BAB 5 : MENGUNGKAP KEBENARAN

80 60 7
                                    

Hari keenam di SMA Gemilang Cendekia datang dengan sedikit kabut pagi yang menyelimuti halaman sekolah. Raka Aditya merasa hari ini akan menjadi momen penting dalam usahanya mendekati Livia Amelia. Meskipun masih ada keraguan dalam benaknya, dia merasa lebih siap untuk melanjutkan usaha pendekatannya.

Di aula sekolah, Raka bergabung dengan Genk Keren untuk sarapan pagi. Mereka sedang membahas persiapan terakhir untuk acara sekolah yang akan datang.

“Pagi, Genk Keren! Ada update terbaru?” tanya Raka saat duduk di meja mereka.

“Pagi, bro! Kita udah hampir siap. Gue dan Alvin udah finalize detail acara,” jawab Faisal sambil memeriksa catatannya.

“Gue baru mikir, mungkin kita perlu ide fresh buat acara ini. Gue yakin bisa bikin lebih seru,” kata Bima.

“Gue setuju. Tapi, gue juga mau nanya soal kemajuan lo dengan Livia. Ada perkembangan?” tanya Alvin, penasaran.

“Gue udah coba ngajak dia ngobrol lagi, dan dia mulai merespons lebih baik. Tapi, dia masih belum mau ketemu di luar sekolah,” jawab Raka.

“Gue rasa lo udah lakuin yang terbaik. Mungkin lo perlu lebih banyak sabar,” saran Daffa, memberikan dukungan.

Setelah sarapan, Raka menuju kelas dengan pikiran yang penuh. Selama pelajaran, dia mencoba untuk tetap fokus, tetapi pikirannya terus kembali pada Livia. Dia merasa harus menemukan cara baru untuk mendekati Livia, terutama dengan kabar terbaru tentang minat dan aktivitasnya.

Saat bel istirahat berbunyi, Raka melihat Livia sedang duduk sendirian di taman. Ini adalah kesempatan yang baik untuk mencoba pendekatan yang lebih personal.

“Hey, Livia, lo udah nyoba makanan yang gue rekomendasiin kemarin?” tanya Raka, mencoba memulai percakapan dengan nada santai.

Livia menoleh, tampak sedikit lebih terbuka. “Iya, gue udah coba. Sandwichnya lumayan enak.”

“Senang denger itu. Gue juga udah coba salad yang lo bilang. Lumayan segar,” kata Raka, merasa lebih nyaman dengan percakapan ini.

“Gue mau nanya, lo punya waktu luang di akhir pekan?” tanya Raka, mencoba untuk mencari kesempatan untuk ketemu di luar sekolah.

Livia terlihat ragu sejenak sebelum menjawab, “Gue biasanya menghabiskan waktu di perpustakaan atau kafe.”

“Serius? Gue juga suka ke kafe. Gimana kalau kita ketemu di sana suatu saat nanti? Gue rasa itu bisa jadi kesempatan buat ngobrol lebih banyak,” tawar Raka dengan penuh harapan.

Livia berpikir sejenak, lalu berkata, “Mungkin nanti. Gue masih butuh waktu.”

Raka mengangguk, mencoba untuk tidak menunjukkan kekecewaan. “Gak masalah. Gue bakal sabar.”

Saat bel berbunyi, menandakan akhir dari istirahat, Raka kembali ke kelasnya dengan perasaan campur aduk. Dia merasa ada kemajuan, meskipun masih lambat. Dia mememutuskan untuk terus berusaha tanpa memaksa Livia.

Di sore hari, Raka dan Genk Keren berkumpul lagi untuk membahas acara sekolah. Saat mereka sedang berdiskusi, Raka memutuskan untuk berbagi sedikit tentang situasi dengan Livia.

“Jadi, ada sedikit kemajuan dengan Livia, tapi dia masih belum mau ketemu di luar sekolah. Gue rasa dia butuh waktu lebih,” kata Raka.

“Gue rasa lo udah lakuin yang terbaik. Mungkin lo bisa coba ajak dia ke acara sekolah. Gue yakin dia bakal merasa lebih nyaman di lingkungan yang lebih ramai,” saran Alvin.

“Itu ide bagus. Mungkin gue bisa coba ajak dia ke acara,” kata Raka, merasa lebih optimis.

Malam hari, Raka memutuskan untuk pergi ke perpustakaan untuk mencari buku yang bisa dijadikan bahan obrolan dengan Livia. Dia berharap dengan memahami minatnya lebih dalam, dia bisa menemukan cara baru untuk mendekatinya.

Saat dia berada di perpustakaan, dia melihat Livia sedang membaca di sudut ruangan. Dengan hati-hati, Raka mendekatinya.

“Hey, Livia. Lo lagi baca buku apa?” tanya Raka, mencoba memulai percakapan.

Livia menoleh dan menunjukkan sampul bukunya. “Ini ‘Pride and Prejudice’. Gue lagi suka baca klasik.”

“Wah, keren banget. Gue pernah baca itu juga. Apa lo suka genre klasik?” tanya Raka, merasa lebih dekat dengan topik ini.

“Iya, gue suka. Selain klasik, gue juga suka fiksi ilmiah,” jawab Livia dengan sedikit lebih banyak keterlibatan.

“Gue juga suka fiksi ilmiah. Kalau lo mau, kita bisa ngobrol lebih banyak tentang buku di kafe nanti,” tawar Raka, mencoba kesempatan lain.

Livia terlihat berpikir sejenak sebelum mengangguk pelan. “Mungkin. Gue bakal pertimbangkan.”

Raka merasa sedikit lebih puas dengan kemajuan ini. Dia tahu bahwa pendekatannya harus terus berlanjut dengan hati-hati dan penuh perhatian. Meskipun belum ada kepastian, dia merasa bahwa dia semakin dekat dengan tujuannya.

Setelah berpisah dengan Livia di perpustakaan, Raka pulang ke rumah dengan pikiran yang penuh harapan. Dia tahu bahwa perjalanan ini belum selesai, tetapi dia merasa lebih percaya diri dengan strategi barunya. Usahanya untuk mendekati Livia mungkin akan memerlukan lebih banyak waktu, tetapi dia yakin bahwa dia berada di jalur yang benar.

---

Bersambung...

CINTA TERSEMBUNYI DI BALIK SENYUMAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang