BAB 14 : UJIAN DAN KEPUTUSAN

28 28 1
                                    

Hari-hari di SMA Gemilang Cendekia berlalu dengan cepat. Setelah pertemuan tak terduga dengan Rina, suasana antara Raka dan Livia mulai kembali normal. Namun, Raka merasa ada ketegangan yang tersisa di dalam dirinya. Dia tidak bisa mengabaikan perasaan bahwa masa lalu mungkin belum sepenuhnya berlalu, dan hal itu mulai mempengaruhi hubungannya dengan Livia.

Hari Jumat pagi, Raka tiba di sekolah dengan semangat. Dia berencana untuk berbicara dengan Livia tentang rencananya untuk akhir pekan. Namun, dia menemukan Livia sedang duduk di bangku taman sekolah, tampak serius dan merenung.

“Hey, Livia. Lo oke?” tanya Raka sambil mendekat.

Livia mengangkat kepalanya dan tersenyum lemah. “Oh, hey Raka. Gue cuma lagi mikirin beberapa hal. Ada banyak yang perlu dipikirkan akhir-akhir ini.”

Raka merasa khawatir. “Lo mau cerita? Mungkin gue bisa bantu.”

Livia ragu sejenak sebelum akhirnya berbicara. “Gue cuma ngerasa agak bingung akhir-akhir ini. Gue tahu hubungan kita lagi berkembang dengan baik, tapi gue juga punya banyak hal yang harus dipikirkan.”

Raka duduk di samping Livia, merasa penting untuk mendengarkan dan memahami perasaannya. “Gue ngerti. Kadang-kadang, kita butuh waktu untuk mencerna segala sesuatu yang terjadi. Lo punya ide tentang apa yang lo mau?”

Livia mengangguk. “Gue cuma ngerasa kayak gue perlu lebih banyak waktu buat diri sendiri. Ada beberapa hal yang gue pengen selesaikan dan pikirkan sebelum gue bisa benar-benar fokus sama hubungan kita.”

Raka merasa campur aduk antara pengertian dan kekhawatiran. “Lo mau gue bantu dengan cara apa? Atau lo lebih butuh waktu sendiri?”

Livia tersenyum lembut. “Gue rasa gue butuh waktu sendiri buat berpikir, tapi gue juga perlu tahu kalau lo ada di sini buat gue. Gue pengen lo ngerti kalau ini bukan tentang lo, tapi lebih tentang gue yang lagi mencoba nyari jawaban.”

“Gue paham. Gue akan kasih lo ruang yang lo butuhkan, tapi gue juga akan selalu ada buat lo kapan pun lo butuh gue,” kata Raka, berusaha memberikan dukungan.

Livia mengangguk dengan rasa terima kasih. “Makasih, Raka. Gue bener-bener menghargai pengertian lo.”

Setelah percakapan itu, Raka merasa lebih tenang, meskipun ada rasa khawatir yang tersisa. Dia memutuskan untuk fokus pada kegiatan sekolah dan berusaha memberikan Livia waktu yang dia butuhkan.

Di sekolah, Raka berusaha untuk tetap positif dan fokus pada aktivitas-aktivitasnya. Dia membantu Genk Keren dengan beberapa proyek dan berusaha menjaga suasana tetap ceria di sekitar teman-temannya. Meskipun pikirannya sering kali kembali kepada Livia, dia tahu bahwa dia perlu memberikan ruang bagi Livia untuk memproses perasaannya.

Saat istirahat siang, Raka duduk bersama teman-temannya di kantin. Genk Keren tampak lebih santai dan bahagia, dan suasana di meja mereka cukup ceria.

“Andi, Dika, Bima, kalian ada rencana akhir pekan ini?” tanya Raka sambil menikmati makan siangnya.

Dika mengangguk. “Gue rencananya mau pergi hiking sama beberapa teman. Lo sendiri gimana?”

Raka berpikir sejenak. “Gue belum pasti. Mungkin gue bakal ngabisin waktu sendiri atau bareng teman-teman. Gue pikir mungkin bagus juga buat lo kalau kita punya waktu terpisah.”

Bima menatap Raka dengan perhatian. “Lo ngerasa oke, Raka? Kayaknya lo lagi agak gak tenang.”

