Terlihat seorang gadis berdiri di depan sebuah apartemen dengan wajah bersungut marah, melipat tangannya di dada. Ia berkali-kali memencet bell apartemen tersebut dengan sangat tidak sabar, menunggu penghuninya membukakan pintu untuknya. Saat pintu terbuka, ia dengan segera masuk tanpa permisi sambil menghentakkan kakinya kesal masih bersedekap.
Gadis pemilik apartemen tidak mempermasalahkannya, ia terbiasa dengan sikap gadis di hadapannya ini. Jika sudah seperti ini, pasti gadis itu sedang ingin curhat padanya. Gadis itu memang sering datang ke apartemennya untuk curhat masalah apapun yang menjadi bebannya, termasuk masalah asmara. Itu karena mereka sudah bersahabat sejak sekolah dasar dan sudah saling mempercayai satu sama lain.
"Aku kesal! Ruka Eonni lebih memilih untuk bermain futsal daripada mengajakku jalan! Padahal kita sudah tidak bertemu selama dua minggu karena katanya dia sibuk dengan tugas kuliahnya! Dasar tidak peka!" bibirnya mengerucut dengan pipi menggembung. Ia mengomel segera setelah duduk di sofa apartemen itu. Mengundang kekehan dari gadis pemilik apartemen.
"Kau ini kenapa? Datang-datang langsung mengomel." Gadis pemilik apartemen itu ikut duduk, kemudian mencubit gemas pipi chubby gadis di hadapannya sambil tersenyum. "Aku kesal! Kesal! Kesal! Dain-a, aku sebal pada Ruka Eonni, kenapa dia lebih memilih futsal daripada aku, kekasihnya? Sebenarnya kekasihnya itu aku atau futsal?" pipinya semakin menggembung, bibirnya semakin mengerucut, kini dahinya pun ikut dikernyitkan.
Ekspresinya itu mengundang rasa gemas Dain, jantungnya sudah tidak aman sekarang. Ingin rasanya ia mencium kedua pipi chubby yang digembungkan itu. Namun ia sadar, ia hanya sebatas sahabat dari gadis yang sedang curhat itu, dan gadis di hadapannya itu pun sudah memiliki kekasih. Ini bukan pertama kalinya gadis di hadapannya itu datang hanya untuk curhat tentang masalah asmaranya. Awalnya memang biasa saja, lama-kelamaan perasaannya mulai tumbuh untuk gadis itu.
"Bicarakanlah lagi baik-baik pada Ruka Eonni. Katakan bahwa kau merindukannya, agar dia juga bisa mengetahui perasaanmu, Asa-ya." raut wajah Asa tampak melunak, mencerna kembali ucapan sahabatnya itu. Jika dipikir-pikir, Asa memang belum pernah mengatakan pada Ruka bahwa ia merindukan kekasihnya itu. "Dain-a, terima kasih. Aku akan pulang sekarang kalau begitu." Asa memeluk tubuh Dain dengan senyum terpatri di wajah ayunya.
Saat Asa hendak berjalan keluar dari apartemennya, Dain segera menahan tangan Asa hingga sang empunya berbalik menatapnya seolah bertanya kenapa? "Biar kuantar pulang, aku tidak ingin kau berada dalam bahaya pulang sendirian. Tunggu di sini sebentar." Dain segera berlari menuju kamarnya, mengambil kunci mobil di nakas samping tempat tidurnya, kemudian kembali lagi ke hadapan Asa.
Memang sudah sangat sore saat Asa datang ke apartemen Dain tadi. Dain menggamit tangan Asa, menuntunnya memasuki elevator menuju basement, tempat mobilnya terparkir. Tidak memakan waktu lama untuk menemukan mobilnya karena itu dilengkapi dengan alarm. Tangannya masih menggamit tangan Asa, membawanya ke arah mobilnya.
Ia membawa Asa ke arah pintu penumpang di samping kemudi, membukakan pintu untuk Asa, meletakkan tangannya di langit-langit pintu agar kepala Asa tidak terbentur, kemudian menyusul masuk setelah memastikan Asa sudah duduk dengan nyaman di bangkunya. Sebelum menyalakan mesin mobilnya, Dain mendekatkan tubuhnya ke arah Asa, wajah keduanya hanya berjarak beberapa sentimeter.
Mata keduanya bertemu, menciptakan gejolak aneh di dada masing-masing. Dain sudah terbiasa dengan perasaan itu, namun tidak bagi Asa. Dain segera memutus kontak mata itu lebih dulu, tangannya terangkat meraih seat belt di samping Asa, memakaikannya pada tubuh gadis itu. Ia membenarkan duduknya di kursi kemudi, menetralkan sejenak detak jantungnya yang seakan ingin meledak, kemudian mulai menghidupkan dan mengemudikan mobilnya ke arah rumah Asa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kutunggu Kau Putus - RorAsa
FanfictionRora dan Asa sudah bersahabat sejak sekolah dasar. Asa selalu menjadikan Rora sebagai tempat curhatnya, termasuk masalah asmara. Lama-kelamaan, Rora tidak bisa lagi menganggap Asa hanya sebagai sahabat. Perasaannya perlahan tumbuh untuk Asa. Lalu, b...