16 September 2023
Malam itu, angin berdesir kencang, menggetarkan jendela kamar Anindya yang bersembunyi di lantai dua rumahnya. Di balik tirai yang berkibar pelan, Anin menunduk, matanya terpaku pada buku pelajaran yang terhampar di depannya. Kepalanya mulai terasa berat setelah berjam-jam terfokus pada deretan angka dan kata-kata yang entah bagaimana tampak semakin kabur. Dengan helaan napas panjang, ia menyandarkan punggungnya di kursi, meraih secangkir cokelat hangat yang telah disiapkannya sebelum belajar.
Uapnya masih mengepul tipis saat ia menyeruput perlahan, merasakan kehangatan manis yang menenangkan mengalir di tenggorokannya. Matanya melirik handphone yang tergeletak di sebelah buku, dan tanpa berpikir panjang, ia mengulurkan tangan untuk membuka layar. Notifikasi WhatsApp ramai berkedip, dan dengan satu sentuhan, grup kelasnya pun terbuka.
Ada pesan baru dari wali kelas yang mengumumkan keputusan penting.
Kelas 11-7
Bu Mela : anak-anak, ujian nanti tetap di kelas dan ga ada perubahan tempat seperti tahun lalu ya.
Anin membacanya dengan cepat, lalu sejenak terdiam. Ujian akhir akan tetap dilaksanakan di kelas, tanpa pemisahan tempat seperti sebelumnya. Sebuah senyuman kecil tersungging di sudut bibirnya. Pikiran nakal segera berkelebat di kepalanya—ujian di kelas berarti ada kesempatan untuk melirik jawaban teman sekelasnya, atau bahkan meminta contekan saat situasi memanas.
Ia tertawa kecil, merasa sedikit lebih lega. Setidaknya, dengan teman-temannya di dekatnya, segalanya akan terasa lebih mudah. Sambil menyesap sisa cokelat dalam cangkir, Anin kembali terhanyut dalam angin malam yang semakin kencang, membawa serta rasa tenang bahwa besok, segalanya akan baik-baik saja.
Angin masih berhembus kencang di luar, membuat dedaunan di luar jendela kamar Anindya bergemerisik, seolah ikut berbisik dalam keheningan malam itu. Setelah membaca pengumuman ujian di grup kelas, ia merasa sedikit lebih lega.Kelas 11-7
Bu Mela : pasangan sebangku nya nanti di pilih pihak sekolah yaa
Anin menggigit bibirnya, menatap layar ponselnya dengan hati yang sedikit berdebar. "Semoga dapet temen duduk yang pinter terus baik deh," gumamnya pelan, setengah berdoa. Jari-jarinya bergerak gugup, menyegarkan halaman grup. Detik demi detik berlalu, hingga akhirnya daftar tempat duduk yang ditunggu muncul.
Matanya menyusuri deretan nama-nama, mencari namanya sendiri. Dan di sanalah ia melihatnya—Anindya akan duduk bersama... Hanan.
Jantungnya seolah berhenti sejenak. Hanan. Anak lelaki itu dikenal dengan sikapnya yang terlihat kasar, dengan sorot mata tajam yang selalu membuat Anin sedikit bergidik setiap kali mereka berpapasan di koridor. Cara bicaranya tegas, hampir seperti mengintimidasi, dan tubuhnya tinggi, membuatnya tampak semakin menakutkan di mata Anin. Ia menelan ludah. Ini bukan teman duduk yang ia harapkan.
Tiba-tiba, ponselnya bergetar. Sebuah notifikasi pesan masuk. Dengan cepat Anin membukanya, ternyata pesan itu dari sahabat dekatnya, Shabeyla.Shabey
• aku tebak, kamu pasti
duduk sama hanan kan?iya, serem banget beyy
• tenang aja nin
• mungkin aja dia ga
seburuk yang kamu pikir
• siapa tau dia malah
bakal bantuin kamu pas
lagi butuh jawaban
• xixixixiAnin tersenyum kecut, meskipun tetap merasa canggung. Malam semakin larut, angin di luar berhembus makin keras, tapi di dalam hatinya, harapan kecil mulai tumbuh—mungkin, hanya mungkin, Hanan tidak akan seburuk bayangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
If Ever You're In My Arms Again [Aistumn]
Romance[au tiktok version, coming soon] Saat ujian semester tiba, Anin terpaksa duduk dengan Hanan, cowok yang sering sekali bicara. Awalnya, suasana terasa canggung dan kaku di antara mereka. Anin, yang biasanya duduk dengan sahabatnya, kini harus menyesu...