Raka menghela napas. “Gue cuma lagi ngerasa ada beberapa hal yang harus diurus, terutama terkait hubungan gue sama Livia. Gue ngerti dia butuh waktu sendiri, tapi itu juga bikin gue merasa bingung.”

Andi mencoba memberikan dukungan. “Kadang-kadang, kita perlu waktu buat diri sendiri buat nyelesain masalah kita. Yang penting, lo tetep sabar dan jangan lupa jaga komunikasi.”

Raka mengangguk. “Gue tahu. Gue bakal terus berusaha sabar dan kasih dia ruang yang dia butuhkan.”

Setelah makan siang, Raka memutuskan untuk menjalani kegiatan akhir pekan dengan cara yang produktif. Dia memanfaatkan waktu itu untuk menyelesaikan beberapa tugas sekolah dan mengejar hobi-hobinya. Meskipun dia merasa ada kekosongan tanpa Livia, dia mencoba untuk tetap fokus dan positif.

Sabtu sore, Raka memutuskan untuk mengunjungi perpustakaan dan membaca beberapa buku yang telah lama ingin dia baca. Dia merasa bahwa waktu sendiri ini membantunya untuk berpikir lebih jernih dan merencanakan langkah berikutnya.

Saat dia sedang membaca di perpustakaan, dia mendapat pesan dari Livia. “Hey, Raka. Gue pikir mungkin kita bisa ketemu dan ngobrol sedikit. Gue rasa gue udah siap buat ngobrol tentang beberapa hal.”

Raka merasa senang dan sedikit cemas. Dia membalas pesan tersebut, “Tentu, Livia. Kapan dan di mana kita bisa ketemu?”

Livia menjawab, “Bagaimana kalau jam tujuh malam di kafe favorit kita?”

Raka setuju, dan mereka merencanakan untuk bertemu malam itu. Selama sisa hari itu, Raka merasa campur aduk antara antusias dan kekhawatiran. Dia berharap percakapan malam itu akan membawa kejelasan dan membantu mereka untuk maju dalam hubungan mereka.

Ketika malam tiba, Raka tiba di kafe dengan perasaan campur aduk. Livia sudah menunggu di meja yang mereka pilih sebelumnya, tampak lebih tenang dan siap untuk berbicara. Raka mendekat dan duduk di seberangnya.

“Hey, Livia. Terima kasih sudah ngajak gue ngobrol malam ini,” kata Raka sambil tersenyum lembut.

Livia mengangguk. “Raka, gue merasa udah siap buat ngomong. Gue pikir udah saatnya kita jelasinn beberapa hal.”

Raka mendengarkan dengan penuh perhatian saat Livia mulai berbicara. “Gue udah mikir banyak tentang hubungan kita. Gue tahu gue butuh waktu sendiri, tapi gue juga sadar kalau kita perlu jelas tentang apa yang kita inginkan dari hubungan ini.”

Raka merasa hatinya berdebar. “Gue siap dengerin dan ngebahas apa pun yang lo rasa penting.”

Livia melanjutkan, “Gue udah memikirkan apa yang gue inginkan di masa depan. Gue paham kalau kita harus punya tujuan yang sama dan saling mendukung satu sama lain. Gue juga paham kalau hubungan ini butuh komitmen dari dua belah pihak.”

“Gue setuju. Gue juga ngerasa penting buat kita saling jujur dan terbuka tentang harapan kita. Gue pengen kita bisa bangun hubungan yang solid dan saling mendukung,” kata Raka dengan penuh keyakinan.

Percakapan itu berlangsung dengan penuh kejelasan dan kedalaman. Mereka membahas harapan, tujuan, dan cara-cara untuk mengatasi tantangan bersama. Meskipun ada ketegangan, percakapan tersebut memberikan kejelasan dan menguatkan komitmen mereka satu sama lain.

Ketika malam semakin larut, mereka akhirnya merasa lebih tenang dan puas dengan hasil percakapan mereka. Raka dan Livia merasa bahwa mereka telah mengambil langkah penting untuk memperkuat hubungan mereka.

Setelah perbincangan, mereka berjalan keluar dari kafe dengan perasaan lega dan bahagia. Raka merasa yakin bahwa mereka bisa menghadapi masa depan bersama, dengan pemahaman dan komitmen yang lebih kuat.

---

Bersambung...

CINTA TERSEMBUNYI DI BALIK SENYUMAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang