Unicorn

6 4 0
                                    

Unicorn 01 - Unicorn

Mau kuceritakan bahwa kematian bukan akhir segalanya? Ini hanya sebuah pengalaman pribadi masa kecilku. Percaya atau tidak, itu urusan kalian. Namun, jika kalian tertarik, aku akan bercerita.

Namaku Bria. Aku lahir di bulan Februari dan kini tinggal di rumah warisan orang tua. Di usia 8 tahun aku sudah hidup sendirian. Tidak sepenuhnya sendirian, sebenarnya. Ada mbak Rasmi dan bang Ipul, pasangan suami istri yang mengasihiku lebih karena upah daripada kasih sayang naluriah, menemani hidupku. Mereka adalah hantu-hantu dalam bentuk manusia, pembantu yang tidak ingin memiliki anak dan tidak bisa menyembunyikan kebencian mereka terhadapku. Aku yakin, mereka lebih memilih tinggal di sini karena uang yang dijanjikan pakdhe dan mereka terima setiap bulan, bukan karena cinta atau mengharap kebahagiaan bersama seorang anak sepertiku.

Tapi cerita ini jauh dari mereka. Biarkan aku mengalihkan perhatian kalian dari kemunafikan mereka, karena ada hal lain yang lebih penting. Suka atau tidak, simaklah.

__
Sebelum terjadinya kecelakaan yang merenggut keluargaku, aku memiliki adik perempuan bernama Septa Anggraini. Dia baru berusia tiga tahun ketika kami terakhir bersama, dan meskipun sering membuatku jengkel, aku sangat mencintainya. Kami banyak bermain bersama dan aku suka menertawakannya. Tingkah Septa begitu lucu dan mengemaskan. Sayangku, dia itu sangat jahil dan selalu menggangguku. Tetapi aku selalu ingin dia ada saat ini menghibur dengan tingkahnya yang bisa membuatku bahagia. Aku masih ingat ketika dia memaksakan diri menaiki punggung boneka unicorn besar yang bahkan setinggi dirinya. Kaki kaki pendek Septa selalu saja tak bisa mencapai punggung boneka unicorn besar itu. Dia akan terjatuh dan terjatuh. Lalu menatap marah kepadaku yang tertawa terbahak bahak melihat tingkah konyolnya. Biasanya dia akan memukulku dengan tangan kecilnya sambil merengut. Mengemaskan sekali!

Sekarang hanya tinggal boneka unicornnya. Sedang Septa telah pergi bersama ayah dan ibu meninggalkanku sendiri dalam kesepian yang kubenci. Aku merindukan mereka. Kau tahu betapa besar kerinduan kepada mereka? Aku rela menangis berjam jam hanya untuk mengingat keluargaku. Sampai saat ini.

__
Sebenarnya, aku tidak suka dengan mbak Rasmi. Wanita pembantu dirumah ku dan suaminya yang menyebalkan itu jahat sekali kepadaku. Mereka suka membiarkan aku dengan kesepianku. Bahkan sering mengurungku dikamar seperti saat ini. Sebabnya tak masuk akal dan konyol. Dia bilang aku berisik dan membuat gaduh. Hanya karena aku sedang belajar menyanyi, lalu mereka bisa seenaknya sendiri menghukum ku? Bukankah itu tugas sekolah ku?

Madame Nnay sudah menyuruhku untuk menghafal beberapa lagu untuk persiapan pentas Juli nanti disekolah. Dan aku harus bisa mengatasi gugupku. Kau tahu kan? Aku memang sering tiba tiba terlupa lirik lagunya ketika menyanyi di depan kelas. Bukan karena benar benar lupa? Entahlah.. Sesuatu seperti hilang sendiri dari memori otakku. Dan aku pasti berhenti terdiam, tak mampu melanjutkan laguku. Padahal lagu itu tiap hari kunyanyikan dirumah. Dan aku hapal diluar kepala. Kata madame Nnay, itu karena aku gugup. Dan bukan lupa.

Menurut madame Nnay, aku hanya perlu berpikir bahwa aku sedang menyanyi sendirian tanpa ada yang menonton atau sedang memperhatikanku ketika didepan kelas atau dipanggung sekalipun. Dan aku harus bisa mencobanya dengan berlatih bernyanyi kecil saat pulang sekolah. Atau saat istirahat siang. Pasti aku bisa mengalahkan gugupku.

Sekarang ini aku berusaha mencari sesuatu hal yang lain untuk menambah semangatku. Aku bernyanyi untuk Septa! Aku bernyanyi seolah si lucu itu sedang menonton dan terlena mendengar nyanyianku. Bukankah madame Nnay sudah mengakui kalau suaraku indah? Seperti suara penyanyi cilik idolaku! Dan jangan kalian menyangkalnya. Bila aku sedang bernyanyi dihadapan kalian pasti kalian akan setuju dengan pendapat madame Nnay.
Kembali kepada Mbak Rasmi dan bang Ipul yang menyebalkan itu. Suatu hari ketika aku ingin mengambil buah dikulkas, aku mendengar suara mbak Rasmi dan bang Ipul yang sedang memangkas taman belakang. Mereka lebih peduli dengan daun dan ranting yang berlomba memanjang dan menolak untuk rapi. Hari ini dipangkas, pasti besok ada yang berlomba untuk memanjang lagi. Dan Mbak Rasmi akhirnya membiarkan aku kesepian lagi. Begitu setiap sore membuatku merasa sebal dengan pekerjaan mereka dan gunting gunting taman yang lebih dekat dengan mereka daripada aku.

unicornTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang