"Loh, Ryo? Mas Daisuke? Kalian kapan datangnya?"
Aku dan Daisuke sontak menoleh di saat bersamaan. Itu suara seorang wanita yang sangat familiar di telinga kami.
"Ayu?"
Dan bukan hanya Ayu, dia ternyata membawa satu orang lagi. Laki-laki, kelihatannya seumuran dengan Sayuri. Yang membuatku tercengang, dia terlihat mirip sekali dengan Mas Gun. Dari bentuk wajahnya, sampai gaya rambut pun mirip. Satu hal yang membedakan adalah rambut hitamnya yang memiliki sentuhan tipis bewarna biru muda di bagian depan dan belakang.
"Hai semua."
"Bentar." Daisuke menunjuk laki-laki di sebelah Ayu. "Kalo gak salah, kau rekan kerjanya, kan?"
"Tau aja lu. Yes, aku Rendra."
"Rendra?"
Laki-laki yang mengenalkan diri sebagai Rendra itu mengangguk. "Senang bisa ketemu ama kalian. Ayu udah cerita banyak banget soal kalian, apalagi Mas Ryo."
Aku menelan ludah. Pria ini dan namanya terdengar tidak asing.
Kalau tidak salah, dia-
"Oh ya, Mas, kita baru kali ini ketemu, ya?" Rendra mengulurkan tangannya padaku. "Kenalin, Alvendra Mahesa. Anak keduanya Pak Walikota, rekan kerjanya Ayu."
Aku menatap wajah Rendra dan tangannya yang terulur secara bergantian, sedikit ragu-ragu. Tapi setelah Daisuke menyenggol lenganku, aku akhirnya menerima uluran tangannya. "Senang bertemu denganmu. Shirogane Ryoichi, detektif siber."
Rendra mengangguk. "Reputasimu cukup tinggi di kalangan masyarakat Neo Tokarta, Mas. Kayaknya gak ada yang bakal gak ngenalin kamu deh."
Aku memperhatikan wajah Rendra yang terlihat ceria dan santai sekali. Bagaimana bisa dia tetap tenang di situasi seperti ini? Jelas-jelas kakaknya baru saja tewas saat insiden bom ungu itu- Oh.
Then again, mereka dalam notabene 'hanya' terhapus dari dunia nyata, jadi mungkin dia percaya bahwa ada peluang untuk mengembalikan semua orang yang telah menjadi korban.
"Apa kamu tidak sedang bersedih sekarang?" Aku bertanya.
"Mas Ryo melihat beritanya?" Rendra menyisir rambut hitamnya dengan jari, tersenyum pelan. "Sebenarnya juga, buat apa sedih? Kalo gak bakal bisa ngembaliin yang udah mati jadi hidup lagi?"
"Mati?"
"Oke, mungkin coret di bagian mati-nya, karena secara teknis, bom-bom kayak yang tadi dipake buat nyerang pusat kota Neo Tokarta gak bisa ngebunuh manusia."
Daisuke menatap Rendra kebingungan. "Maksudnya?"
Rendra menatap Ayu sebentar, yang dibalas dengan anggukan. Dia kembali menoleh ke arah kami sambil berkata, "Kalian sudah tau 'kan buatan siapa bom-bom itu?"
Aku mengusap leherku. "NexCorp? Perusahaan tempat kalian bekerja?"
"Yaps." Rendra mengangguk. "Kurasa dari warna hitam-ungunya aja udah keliatan banget kalo itu buatan NexCorp. Nah, bom model gituan, kalo kena kontak ama sesuatu, jauh maupun dekat tetep bakal meledak. Kalo udah meledak, akan terjadi semacam error berupa distorsi yang nantinya ngehapus semua yang ada di area ledakan utamanya. Intinya, kayak virus digital yang bisa ngunci file-file di ponsel atau laptop kalian, tapi yang ini bukan buat software, melainkan buat benda non-digital. Dan error-nya ini persis kayak yang di perangkat lunak kalian, direalisasikan ke dunia nyata."
"Hanya mengunci? Tidak bisa menghapus?"
"Mas Ryo, gak semua glitch itu efeknya parah apalagi ke manusia." Rendra nyengir, tapi sedetik kemudian dia kembali serius. "Masalahnya, kami gak tahu kalo ada kesalahan sistem atau gimana, tiba-tiba aja mereka berjatuhan dari langit kayak meteor menghantam Bumi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cybernetica: Embrace The Future
Science Fiction"Selamat datang. Yakin kau memiliki keberanian dan keyakinan untuk membaca karya ini? Kalau ya, persiapkan dirimu." 2056, Neo Tokarta. Jakarta semakin canggih saja. Sekarang bahkan berani memadukan canggihnya peradaban Tokyo, melahirkan Neo Tokarta...