O3 : Pentas Seni [Anindya]

17 13 14
                                    

13 Desember 2023

Pentas seni tahun ini disambut dengan gegap gempita. Sejak pagi, sekolah sudah dipenuhi dekorasi warna-warni, menghiasi setiap sudut. Tenda-tenda dengan balon mengapung di udara, dan poster-poster acara ditempel di setiap dinding. Suara tawa dan kegembiraan menggema di antara lorong-lorong kelas, menyatu dengan irama musik yang mulai diputar dari panggung utama. Hari ini, sekolah terasa hidup dengan energi yang jarang ada di hari-hari biasa. Para siswa terlihat sibuk mempersiapkan diri; ada yang mengenakan kostum tari tradisional, ada pula yang bersiap-siap tampil fashion show, dan sisanya, termasuk aku, lebih memilih menikmati acara sebagai penonton.

Namun, meski suasana sekitar penuh antusiasme, aku merasa sedikit terasing dari keramaian. Bukannya ikut menonton pertunjukan di panggung, aku lebih memilih duduk di pojok halaman sekolah, ditemani Reluna, temanku. Kami berdua tengah tenggelam dalam dunia lain yang terasa jauh lebih menarik daripada apa yang terjadi di sekeliling kami—drama Korea mafia yang baru kami mulai tonton beberapa hari lalu. Ceritanya penuh intrik, pengkhianatan, dan kematian tak terduga, membuat kami tak bisa berhenti membicarakannya.

 Ceritanya penuh intrik, pengkhianatan, dan kematian tak terduga, membuat kami tak bisa berhenti membicarakannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Natty KIOF As Reluna Aurelia
(Reluna/Luna)

"Aku ga nyangka, plis! Baru episode tiga, udah banyak yang mati. Parah banget!" keluh Reluna, sambil menggigit roti bakarnya dengan ekspresi frustrasi.

Aku terkikik, merasa sependapat. "Iya, plot twist-nya ga terduga banget. Karakter yang itu keren, tapi malah mati cepat."

Mata kami masih terpaku pada layar ponsel, meski di sekitar kami, sorak-sorai penonton semakin riuh seiring dimulainya pertunjukan baru di panggung utama. Seharusnya kami ikut menonton tarian yang sedang berlangsung, tapi kisah drama di layar ponsel terlalu mengikat perhatian kami.

Di sela-sela menonton, perut kami mulai keroncongan. Meski asyik dengan dunia maya, kami tetap tergoda oleh aroma makanan dari berbagai stand di halaman sekolah. Stand-stand itu dikelola oleh OSIS dan berbagai ekskul sekolah. Ada pop mie, es krim, sosis bakar, hingga minuman segar yang beraneka ragam. Kami pun beranjak dari tempat duduk dan mulai berkeliling.

"Ke stand es krim dulu, yuk," ajak Reluna, matanya berbinar-binar melihat salah satu stand favoritnya.

Kami berjalan dari satu stand ke stand lainnya, membeli berbagai makanan ringan. Aku membeli segelas es teh sementara Reluna memilih es krim. Setelah puas berkeliling, kami kembali ke pojok favorit kami di depan kelas, lagi-lagi ditemani ponsel yang terus menayangkan drama Korea itu.

Namun, meski sibuk menonton dan menikmati makanan, pikiranku sesekali melayang ke panggung utama. Ada tarian tradisional yang ditampilkan dengan begitu apik, diikuti oleh musik yang menghentak. Fashion show yang diadakan pun terlihat memukau. Meski aku senang melihat semua itu dari jauh, ada sedikit rasa kecewa yang mengganjal di hatiku. Tahun ini, hanya kakak-kakak kelas 12 yang diperbolehkan tampil menari di pentas seni. Aku merasa kehilangan kesempatan untuk ikut merasakan euforia tampil di depan semua orang. Tarian adalah sesuatu yang aku gemari sejak lama, dan tahun lalu, aku sempat tampil bersama teman-temanku. Namun tahun ini, aku hanya bisa menonton dari kejauhan.

If Ever You're In My Arms Again [Aistumn]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang