begitu cerah, namun juga tidak kelam. Kedua tangannya terangkat memegang dinding pembatas.

"Apa kau tidak bisa melihatku?" ia mulai membuka suara, gadis di sampingnya masih tak bergeming. "Tidak ada gunanya kau menunggu Rora. Kau pun mengetahui perasaannya pada Asa seperti apa." Ia menolehkan kepalanya ke arah gadis yang masih membisu di sebelahnya. "Aku menyukaimu, Ahyeon-a. Lihatlah aku."

Ahyeon tampak cukup terkejut mendengarnya, ia menolehkan kepalanya ke kanan, menatap gadis di sebelahnya. Gadis yang baru saja menyatakan perasaannya ini bahkan tidak pernah menunjukkan sedikitpun perhatian padanya, ia hanya selalu bertingkah bodoh di hadapan mereka. Ia mencari kebohongan dalam mata kucing gadis di hadapannya itu. Nihil, tatapannya tidak memancarkan kebohongan ataupun candaan.

"Chiquita-ya, jangan bermain-main." Ia menatap gadis di sebelahnya dengar bulir bening yang telah menumpuk di pelupuk matanya, masih berusaha meyakinkan diri bahwa gadis di hadapannya ini sedang berbohong. "Jangan mempermainkanku. Kau tenang saja, aku memang akan menghilangkan perasaanku pada Rora." Ia kembali menatap ke langit, berusaha menggagalkan air matanya yang hampir lolos.

"Apa aku terdengar seperti sedang bercanda? Aku sangat serius, Ahyeon-a. Jika kau benar-benar akan melupakan Rora, kau busa menggunakanku sebagai pelampiasan. Berkencanlah denganku, Ahyeon-a." Chiquita menghadapkan tubuhnya pada Ahyeon, menggamit kedua tangan gadis itu untuk ia genggam.

"Maka aku akan menjadi orang yang jahat jika aku melakukan itu," bulir bening kini benar-benar lolos dari mata Ahyeon, "bukan cara yang benar untuk menyembuhkan hati dengan melukai orang lain." Ahyeon menundukkan kepalanya dalam. "Tidak masalah, Ahyeon-a. Aku yang memintanya sendiri, bukan?" Chiquita semakin mengeratkan genggamannya.

Benar, selama ini Ahyeon telah menyukai Dain, entah sejak kapan perasaannya mulai tumbuh untuk Dain. Namun, Dain selalu menempel pada Asa. Dain selalu cuek pada orang lain, hanya pada Asa sikapnya itu melunak dan dapat menampakkan senyumnya. Ia sadar, tidak ada celah baginya untuk masuk ke hati Dain melihat betapa besarnya perasaan yang ditunjukkan Dain pada Asa. Mungkin hanya Asa seorang yang tidak mengetahui itu karena terbiasa dan nyaman dengan sikap Dain mengingat mereka bersahabat sejak kecil.

Kutunggu Kau Putus - RorAsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang