0.Melfano

161 16 2
                                    

Haii.

Makasih sudah mampir.

Maapkan typo dan ketidakmenarikannya.

Happy reading.

『••✎ 𝐒𝐭𝐚𝐫𝐭 ✎••』

Malam ini langit tidak berhias. Gelap gulita tanpa adanya kerlap-kerlip berlian yang biasanya bertebaran. Tidak ada terangnya rembulan yang memecah suasana malam.

Seorang remaja menikmati malam keheningan itu dengan alunan petikan gitarnya. Sesekali ia mengeluarkan suara indahnya, untuk lebih menikmati ketenangan.

Kapan lagi ia bisa merasakan surga kesunyian ini? Sebelum mereka yang sedang tertawa di keramaian sana kembali.

Melfano Helios Akheabrata, ia adalah remaja itu. Hidup dengan keluarga yang lengkap, namun terasa seperti sebatang kara. la di didik layaknya peliharaan.

Putra kedua Akheabrata ini, harus hidup kesepian. Harus memendam apapun sendirian. Harus bangkit sendiri ketika terjatuh. Dan ia hanya punya dirinya sendiri untuk menghibur.

Semua hal yang diimpikannya direbut oleh kembarannya.

Mereka berdua kembar identik. Perbedaannya hanya dua. Tanda lahir Fano berada dipunggung dan Fano memiliki tahi lalat di bawah ujung mata kanannya. Kalau dilihat lagi sih, sang kembaran lebih menggemaskan.

Melfino Helius Akheabrata, kembaran Fano yang mendapatkan curahan kasih sayang melimpah. Putra bungsu yang dimanja dimanapun atau kapanpun. Dan remaja ini sangat membenci Fano.

Semua yang ingin maupun sudah dimiliki kembarannya itu, pasti akan berusaha ia rebut. Seakan tidak membiarkan wajah Fano menyunggingkan kebahagiaan. Entah apa salah Fano. Sampai si bungsu membencinya.

Alfiero Helvash Akheabrata, putra sulung yang menjadi kebanggaan. Seorang kakak yang hanya peduli pada sang adik bungsu. Tanpa mau membaginya untuk Fano.

Fano harus hidup diantara sulung yang dibanggakan dan bungsu yang dimanjakan. Sementara ia, seakan menjadi anak buangan. Dengan Brata dan Siska sebagai orang tua yang sudah menganggapnya sebagai bayangan.

Malam sudah larut. Baru saja Fano menyadari bahwa mobil ayahnya sudah kembali. Dengan terburu-buru ia turun untuk menyambutnya.

la lemparkan gitar kesayangannya dengan sembarangan di kasur. Kemudian langsung saja lari menuruni tangga.

Dibawah sana, bel rumahnya sudah berbunyi nyaring berkali-kali.

'Mampus dihukum lagi abis ini' batin Fano.

Benar saja. Setelah ia membuka pintu rumahnya dan membungkuk, mata nyalang sang ayah mengarah padanya. Sementara yang lain menatapnya dengan bombastic side eye. Untungnya, Fano sudah terbiasa.

Brata membawa istri dan kedua putranya masuk. Membiarkan Fano masih berdiri disana tentunya.

Setelah itu ia kembali melangkah mendekati putra keduanya itu.

"Ikut!" titahnya dengan dingin sembari menarik kasar tubuh Fano.

Mau tidak mau ya harus menurut. Karena Fano tidak berani melawan kepala keluarga.

Langkah Brata terhenti disebuah ruangan. Lebih tepatnya, ruang pribadinya. Disinilah biasanya ia menginterogasi putra keduanya itu.

Plak

Plak

Plak

Plak

Take My Life Too! (slow up) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang