Semesta Yang Aneh - TAMAT

6 4 0
                                    

Unicorn 08 Semesta yang Aneh

"Bria sayang, jangan bersedih. Kita masih punya banyak waktu untuk berlatih menyanyi. Jangan merasa gagal karena hal itu biasa terjadi. Miss NeAng sendiri pernah mengalami ketika merasa takut dan gugup.

"Aku ingat adikku. Dia selalu mendengarkan dengan diam dan Septa.. Septa.. dia sangat suka bila aku bernyanyi untuknya."

"Kalau begitu, menyanyilah untuknya. Tidak sekarang. Besok bila kau sudah tenang. Ok?" kata miss NeAng lembut. Persis seperti madame Nnay bila sedang menghiburku. Aku mengangguk setuju. Miss NeAng kemudian membiarakanku sendirian. Dia melangkah keluar untuk beristirahat.

Ahh.. Septa. Kemana saja dia. Akhir akhir ini kenapa dia tidak mau bermain denganku. Aku rindu kepadanya. Seharusnya dia datang untuk mendengarkan aku berlatih menyanyi bersama pengasuh baruku.
"Byiya.. Byiiyaa.."

Suara itu? Septa?

"Byiiyaa.."

Aku menoleh ke asal suara itu. Tembok dinding ber wallpaper kesukaan kami. Gambar unicorn berwarna warni di tembok itu adalah gambar yang sangat kami sukai. Selera Septa dan seleraku selalu sama. Bahkan ibu dulu sering membelikan kami mainan yang selalu sama.

Saat aku menatap dinding tanpa kedip, kulihat sesuatu muncul menembus tembok perlahan lahan. Aku terkejut dan tidak menyangka bahwa itu adalah Septa. Dia muncul dengan wajah lucunya dulu. Lalu nyaris seluruh kepala sampai leher. Kemudian perlahan lahan seluruh badannya. Pakaiannya.. Adalah yang terakhir kali dikenakan ketika dia berangkat ke klinik bersama ayah dan ibu sebelum kecelakaan itu.

Aku segera turun mendekatinya. Dia merangkak dan berusaha berdiri. Dan aku membantunya. Septa tersenyum kepadaku dengan wajah pucat nya. Dan aku segera memeluknya erat erat.

"Septa kemana saja? Kakak Byiya kangen!" kataku sambil menangis. Ya.. Aku menjadi suka menangis bila mendadak kangen kepadanya atau kepada ibu.

"Byiya nakal!" katanya dengan suara yang khas. Aku semakin erat memeluknya. Belum sempat melepaskan perasaan rindu, tiba tiba ada suara mengetuk pintu. Dan itu membuat Septa berubah menjadi tegang. Dia menatap tajam kearah pintu kamar.

"Bria, buka pintu. Waktunya makan malam!"
Itu suara miss Karen. Pengasuh yang satunya. Memang sudah waktunya makan malam. Dan Septa kebetulan ada. Pasti menyenangkan makan malam bersama adik tersayang. Seperti dulu lagi. Tertawa bahagia sambil menggoda Septa yang selalu belepotan ketika makan sendiri dengan sendok plastiknya yang mungil. Aku bisa terhibur dengan tertawa terbahak sampai nyaris tersedak seperti dulu. Membayangkan itu, aku segera melepas pelukan Septa. Kutatap adikku yang memasang wajah tidak merajuk. Kuajak dia bertemu miss Karen dan makan malam bersama.

Septa menatapku dengan tajam. Wajahnya mendadak berubah. Terlihat sekitar matanya menjadi gelap menghitam. Dan wajahnya pucat seketika. Aku panik. Kusentuh dahinya dengan punggung tangan, mirip ketika ibu mengkhawatirkan kesehatannya. Dingin. Bukan demam yang seharusnya terasa panas.

"Kenapa Septa? Apa kamu sakit?"tanyaku khawatir.

Adikku itu hanya diam menatapku tajam. Aku menduga duga, sepertinya dia tidak mau diganggu oleh ketukan pintu kamar. Atau dia tidak suka dengan kehadiran orang lain yang mengganggu kesenangan kami? Dan aku akan maklum. Kami lama tidak pernah bermain bersama. Bahkan beberapa malam kami tidak bertemu dengannya.

"Kamu marah? Kamu tidak suka ada orang yang mengganggu kita?" tanyaku lagi. Dan kali ini dia mengangguk.

"Baik kita tanya boneka unicorn kita. Harus keluar atau tinggal dikamar dan bermain bersama. Tetapi pintu tidak dikunci. Pasti mereka akan. Memaksa masuk. Kau mau kakak mengunci pintu dulu?" tanyaku lagi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 17 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

unicornTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang