01.Stevano Ronald Magenda

105 13 0
                                    

Haii.

SepBi, maapkan typo dan ketidakmenarikannya.

Happy reading...

『••✎ Next ✎••』

Pagi menyapa dunia. Fano baru saja keluar dari kamar mandinya. Rambutnya masih terlihat basah. la belum mengenakan seragam sekolahnya.

Sembari mengeringkan rambut, sesekali remaja itu memandangi tampangnya di kaca.

Tampan.

Mirip seperti Brata. Remaja itu juga heran sendiri. Kenapa ia harus semirip itu dengan ayahnya, yang bahkan tidak menganggapnya sebagai putra. Dan ia jadi benci dengan wajahnya sendiri. Aneh memang.

Lima belas menit telah berlalu, kini Fano turun untuk sarapan. Tapi melihat keluarganya masih disana, Fano lebih memilih melewatinya.

Bukan karena tidak mau sarapan dengan mereka, pasalnya ia dianggap pengganggu nantinya. Intinya ia takut merusak suasana. Lagian tidak ada yang peduli padanya.

la bergegas melangkah menuju parkiran dan mengeluarkan motor besarnya nya. Kemudian melesat pergi membelah angin.

***

"Selamat pagi tuan muda Fano, silahkan masuk " sapa seorang satpam yang menjaga gerbang rumah seseorang.

Fano hanya mengangguk. Kemudian membawa motornya masuk kedalam pekarangan rumah.

Ini adalah istana Stevano Ronald Magenda. Teman sebangku sekaligus sahabat pertama Fano. Seseorang yang menelponnya tadi malam.

Fano dipersilahkan seorang pengawal untuk duduk diruang tamu. Karena Evan sedang grasak-grusuk di kamarnya.

Remaja seusia Fano itu tinggal sendiri dengan beberapa bodyguard, beberapa maid dan mamanya.

Papanya sibuk di luar negeri. Terkadang, Evan mengeluh kepada Fano karena rindu papanya. Tapi apa fungsi keluhannya jika mengeluh nya kepada balok es? Ya pasti jawabanya hanya 'hm'.

Terkadang Evan kesal setengah mati dengan hal itu, tapi ia tidak membenci Fano. Meskipun dingin, Fano masih punya kepedulian. Kalau tidak, kenapa mau menjadi sahabatnya yang notabene nya cerewet. Ngomong-ngomong, Evan sadar diri ya kalau dia cerewet.

Hampir setengah jam Fano menunggu Evan. Tapi sahabatnya itu tidak juga muncul.

"Wah ada Fano ternyata, sudah berapa lama nunggu Evan? Maaf ya, dia emang kebiasaan nunda waktu." sapa Thea basa-basi.

Thea adalah satu-satunya mama Evan dan suami papanya Evan.

Wanita ini mengenal Fano. Ia sangat ramah dengan salah satu teman putranya ini. Karena ia yakin, Fano anak baik-baik.

Ngomong-ngomong daritadi Thea merutuki putranya. Karena sudah membuat tamunya menunggu lama.

"Oh iya tante, tidak apa." balas Fano sopan, menjawab sapaan Thea tadi. Sedingin apapun seorang Fano, ia masih punya sopan santun.

Entah mengapa saat ini Thea terlihat kesal sendiri. Bukan kesal dengan Fano, melainkan dengan Evan.

la ingin sekali memanggil putranya itu dengan suara bariton dan menarik telinganya. Tapi ada Fano disitu. Nanti kedoknya sebagai emak bar-bar bisa terekspos.

Akhirnya beberapa detik berlalu, Evan datang dengan watadosnya.

"Yok." ajaknya santai.

Padahal ia tahu, disitu ada mamanya.

"Pamit " tegur Fano singkat. Evan merengut. Padahal pagi ini ia sedang kesal  dengan ibunya itu. Entah karena apa.

Dengan terpaksa, Evan mencium punggung tangan mamanya. Disusul dengan Fano. Setelah itu keduanya pergi.

Take My Life Too! (slow up) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang