BAB 3 : JALINAN YANG MENYAKITKAN

78 67 10
                                    

Hari ketiga di SMA Gemilang Cendekia tiba, dan suasana pagi di sekolah kembali ramai dengan aktivitas siswa. Raka Aditya merasa sudah lebih mengenal lingkungan barunya, tetapi hari ini, fokusnya tetap pada Livia Amelia. Rasa penasaran yang terus menggelitiknya membuat dia lebih bersemangat untuk mencari cara mendekati gadis misterius ini.

Setelah menyapa Genk Keren di aula, Raka langsung menuju kelas. Dia menemukan Livia sudah duduk di tempatnya yang biasa, tetap dengan sikap dingin dan jarang berbicara. Raka memutuskan untuk tidak memaksakan percakapan pagi ini dan memilih untuk menyapanya dengan cara yang lebih halus.

Selama pelajaran berlangsung, Raka melihat Livia lebih banyak membaca daripada memperhatikan pelajaran. Dia penasaran apakah Livia selalu seperti itu atau hanya saat ini. Raka merasa bahwa mungkin Livia lebih tertarik pada hal-hal yang berhubungan dengan minatnya sendiri, seperti buku-buku yang dia baca.

Setelah pelajaran selesai, Raka menyusul Livia saat dia menuju ke kantin. Dengan hati-hati, dia memulai percakapan.

“Eh, Livia, lo suka baca buku apa sih? Gue lihat lo sering bawa buku tebal,” tanya Raka, mencoba mencari titik temu.

Livia menoleh dan menatap Raka dengan matanya yang tajam. “Gue suka baca novel. Terutama yang genre fiksi dan misteri.”

“Wah, gue juga suka baca buku. Ada buku favorit yang lo rekomendasiin?” tanya Raka dengan nada antusias.

Livia mengernyitkan dahi sejenak, lalu berkata, “Gue suka buku ‘Sherlock Holmes’. Kalau lo suka yang berhubungan dengan misteri, mungkin lo juga akan suka itu.”

“Gue udah pernah baca beberapa buku Sherlock Holmes. Seru banget!” kata Raka, merasa lebih dekat dengan Livia. “Lo pernah baca buku lain dari penulis yang sama?”

Livia tampak sedikit lebih santai saat membahas buku, tetapi tetap menjaga jarak. “Gue baca beberapa, tapi lebih suka Sherlock Holmes.”

Saat mereka berbicara, beberapa siswa lain melirik ke arah mereka dengan rasa ingin tahu. Raka mulai merasa bahwa pendekatannya mungkin berhasil jika dia terus menunjukkan minat yang tulus.

Bel berbunyi, menandakan akhir dari waktu istirahat. Raka dan Livia kembali ke kelas mereka. Sementara Raka merasa sedikit lebih dekat dengan Livia, dia juga menyadari bahwa dia harus tetap bersabar. Livia masih sangat tertutup dan tidak mudah untuk didekati.

Di kelas, Raka berusaha membuat suasana lebih nyaman dengan membicarakan topik-topik yang ringan. Namun, Livia hanya menjawab dengan singkat, membuat percakapan mereka tetap terasa datar.

Setelah sekolah selesai, Raka kembali berkumpul dengan Genk Keren. Mereka sedang berdiskusi tentang proyek acara sekolah yang akan datang. Raka menceritakan perkembangan terbarunya dengan Livia.

“Jadi, lo udah mulai bisa ngobrol sama Livia?” tanya Alvin, terlihat penasaran.

“Iya, tapi masih susah. Gue ngobrol soal buku dan dia lumayan respon, tapi dia tetep aja dingin,” jawab Raka.

“Kalau gitu, mungkin lo harus cari cara lain buat mendekatinya. Lo harus tahu apa yang dia suka di luar buku,” saran Daffa.

“Bisa jadi. Gue pikir gue harus lebih banyak tahu tentang dia dari teman-teman atau orang-orang di sekelilingnya,” kata Raka, berpikir keras.

Sementara itu, di luar, Livia tampak sedang berdiri di bawah pohon di halaman sekolah, menatap ke arah tempat parkir dengan ekspresi yang sulit dipahami. Raka yang kebetulan lewat, melihat Livia sendirian dan merasa ini kesempatan yang baik untuk mencoba mendekatinya lagi.

“Livia, lo mau temenin gue sebentar? Gue mau ngebahas sesuatu,” kata Raka dengan nada ramah.

Livia menoleh, dan meskipun dia tidak menunjukkan ekspresi yang jelas, dia mengangguk. “Oke.”

Mereka berjalan menuju tempat yang lebih tenang di taman sekolah. Raka merasa ini adalah kesempatan untuk mengajak Livia berbicara lebih dalam tentang dirinya dan mencoba untuk lebih memahami gadis ini.

“Gue lagi coba mendekatinya,” kata Raka. “Mungkin lo bisa bantu gue.”

“Gue bisa kasih beberapa tips. Misalnya, lo harus tahu lebih banyak tentang aktivitas yang dia suka,” kata Alvin, memberikan saran yang berguna.

Raka mengangguk, merasa lebih siap untuk menghadapi tantangan. “Gue bakal coba cari tahu lebih banyak.”

Malam harinya, Raka tidak bisa tidur nyenyak. Pikirannya terus dipenuhi oleh Livia dan bagaimana cara terbaik untuk mendekatinya. Rasa penasaran dan keinginan untuk mengenal Livia lebih dalam membuat dia terjaga sepanjang malam.

Ketika hari keempat tiba, Raka merasa lebih siap untuk menghadapi tantangan. Dia memutuskan untuk mendekati Livia dengan cara yang lebih langsung. Setelah pelajaran selesai, dia melihat Livia sedang duduk sendirian di taman sekolah. Dia mengumpulkan keberanian dan mendekati Livia.

“Livia, gue pengen ngajak lo ngobrol lebih banyak. Mungkin kita bisa pergi ke kafe atau tempat lain setelah sekolah?” tanya Raka.

Livia menatapnya dengan mata yang sulit dipahami. “Gue ga tau. Gue butuh waktu buat mikir.”

“Gue ngerti. Lo boleh mikir dulu. Gue cuma mau ngenalin diri gue lebih baik,” kata Raka dengan nada tulus.

Livia mengangguk pelan. “Oke, gue bakal mikir.”

Saat Raka meninggalkan taman sekolah, dia merasa campur aduk antara harapan dan kekhawatiran. Dia tahu bahwa proses untuk mendekati Livia tidak akan mudah, tetapi dia juga merasa bahwa dia harus terus berusaha.

Sementara itu, Livia berdiri di taman, merenung tentang perasaannya sendiri. Dia tahu bahwa mendekati Raka bisa membuka kembali luka lama, tetapi di sisi lain, dia juga merasa sedikit terhubung dengan pria ini. Tugasnya adalah menjaga keseimbangan antara tujuan balas dendamnya dan perasaannya yang mulai muncul.

---

Bersambung...

CINTA TERSEMBUNYI DI BALIK SENYUMAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang