The First Encounter

80 10 0
                                    

"I'm already used to you being this cold. But keepin'you close shouldn't be hard." 🎵Luke Chiang - Shouldn't Be


***

1 tahun setelah aku dan Revanda terakhir berbicara di dunia maya. Waktu cepat sekali berlalu, aku sudah gak pernah memikirkan tentang Revanda lagi

Hari ini adalah hari pertama aku menjadi anak kelas 9. Setiap tahun kelas nya di rotate. Entah kenapa di tahun ini, aku malas cari tahu aku sekelas dengan siapa. Aku hanya mau sekolah ini berakhir dan menjadi anak SMA secepatnya. Supaya aku bisa pindah sekolah dan membuka lembaran baru. Jauh dari Revanda.

Aku sampai di sekolah cukup telat, karena harus mengantar adikku yang paling kecil untuk masuk SD. Aku jadi terjebak di kemacetan, dan harus terlambat sekolah.

07.05 AM

"Diera, kamu telat. Sekolah masuk jam 06.45, kamu harus absen dulu di buku keterlambatan." Ucap guru piket di hari itu.

"Duh pak, maaf ya saya telat. Gak akan terulang lagi, kok." Ucapku sambil buru-buru menaruh tas di lantai dan segera mengisi buku piket. "Tadi saya harus antar adik sekol—"

"Haduh Revanda, telat lagi kamu! Kelas 8 sering telat, ini baru hari pertama naik kelas 9 udah telat aja!" Teriak guru piket, memotong pembicaraanku.

Jantungku rasanya berdegup kencang. Terlalu kencang sampai aku takut Revanda dan guru piket bisa mendengar. Untuk pertama kalinya aku berdiri disampingnya tanpa jarak 1 meter atau lebih. Aku bisa melihat Revanda sedekat ini. Rambutnya menjadi sedikit gondrong, poninya terangkat sedikit dan mukanya semakin tampan. Rahangnya semakin terlihat jelas dan menawan. Revanda menoleh dan melihatku menatapnya, dengan cepat aku pura-pura mengisi buku keterlambatan yang sudah aku isi.

"Sudah diisi belum? Cepat, supaya Revanda bisa isi juga." Ucap guru piket sambil menunjuk Revanda.

"Lo mau gambar di buku piket?" Ucap Revanda bercanda, tapi di pendengaranku sangat ketus.

Aku tidak menjawab dan langsung memberikan buku piketnya ke Revanda. 

Disaster aku pikir aku bisa langsung ke kelas tanpa harus berkomunikasi dengan dia. 

Guru piket berteriak lagi saat aku mencoba lari ke kelas "Loh mau kemana kamu? Lari dulu di lapangan 5 putaran! Revanda, kamu juga." 

Aku berlari dengan cepat supaya aku bisa dapat ke kelas. Tapi, Revanda mencoba mengajakku berbicara.

"Diera, jangan cepat-cepat dong. Gue capek!"

"Siapa suruh ngikutin? Lari aja sendiri."

"Guru piket bilang kita harus lari bareng." Jawabnya tergopoh mengikuti pace lariku.

"Ngarang aja. Sejak kapan hobi kamu bohong?"

Revanda berhenti berlari. Tangannya mengelap keningnya yang mulai berkeringat, lalu berkata setelah diam sejenak dia melanjutkan "Lo masih pakai aku-kamu ke semua orang? Even ke cowok?"

Aku menjawab santai "Emangnya kenapa?"

Revanda enggak menjawab dan melanjutkan lari. Aku sudah lari 3 lap, Revanda juga. Di lap ke 4, kami tidak berkata apa-apa.

Di lap terakhir pun kita hanya diam seribu kata. Hanya nafas dan hentakan kaki yang terdengar.

Aku dan Revanda menyelesaikan lari, kami duduk sebentar untuk mengatur nafas dan minum air putih sebelum kembali ke kelas.

Aku duduk bersampingan dengan jarak 1 meter dari Revanda. Pagi itu hening sekali hanya ada suara burung berkicau, sampai Revanda membuka mulutnya. "Diera."  Sahutnya pelan.

Aku hanya terdiam.

"Aku pikir kamu pakai aku-kamu hanya ke aku aja." Lanjut Revanda.

Aku mendengar nada cemburu dari suaranya barusan.

"Aku gak terbiasa ngomong gue-lo ke siapapun. Mau cewek atau cowok. Gak tau kenapa." Jawabku sambil menoleh ke arah Revanda, lalu segera membuang muka saat tahu Revanda masih mentapku dari jauh.

Revanda menghela nafas panjang sebelum ia bergegas berdiri. Dan meninggalkanku di lapangan sendiri.

Aku berdiri saat nafasku sudah kembali seperti semula dan bergegas ke kelas.

Okay, Diera, sekarang cari kelas kamu. Ucapku ke diri sendiri.

Aku melihat nama lengkapku di list kelas 9D. Tasha Nadiera Janica. Lalu, tepat diatas namaku aku menemukan nama lengkap lelaki yang barusan saja membuat jantungku berdegup kencang.

Aku bergegas membuka pintu kelas, dan melangkahkan kakiku walaupun rasanya berat. Kakiku masih sakit karena habis lari dan lemas karena tahu aku sekelas dengannya.

Aku melihat Revanda sudah duduk di dalam kelas.

Aku hanya melihat satu kursi kosong tepat 1 baris dari tempat Revanda duduk. 

Kenapa disaat aku dan Revanda sudah tidak dekat, aku malah dapat satu kelas dengan dia? 

Aku meminta maaf ke guru kelas karena terlambat dan segera duduk. Ketika aku menaruh tas ranselku di laci meja, someone poked me.

Aku menoleh dan mendapati Revanda sedang tersenyum sambil menopang pipinya dengan tangannya dan berkata.

"Well, Diera. Fate brought us together, again"

***


Hi Lovely Readers!

Minta bantuannya untuk vote dan follow yaaa. Semoga kalian suka dengan kisah yang aku tulis dan menantikan kisah Revanda dan Diera di chapter selanjutnya!

Much love,

TNA

Crush(ing) HardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang