Ziing.
Goro, Martin dan Daisuke menoleh. Aku dan Mas Gun baru saja menginjakkan kaki kembali ke ruang komando, disusul Reiko dan Kohane - yang berjaga diluar sedari tadi.
Daisuke langsung memelukku. Dengan erat.
"Kau tidak apa-apa?"
Aku mengangguk. "Aku tidak bisa bernapas, Daisuke."
Daisuke menelan ludah, melepaskanku secara perlahan. "Maaf."
"Tidak apa."
Mas Gun menatap Kazumi, Rendra dan Arif yang berusaha meretas jaringan digital Voidwalkers.
"Bagaimana situasinya?"
"Jika kalkulasiku dan Rendra benar, kita seharusnya dapat mengakses server dalam tiga...dua..." Kazumi mengetikkan beberapa perintah ke layar monitor, lalu menekan sebuah tombol. "Satu."
Ting! Layar monitor besar di hadapan kami mengeluarkan suara denting pelan, berkedip hijau. Peretasan berhasil.
Kazumi menggeser kursor, mencari eksekusi program perintah penyerangan, dan tanpa memakan banyak waktu, dia menemukannya. Rendra kemudian mengambil alih kendali, mengetikkan kode override untuk membatalkan serangan. Sepuluh menit, dia berhasil.
"Bagus! Sekarang yang harus kita lakukan adalah meminimalisir kerusakannya." Rendra mengusap rambutnya.
Arif menoleh. "Bagaimana caranya?"
Rendra kembali mengetikkan sesuatu di keyboard transparan. Segera setelah itu terlihat sebuah mekanisme aneh - aku menganggapnya aneh, mind you - muncul dari dalam panel kontrol di dekat Kazumi.
"Apa ini?" Kazumi menunjuk mekanisme aneh tersebut.
"Sepertinya tempat buat perkembangbiakan virus digital." Rendra menjawab - dia teknisi yang cerdas, tentu saja dia tahu. "Jangan disentuh pake tangan kosong lah, Mas."
Gerakan tangan Kazumi yang hendak memeriksa mekanisme itu lebih dekat terhenti.
Aku menatap Mas Gun - yang mengangguk pelan.
"Kazumi," sahutku pelan. "Biarkan aku mencobanya."
"Mencoba apa?"
"Ada supervirus yang terintegrasi dengan kekuatanku. Mungkin itu yang dibutuhkan alat ini."
Kazumi menelan ludah. "Supervirus?"
"Supervirus?" Rendra kembali berseru dari tempatnya. "Sejak kapan ada yang namanya supervirus?"
"Alvendra Baskara Mahesa." Mas Gun melotot ke arah putra tengahnya. "Sudah. Jangan banyak tanya."
Rendra langsung salah tingkah. "Oke, Pah."
Aku maju, tanganku terjulur pada bukaan di mekanisme itu - yang sepertinya dapat memuat keseluruhan tanganku.
Baiklah, semoga ini berhasil.
Aku menyentak tanganku masuk ke dalam mekanisme itu, menggeram. Kekuatanku seketika aktif, cahaya biru terlihat mengitari tubuhku, berkedip-kedip. Aliran listrik terlihat di tangan itu - kelihatannya mekanisme ini sedang menyerap energi milikku. Jas dan rambutku berkibar, lenganku bergetar hebat, tanganku yang bebas mencengkram erat sisi depan meja kontrol. Sesekali teriakan pendek lolos dari mulutku. Rasa sakitnya bukan main.
Sebuah pop-up muncul di layar monitor, memperhatikan sebuah bilah kemajuan yang terus bergerak ke kanan. Proses telah mencapai tiga puluh persen dari keseluruhan.
"Untuk apa itu?" Daisuke bertanya.
"Memutarbalikkan situasi." Mas Gun menjawab takzim.
"Maksudnya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Cybernetica: Embrace The Future
Science Fiction"Selamat datang. Yakin kau memiliki keberanian dan keyakinan untuk membaca karya ini? Kalau ya, persiapkan dirimu." 2056, Neo Tokarta. Jakarta semakin canggih saja. Sekarang bahkan berani memadukan canggihnya peradaban Tokyo, melahirkan Neo Tokarta...