Haii.
Makasih yang ngawal Fano sampai sini.
Happy reading.
『••✎ Next ✎••』
Tidak perlu waktu lama. Leeta datang membawa semangkuk bubur hangat. la mendudukkan diri disamping Fano.
" Bisa makan sendiri?" tanyanya.
Fano hanya membalasnya dengan anggukan. Kemudian meraih mangkuk bubur itu dan melahap isinya satu sendok. Merasa bahwa Fano sudah tidak membutuhkannya lagi, Leeta beranjak akan pergi. Namun dengan mendadak, tangannya dicekal Fano.
"Temenin " ungkap Fano lirih. Dengan pandangan sayu ke arah Leeta.
Bubur yang sempat ia lahap langsung ditelannya segera. Leeta tersenyum. Sampai dimple disalah satu pipinya terlihat.
"Masih ada yang lain Fan. Mereka butuh PMR juga " jelasnya lembut.
Bukannya melepaskan cekalan dan membiarkan Leeta pergi, Fano justru mempererat cekalannya. Tapi tidak menyakitkan kok.
"PMR banyak. Yang lain biar sama yang lain. Lo sama gue" kekeuh nya.
Biarkan dia egois sebentar ya. Jujur, dia sangat nyaman didekat Leeta. la ingin terus melihat wajah Leeta yang menurutnya candu itu.
Ehh jangan salah paham. Fano bukan cowok yang langsung ugal-ugalan kok. Rada alim dia.
Leeta menghela nafas panjang. Benar, masih ada temannya yang menjaga 'pasien' lain. Bolehlah dia berduaan dengan primadona dihati para betina. Lumayan, siapa tahu diajak pacaran.
Leeta kembali mendudukkan diri disamping Fano. Menunggu remaja itu selesai dengan kegiatannya sembari memainkan game diponselnya. Lima menit berlalu, tiba-tiba Fano menyahut ponselnya.
"Jangan main HP, disini ada gue."
Lahh ambigu sekali kata-katanya ini.
"Kenapa? Lagian lo lagi makan. Bosen Fan kalo ga ngapa-ngapain." Balas Leeta lembut.
Dia tidak marah, hanya kaget.
" Liat gue aja. HP ngerusak mata."
Leeta terbelalak.
Apa ini?
Dia disuruh lihat Fano yang tampan bagai keturunan nabi Yusuf. Ya ga kuat tha. Ahh keterlaluan.
"Ah ha ha ha. Iya HP ngerusak mata. Yaudah mana, ga dimainin lagi," ucapnya sambil tertawa canggung. Setelahnya langsung bangkit dan mencoba meraih ponselnya dari tangan Fano. Sayangnya tidak berhasil. Fano membawa ponsel itu kebelakang punggungnya.
"Ga!" Singkatnya mutlak. Leeta menghembuskan nafas pasrah.
Biarlah remaja didepannya itu melakukan apa yang dia mau. Ga asik nanti, kalau berdebat cuma karena ponsel. la lebih memilih duduk kembali.
Fano tersenyum tipis. Setipis tisu dibagi sepuluh. Tentu tidak telihat dimata manusia biasa. Ya, begitu memang.
Hening selama beberapa menit.
"Leeta, mau jadi pacarku?"
Deg.
To the point sekali. Bahkan bahasa gaulnya hilang.
Tentu membuat Leeta kaget. la mau. Sangat mau. Jika dilihat, Fano ini orangnya tidak main-main. Ya pasti setia. Tapi masa iya langsung Terima aja? Tidak pakai jual mahal? Tapi Leeta ini juga tidak suka basa-basi.
"Leeta. Aku tidak memaksa untuk dijawab sekarang. Jawab kapanpun kamu bisa. Aku tunggu." suara Fano memecah lamunan Leeta.
Ahh, Leeta kasian jika Fano harus menunggu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Take My Life Too! (slow up)
Ngẫu nhiênMelfano dan Melfino. Kembar tapi berbeda. Fino bagai kesayangan, Fano bagai anak buangan. Fino yang dianggap anak keberuntungan, Fano yang dianggap sumber kesialan. Fino yang dianggap berlian indah, Fano yang dianggap sampah. Inilah kisah Fano. T...