Sepasang Kekasih

10 5 2
                                    

Sudah beberapa bulan ini aku dekat dengan Nuansa. Memang, waktu begitu cepat berlalu. Setelah pertemuan di kedai martabak waktu itu, ia mulai mengabariku setiap hari. Bahkan, sekarang sudah lebih intens. Ia selalu menanyakan keadaanku, sering tanya sudah makan atau belum, dan selalu mengirimkan makanan kesukaanku lewat go food.

"Ris, hari ini ada waktu?"

"Gak ada."

"Jalan yuk!"

Nuansa datang kerumah, menyalami ibu dan meminta izin membawaku pergi dalam petualangannya. Terlalu berlebihan. Ia mengajakku ke toko buku langganannya.

"Kamu harus baca ini Ris."

Nuansa memberiku satu buku The Chronicles Of Narnia. Meski aku tidak suka membaca, tapi aku mulai coba mencintai buku seperti dirinya.

Selepas dari toko buku, ia mengajakku ke pasar malam. Aku bersorak ria, senang sekali rasanya. Nuansa membelikan gulali, makan berdua dan naik bianglala. Wajahnya berbinar, senyumnya tulus, aku suka itu.

Kalian tahu? Aku tidak bisa membohongi diriku kalau aku mulai menyayangi Nuansa. Dari kekosongan hidupku, ia seperti Nahkoda yang datang kelautan dan menjemputku bertualang. Ia memberiku banyak kesenangan selama ini.

Nuansa kemudian memasang earphone ditelinganya. Earphone sebelah kanan ia pasangkan ditelingaku, lalu menyetel lagu Jatuh Suka dari Tulus.

Ini semua bukan salahmu

Punya magis perekat yang sekuat itu

Dari lahir sudah begitu

Maafkan....

Aku jatuh suka

Nuansa ikut bersenandung. Aku tersenyum. Suaranya lumayan. Meski kuakui memang sangat beda jauh dengan suara si penyanyi.

Angin malam menghempas rambutku perlahan. Nuansa mengusap rambutku lembut. Pipiku mulai memerah, jantungku berdegup tak karuan. Kami saling pandang. Tidak ada jarak diantara kami. Aroma strawberry menguar diudara, melengkapi suasana malam ini.

Ia kemudian menyenderkan kepalaku di bahunya. Rasanya nyaman, aku memang sudah menyayanginya. Meski dari awal, aku tidak yakin dengan laki-laki. Takut suatu saat ia akan sama seperti ayahku. Tidak. Aku yakin Nuansa tidak begitu.

"Iris, kamu sudah cukup dewasa untuk memahami bahwa perlakuanku selama ini mengarah pada satu tujuan. Perasaanku yang seharusnya tidak perlu diungkapkan--harus segera diberitahu. Sejak pertama bertemu, kamu menyihirku seperti pujangga yang sedang menunggu sang kekasih."

Aku mengerti perkataannya. Ia sudah cukup tua untuk bisa menembakku seperti cerita cinta anak SMP. Meski umur kita beda enam tahun, itu tidak masalah. Bahkan, itu yang aku butuhkan. Memiliki pasangan dewasa dan pemikiran yang dewasa pula.

Aku mendongak dan menatapnya.

"Kamu juga sudah cukup dewasa untuk mengerti responku selama ini, Sa."

"Itu artinya...."

"Iya. Kamu paham kan?"

Sepasang kekasih. Iya. Itu gelarnya.

Dia Biruku yang Tenggelam [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang