13 Desember 2023
Pentas seni tahun ini membawa suasana yang berbeda sejak pagi buta. Suara-suara gaduh sudah memenuhi halaman sekolah—grusak-grusuk panitia yang sibuk mengatur tempat duduk, menggeser panggung, dan memastikan semua dekorasi berada di tempat yang seharusnya. Tawa para siswa berbaur dengan semangat hari itu, membuat suasana pagi terasa lebih hidup. Matahari yang baru saja muncul di balik horizon mulai memancarkan kehangatan, menandai dimulainya hari yang panjang dan penuh kegembiraan. Di sudut-sudut lapangan, sudah ada kerumunan kecil yang berkumpul. Mereka tertawa, berbincang dengan penuh semangat, dan berkeliling ke tenda-tenda yang menjajakan berbagai makanan.
Aku berdiri di sudut, mengamati keramaian dari pos tugasku—pos sampah nomor tiga. Lokasinya memang strategis, berada di bawah naungan pohon yang memberikan keteduhan alami. Namun, tak ada yang bisa menyelamatkanku dari kebosanan yang menyelimuti. Tugasku dan teman-teman dari organisasi hari itu adalah memilah sampah, memastikan semua acara berjalan lancar tanpa kekacauan di belakang layar. Aku berdiri di sana, tanganku sibuk bekerja, tapi pikiranku melayang ke tempat lain.
Di tengah hiruk-pikuk pentas seni yang semakin ramai, ada satu sosok yang tak bisa kulepaskan dari pandanganku—Naomi, pacarku. Selalu ada sesuatu tentang Naomi yang membuatnya begitu berbeda. Setiap kali dia tertawa, suaranya begitu manis, menggema di antara kerumunan yang ramai. Cara dia bergerak, cara dia berbicara—semuanya tampak begitu alami dan memikat. Di tengah lautan manusia yang memenuhi lapangan, dialah satu-satunya yang bisa membuatku lupa akan kebosanan pos sampah ini. Senyumnya selalu berhasil membuat hari-hariku lebih berwarna. Hari itu, meski sibuk dengan tugasnya, dia tak henti-hentinya mencuri pandang ke arahku, seolah mengerti bahwa aku tengah memperhatikannya.
Chaehyun Kep1er As Naomi Isabelle
(Naomi)Kami ditempatkan di pos yang sama, sebuah kebetulan manis yang kurasakan seperti hadiah tak terduga. Meskipun kami baru berpacaran, setiap momen bersama Naomi selalu terasa istimewa. Ada rasa nyaman yang tak bisa dijelaskan ketika berada di dekatnya. Mungkin karena dia selalu tahu bagaimana membuat segalanya terasa lebih ringan. Saat dia tersenyum, aku merasa dunia menjadi lebih sederhana—seolah semua masalah bisa diselesaikan dengan satu tawa kecil darinya.
"Ga ada yang bisa menarik perhatian ku selain naomi," gumamku dalam hati, sambil tetap berusaha fokus pada pekerjaanku. Aku tak pernah mengatakannya secara langsung, tapi jauh di lubuk hati, Naomi selalu menjadi pusat duniaku.
Sementara aku sibuk melamun tentang Naomi, di sisi lain lapangan, aku melihat Anin dan teman-temannya. Anin adalah teman sekelasku, meski kami jarang berinteraksi. Dia selalu tampak tenggelam dalam layar ponselnya, sibuk dengan kehidupan maya yang menurutku tak kalah menarik daripada apa yang terjadi di dunia nyata. Di pentas seni hari itu, dia mondar-mandir dari satu stand makanan ke stand lainnya, matanya berbinar-binar melihat aneka makanan yang dipajang. Harganya memang cukup mahal untuk ukuran kantong siswa, tapi sepertinya itu tak menghentikan langkah Anin. Dia tampak antusias, seperti anak kecil yang baru pertama kali melihat permen.
Aku tersenyum kecil, memerhatikan tingkah lakunya. Ada sesuatu yang lucu tentang bagaimana dia begitu bersemangat hanya untuk makanan. "Anin ini pasti orang yang suka makan," pikirku. Meski begitu, ada sesuatu dalam diri Anin yang selalu membuatku penasaran. Di balik sikapnya yang tampak cuek dan santai, aku merasa ada kedalaman yang belum pernah terlihat oleh siapa pun. Seolah ada sisi lain dari Anin yang jarang dia tunjukkan. Entah kenapa, aku punya firasat bahwa Anin adalah tipe orang yang bisa dipercaya. Mungkin, jika kami berteman lebih dekat, aku bisa menemukan sisi dirinya yang lebih personal.
Di pos sampah, aku tetap melanjutkan tugasku sambil sesekali melirik ke arah Naomi. Waktu terasa berjalan lambat ketika aku tak bisa ikut menikmati pentas seni seperti yang lain. Tapi setiap kali Naomi lewat atau tersenyum padaku, rasa bosan itu seakan sirna. Di tengah kesibukan memilah sampah, Naomi tetap menjadi fokus utamaku, meski aku berusaha keras untuk tidak terlihat terlalu terpaku.
♡⑅ ࣪ ࣭ 🍮 ⑅ 𓂅
Hari semakin siang, dan matahari kian tinggi di langit. Suasana pentas seni semakin ramai, dengan lebih banyak orang yang berkumpul di sekitar panggung utama. Tepuk tangan bergema ketika satu penampilan selesai dan penampilan lain dimulai. Musik dari panggung terdengar semakin keras, menciptakan suasana yang meriah di sekitarnya. Meski begitu, aku tetap merasa seperti penonton di luar lingkaran, terasing dari keramaian yang berlangsung.
Namun, ada satu momen di mana semuanya seakan berubah. Saat Naomi datang menghampiriku di pos, membawa sebotol air dingin yang baru saja dibelinya dari salah satu stand. Dia menyodorkannya padaku dengan senyum yang begitu manis, senyum yang selalu berhasil membuat jantungku berdetak lebih cepat.
"Cape, ya?" tanyanya lembut.
Aku hanya mengangguk, sedikit tersipu. Meski kami baru beberapa hari bersama, ada saat-saat di mana aku masih merasa gugup di dekatnya. Dia duduk di sebelahku, meski hanya untuk beberapa saat, dan itu cukup untuk membuatku merasa jauh lebih baik.
"Makasih," jawabku akhirnya, setelah beberapa detik terdiam.
Naomi tersenyum dan menepuk pundakku. "Sama-sama. Semangat, ya! Nanti kalo udah selesai, kita bisa jalan-jalan bentar."
Kalimat sederhana itu cukup untuk mengubah suasana hatiku sepenuhnya. Tiba-tiba, tugas di pos sampah ini tak lagi terasa memberatkan. Hanya dengan beberapa kata dan senyuman, Naomi berhasil membuat hari yang tampak biasa menjadi istimewa.
Di kejauhan, aku melihat Anin lagi. Kali ini, dia tak sendirian. Teman-temannya masih sibuk dengan ponsel mereka, tapi Anin terlihat sedang tertawa lepas setelah menghabiskan makanan yang baru saja dibelinya. Dia tampak lebih santai dan menikmati hari itu, tak lagi terkurung dalam layar ponsel yang biasanya selalu menyita perhatiannya. Mungkin benar, aku harus mengenalnya lebih baik. Ada sesuatu tentang Anin yang membuatku merasa kami bisa menjadi teman baik.
Waktu berlalu, dan matahari mulai condong ke barat, memberikan sinar keemasan yang menerpa lapangan sekolah. Suasana pentas seni semakin meriah dengan banyaknya pengunjung yang berkumpul untuk menonton pertunjukan puncak. Lampu-lampu mulai dinyalakan, menciptakan suasana yang lebih dramatis di sekitar panggung utama. Tepuk tangan semakin meriah, menandakan bahwa acara hari itu sudah mencapai puncaknya.
Aku duduk di posku, sesekali melirik Naomi yang kini sibuk membantu panitia lain. Meski aku tak bisa selalu bersamanya di tengah kesibukan ini, hanya dengan melihatnya saja sudah cukup bagiku. Di saat-saat seperti ini, aku sadar betapa berharganya setiap momen yang kami lalui bersama. Naomi adalah seseorang yang selalu bisa membuatku merasa lebih baik, bahkan di tengah hari yang melelahkan.
Hari semakin larut, tapi di hatiku, rasa syukur semakin tumbuh. Meski hanya menjaga pos sampah, aku belajar bahwa kebahagiaan bisa datang dari hal-hal kecil. Aku mungkin tak sepenuhnya menikmati pentas seni seperti yang lain, tapi keberadaan Naomi di sisiku sudah cukup untuk membuat hari itu istimewa. Sementara itu, Anin, dengan caranya sendiri, mengajarkanku bahwa terkadang, orang-orang yang terlihat sederhana menyimpan sesuatu yang lebih dalam. Siapa tahu, di masa depan, mungkin kami bisa berteman baik.
Dan begitu saja, pentas seni hari itu menjadi momen yang tak akan pernah kulupakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
If Ever You're In My Arms Again [Aistumn]
Romance[au tiktok version, coming soon] Saat ujian semester tiba, Anin terpaksa duduk dengan Hanan, cowok yang sering sekali bicara. Awalnya, suasana terasa canggung dan kaku di antara mereka. Anin, yang biasanya duduk dengan sahabatnya, kini harus menyesu...