BAB 1 : PERTEMUAN TAK TERDUGA

90 71 18
                                    

Hari pertama di SMA Gemilang Cendekia selalu penuh dengan kegembiraan dan kekacauan. Para siswa baru berlarian dari satu tempat ke tempat lain, mencari kelas, dan berkenalan dengan teman-teman baru. Di tengah keramaian itu, Raka Aditya melangkah dengan penuh percaya diri, siap menjalani hari yang baru dengan segala gaya khasnya.

Raka mengembuskan napas panjang saat memasuki aula utama sekolah, matanya melirik ke sekitar mencari wajah-wajah familiar. Genk Keren-nya sudah ada di sana, menunggu di dekat meja makan. Mereka terdiri dari Alvin, Daffa, Bima, Rafi, Gilang, dan Faisal, yang semuanya tampak asyik berbicara sambil makan pagi.

“Gue udah bilang, gue mau ngebahas rencana untuk acara sekolah minggu depan,” kata Alvin, suara seriusnya membuat yang lain terdiam sejenak.

“Gue denger, acara tahun lalu seru banget. Tahun ini harus lebih gokil,” timpal Daffa sambil tertawa.

“Yoi, tapi kita butuh ide yang fresh,” kata Rafi, mencatat sesuatu di buku catatannya.

Ketika Raka bergabung dengan mereka, suasana menjadi lebih santai. “Selamat pagi, Genk Keren! Ada yang baru di sini?” Raka menyapa dengan senyum lebar, mencoba memecahkan kebekuan suasana.

“Selamat pagi, Raka! Lo datang tepat waktu. Kita lagi ngebahas acara,” jawab Alvin sambil memandangi Raka.

“Gue denger, siap-siap aja. Acara kali ini bakal jadi yang terbaik,” kata Raka sambil menyambar sandwich di meja.

Perhatian Raka kemudian teralihkan saat pintu aula terbuka dan seorang gadis baru melangkah masuk. Dia mengenakan seragam sekolah yang rapi dengan ekspresi dingin yang membuatnya tampak misterius. Raka yang selalu waspada terhadap kehadiran gadis-gadis baru langsung tertarik.

“Eh, itu siapa?” tanya Raka sambil menunjuk ke arah gadis tersebut.

“Gue juga baru lihat. Mungkin siswa baru,” kata Bima.

“Gue yakin, dia pasti dari luar. Gaya dan tatapannya bikin penasaran,” tambah Faisal.

Raka berdiri dan melangkah mendekati gadis itu dengan penuh rasa ingin tahu. “Hey lo pasti baru di sini, kan? Nama gue Raka. Lo siapa?” sapanya dengan senyum yang biasanya mampu membuat siapa pun merasa nyaman.

Gadis itu menatapnya dengan dingin, seolah-olah dia tidak tertarik dengan sambutan Raka. “Livia. Gue baru pindah ke sini.”

“Oh, Livia. Keren, lo udah kenal siapa aja?” Raka berusaha ramah, meskipun responnya tampak tidak bersahabat.

Livia menggelengkan kepala. “Belum.”

“Kalau gitu, gue bisa ngajak lo keliling sekolah. Kalau lo butuh bantuan apa pun, jangan ragu buat nanya,” kata Raka, masih dengan senyum ramahnya.

Livia hanya mengangguk singkat, tidak menunjukkan ekspresi yang jelas. Raka merasa sedikit terkejut dengan sikap Livia, yang sangat berbeda dari gadis-gadis lain yang pernah dia temui. Ini membuatnya semakin penasaran.

“Sebenarnya, kenapa lo tertarik sama Livia?” tanya Alvin sambil mengamati Raka yang terus menatap ke arah Livia yang sedang duduk sendiri di meja makan.

“Gue nggak tau, mungkin cuma penasaran aja,” jawab Raka. “Gue mau tau lebih banyak tentang dia.”

“Hmm, bisa jadi, tapi lo hati-hati. Jangan sampai lo dikecewain,” kata Alvin.

Raka hanya tertawa kecil. “Santai aja, gue kan selalu siap.”

Setelah istirahat pagi berakhir, Raka dan Genk Keren melanjutkan ke kelas masing-masing. Livia juga tampak mencari kelasnya, terlihat bingung di tengah koridor yang ramai. Raka melihat ini sebagai kesempatan untuk mendekatinya lagi.

“Lo kelihatan bingung, butuh bantuan?” tanya Raka saat mendekati Livia yang sedang berdiri di depan papan jadwal kelas.

Livia menoleh dan meliriknya sekilas. “Gue hanya mencari ruang kelas gue,” jawabnya dengan nada datar.

“Kalau gitu, gue bisa ngebantu. Gue tau jadwalnya dan ruang kelasnya,” kata Raka, mencoba memberikan bantuan yang nyata.

Livia mengangguk, lalu mengikuti Raka. “Terima kasih.”

Saat mereka berjalan menuju ruang kelas, Raka mencoba mengobrol dengan Livia, mencoba mencari tahu lebih banyak tentangnya. Namun, Livia tetap menjaga jarak, menjawab dengan singkat dan tidak banyak bicara. Raka merasa sedikit kesulitan untuk mendapatkan informasi lebih dari gadis ini.

Di kelas, Livia duduk di sebelah Raka. Dia memilih tempat di dekat jendela, yang tampaknya lebih disukainya. Raka duduk di kursi sebelahnya, berusaha tetap ramah. Selama pelajaran berlangsung, Raka terus mencoba berbicara dengan Livia, tetapi gadis itu hanya menjawab dengan monosyllabic responses, membuat percakapan mereka terasa canggung.

Setelah jam sekolah selesai, Raka dan Genk Keren berkumpul di lapangan sekolah. Raka menceritakan pengalamannya bertemu dengan Livia kepada teman-temannya.

“Gimana, ada kesan pertama?” tanya Daffa, menunggu dengan penasaran.

“Gue merasa dia tuh punya sisi misterius yang bikin penasaran,” jawab Raka. “Tapi dia juga kelihatan agak dingin.”

“Kalau lo tanya gue, mungkin dia cuma butuh waktu buat adaptasi,” kata Alvin. “Tapi lo hati-hati, jangan sampai lo jadi tersakiti.”

“Yoi, jangan sampai lo kejebak dalam masalah,” tambah Gilang sambil tersenyum.

Raka hanya tersenyum. “Santai aja, gue pasti bisa ngadepin ini.”

Hari pertama berlalu, dan meskipun Raka merasa terpesona oleh kehadiran Livia, dia juga menyadari bahwa gadis itu mungkin bukan orang yang mudah didekati. Raka terus memikirkan bagaimana cara terbaik untuk mengenal Livia lebih dekat, tanpa menyadari bahwa dia sebenarnya terjebak dalam permainan cinta yang lebih kompleks dari yang dia bayangkan.

Ketika malam tiba dan Raka bersiap-siap untuk tidur, dia tidak bisa menghilangkan pikiran tentang Livia. Rasa penasaran dan keinginan untuk mengetahui lebih banyak tentang gadis itu membuatnya merasa tidak sabar untuk hari berikutnya.

---

Bersambung...

CINTA TERSEMBUNYI DI BALIK SENYUMAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang