The Second Encounter

22 5 0
                                    

"The real love is selfless, sounds like something you'd say. But as long as you're happy, then I'm happy too." Bruno Major - Trajectories

***

Aku masih menatap Acha dengan tidak percaya. Mulutku terbuka lebar, ingin sekali memaki Acha yang tega pacaran dengan mantan sahabatnya yang brengsek.

Di satu sisi, aku enggak merasakan perasaan bersalah dari Acha. Mungkin Acha pikir ini hal yang bisa aku maklumi? Karena hubunganku dan Egha hanya masa lalu.

"Ngomong dong Dier, kok diem aja!" Acha membuyarkan lamunanku.

Aku terduduk membisu. Sulit mencerna pertanyaan yang di lontarkan sahabatku. Acha melanjutkan dengan pertanyaan yang aku pikir sangat menyakitkan keluar dari mulut sahabatku sendiri.

"Gue mau nanya deh, Egha pas pacaran sama lo, dia gimana sih? Dia perhatian gak ke lo?" 

Is she being real right now?

Aku ingin segera pergi dari sini. Acha jelas-jelas tahu gimana sikap Egha ke aku, kita sering jalan bareng. Acha juga tahu penghianatan Egha terhadapku. Betapa Egha telah menyakitiku.

Acha melanjutkan lagi, "Egha masa waktu itu tiba-tiba megang tangan gue, dan sikapnya lembut banget. Gue gak tahu harus bersikap gimana, makanya gue mau tanya lo." Sekarang mukanya terlihat sumringah dan disitu aku tertegun. Betapa Acha dengan gamblangnya menceritakan ini semua tanpa ada rasa gak enak. 

Membuatku bertanya dalam hati, is she really my best friend?

***

2 minggu setelah pengakuan Acha, aku memutuskan persahabatanku dengan Acha. Aku benar-benar gak merasa nyaman dengan persahabatan ini. Dengan Egha kembali di hidupku, aku lebih baik menghindar.

Aku berhenti menanyakan kabar Acha dan ia juga sudah sibuk dengan sekolah pilotnya yang di luar Jakarta itu. Memang cepat atau lambat, persahabatan kita rasanya akan merenggang dengan sendirinya, karena jarak. Ditambah dengan penghianatan Acha, aku sedih kehilangan sahabat yang dulunya sangat dekat. 

Aku gak pernah merasa cemburu dengan Acha dan Egha, tapi nyatanya bahwa Acha memilih pacaran dengan Egha, membuatku bertanya apa persahabatan ini tulus?

Semuanya memburuk disaat aku juga gak mendengar kabar dari Revanda, setelah kejadian malam itu.

Saat itu, rasanya duniaku hampa. Aku kehilangan 2 sahabatku dalam waktu yang bersamaan.

***

Sudah 6 bulan lamanya aku gak ketemu lagi dengan Revanda. Seakan-akan dia hilang di telan bumi. Terkadang aku menghabiskan waktu di balkoni kost dan berharap ada sosok laki-laki itu muncul. 

Aku makan di tempat makan kesukaan kita, berharap bahwa Revanda akan berada disitu juga. Tapi, nihil. 

Sampai suatu hari di bulan Oktober, aku diajak teman kampusku, Juli namanya, untuk ikut pesta halloween di sebuah klub bergengsi di Jakarta Selatan. 

"Dier, kita pre-drink di rumah teman gue dulu ya." Juli memberi tahu saat menelfonku. 

Gak lama setelahnya, aku sampai dirumah yang gak asing untukku.

Aku pernah kesini sebelumnya, aku mengenali rumah ini.

Saat itu juga, lelaki yang selama 6 bulan ini aku tunggu kehadirannya lebih dari apapun, muncul di hadapanku.

Di waktu dan tempat yang enggak aku sangka, Revanda berjalan mendekatiku.

"Hai, apa kabar Diera?"

***

Crush(ing) HardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang