Dain dan Asa hampir menyelesaikan makanan mereka saat seorang gadis tiba-tiba datang dan duduk di pangkuan Dain. "Rora sayang, kenapa tidak mengajakku saja makan bersama?" tangan kirinya membelai pipi kanan Dain, matanya menatap sinis ke arah Asa.
Asa tidak suka melihat gadis itu mendekati Dainnya, dia cemburu. Tunggu? Apa? Cemburu? Kenapa dia harus cemburu? Ah, benar. Dain kan sahabatnya, tidak ada yang boleh menempel pada Dain lebih daripada dirinya. Matanya sengit membalas tatapan gadis di pangkuan Dain.
Dain menghela napasnya kasar, "Bangun!" Dain berujar dengan nada dingin, tatapannya tajam menusuk ke arah gadis di pangkuannya yang tak lain adalah Gehlee. Dain dan Asa sudah tidak memiliki nafsu untuk menghabiskan makanan mereka yang tersisa beberapa suapan itu. "Kenapa kau lebih memilih bersama jalang ini daripada aku sih?"
Mendengar Gehlee yang mengatai Asa dengan sebutan jalang sambil menunjuknya membuat amarah yang sedari tadi Dain tahan jadi meluap. Auranya semakin dingin, tatapannya kini bukan hanya datar, namun sudah tampak menyeramkan. Tangan kanannya ia bawa ke arah belakang leher Gehlee, dicampakkannya tubuh gadis itu hingga kembali terhempas ke lantai seperti pagi tadi.
"Tutup mulut busukmu itu, aku benar-benar tidak tahan dengan baunya. Dan juga, jaga ucapanmu jika tidak ingin keluargamu kuhancurkan." Dain menatap remeh ke arah Gehlee, ia berdiri dari tempat duduknya, meraih tangan Asa Bersiap membawanya pergi. "Kenapa? Bukankah dia memang jalang? Sudah memiliki kekasih tapi masih selalu menempel padamu." Gehlee berucap sembari menatap Asa.
Ucapan Gehlee itu semakin memprovokasi Dain, "Ah, kau lebih memilih kehancuran keluargamu rupanya. Cepat juga kau memilih. Baiklah, dengan senang hati akan kulakukan." Dain menunjukkan smirk-nya dengan tatapan meremehkan ke arah Gehlee. "A-apa maksudmu? Rora-ya, a-aku tidak b-bermaksud. Ma-maafkan aku, kumohon. Jangan lakukan itu pada keluargaku."
Tangan gadis itu tertangkup, memohon kepada Dain yang tampak tidak peduli. Wajahnya terlihat seperti ia hendak menangis. Kenapa tidak sejak tadi saja dia ketakutan? Paling tidak berpikir dulu sebelum berucap. Asa sendiri sangat marah karena dia dikatai sebagai jalang. Namun melihat Gehlee yang seperti itu juga ia merasa kasihan. Pada akhirnya, ia tidak tahu harus melakukan apa, ia hanya diam menyaksikan Dain dan Gehlee.
Dain melanjutkan langkahnya tanpa perlu repot mempedulikan Gehlee. Ia menarik tangan Asa, meninggalkan Gehlee yang masih memohon-mohon agar Dain membatalkan niatnya pada keluarganya. Di koridor tak jauh dari kantin, di depan ruang kelas 2-4, Asa menghentikan langkahnya, membuat Dain juga ikut menghentikan langkahnya. Saat Dain membalikkan tubuhnya menghadap Asa, Asa perlahan mengikis jarak di antara mereka.
Ia memeluk tubuh Dain, memberikan ketenangan pada gadis yang lebih tinggi darinya itu. Asa memposisikan dagunya di bahu Dain, memejamkan matanya tanpa bicara. Dain menghela napasnya sejenak, meredam emosi yang tercipta karena Gehlee tadi. Ia lalu membalas pelukan Asa tak kalah erat, pelukan gadis berdarah Jepang itu selalu bisa memberikannya ketenangan.
Pelukan itu berlangsung selama beberapa saat, hingga deheman seseorang mengejutkan mereka. Tampak Rami sudah berdiri tak jauh dari mereka, Asa lebih dulu melepaskan pelukannya. Wajahnya merona merah, ia salah tingkah tertangkap berpelukan dengan Dain. Padahal mereka sudah sering seperti itu, namun entah kenapa kali ini dia sangat malu.
*****
Sore hari di rumah Asa, seperti yang telah direncanakan, mereka belajar kelompok untuk mempersiapkan ujian sekolah yang akan segera dilaksanakan. Suasana terasa canggung, Asa selalu menghindari pandangan Rami, malu karena terpergok berpelukan dengan Dain di koridor sekolah siang tadi. Rami hanya menunjukkan smirk menggoda Asa, ia belum menceritakannya pada Ahyeon dan Chiquita.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kutunggu Kau Putus - RorAsa
FanfictionRora dan Asa sudah bersahabat sejak sekolah dasar. Asa selalu menjadikan Rora sebagai tempat curhatnya, termasuk masalah asmara. Lama-kelamaan, Rora tidak bisa lagi menganggap Asa hanya sebagai sahabat. Perasaannya perlahan tumbuh untuk Asa. Lalu, b...