Haii.
Maapkan typo dan ketidakmenarikannya.
Terimakasih yang sudah reading sampai sini. Yang votement jugaa.
Happy reading.
『••✎ Next ✎••』
Semesta, hanya berpihak setengah pada Fano.
Begitu bangun dari koma selama hampir empat bulan, ia mendapat kabar bahwa kakaknya meninggal.
Baiknya, dia masih bisa bangun. Setelah operasi karena tulang rusuknya yang patah melukai paru-parunya.
Buruknya, dia kehilangan Zafier untuk selamanya.
Fano menangis sekeras-kerasnya. Mengamuk meminta Kakaknya untuk kembali. Kenapa harus Kakaknya?
Bahkan ia tidak bisa melihat wajah pemuda itu untuk terakhir kalinya.
Ditambah, sikap keluarganya juga berubah total. Tidak ada yang memihak dirinya lagi. Tidak ada yang mau tertawa bersamanya lagi. Tidak ada yang mau memeluknya lagi. Bahkan, tidak ada yang peduli padanya lagi.
Untuk sekedar menemani komanya dan menjenguknya saja tidak. Seolah-olah dia adalah orang lain.
Tiga bulan lebih di rumah sakit, tidak ada yang menjenguknya. Hanya para perawat dan dokter yang menemaninya.
Keluarganya juga menyebutnya pembunuh.
Ia menyesal. Menyesal malam itu pergi. Menyesal karena perginya dengan sang kakak.
Tapi ia juga merasa, ini bukan seluruhnya kesalahannya.
Seandainya kakaknya mau mendengarkan tuturnya, mungkin hal ini tidak terjadi. Seandainya Ayahnya saat itu tidak memerintahkan Zafier untuk menemaninya, kejadian ini tidak akan pernah terjadi.
Lalu, kenapa mereka menganggap kejadian ini seluruhnya salahnya?
Ia juga korban! Ia juga kehilangan kakaknya! Ia bukan pembunuh! Seandainya ia bisa memilih, maka lebih baik menyerahkan nyawa demi hidup kakaknya.
Tapi, selantang apapun dia mengatakannya, tudingan mereka tidak akan berubah.
Hal itu membuat dirinya lebih baik bungkam. Menahan semua kecewa dan sedihnya.
Perlahan, tawanya, senyumnya, tingkah cerianya, dan cerewetnya menghilang. Seiring dengan lukanya yang semakin melebar.
Ini bukan ingatan Fiero. Ini adalah kenyataan milik Fano. Bukan dari sudut pandang Fiero.
Flashback off
Fiero tidak tahu, ia benar atau salah. Mengingat sifat ceria Fano yang dulu, membuatnya ingin kembali melihatnya. Tapi sayangnya, semua itu sudah sirna. Disebabkan olehnya dan keluarganya. Ia merasa salah disini.
Tapi disisi lain, Fiero teringat Zafier. Adiknya itu meninggal karena Fano. Dari sini ia merasa melakukan hal yang benar.
Bahwa Fano, memang pantas mendapatkannya.
Fiero terkadang bimbang akan hal ini. Selalu ingin bertanya pada Zafier yang pernah mengunjungi mimpinya. Tapi, Adiknya itu hanya diam saja dengan tatapan yang sulit diartikan. Fiero tidak paham maksudnya.
"Zaf... Abang nggak tau. Tolong katakan, abang harus apa? Entah, Abang rindu anak itu yang dulu. Tapi mengingatmu, membuat benciku padanya besar. Katakan Zafier, Abang harus bagaimana? Mana yang harus abang pilih?" Gumam Fiero.
KAMU SEDANG MEMBACA
Take My Life Too! (slow up)
RandomMelfano dan Melfino. Kembar tapi berbeda. Fino bagai kesayangan, Fano bagai anak buangan. Fino yang dianggap anak keberuntungan, Fano yang dianggap sumber kesialan. Fino yang dianggap berlian indah, Fano yang dianggap sampah. Inilah kisah Fano. T...