The Second Tension

21 4 0
                                    

Pesta di apartment Thomas dengan cepat menjadi ramai sekali. Ada lebih dari 20 orang di dalam.

Aku butuh udara segar, sambil menuangkan segelas wine, aku melangkahkan kakiku ke luar balkoni. Aku melihat jacuzzi yang kosong, meletakan tanganku ke dalam air hangat, sambil menegak wine.

"Gak suka keramaian juga?" Suara itu mengaggetkanku.

Aku menoleh, mencari arah suara itu. Ternyata Richard sedang meminum wine di kursi balkoni.

"Iya. Rame banget di dalem." Jawabku gugup.

Richard mengamatiku yang masih berdiri di samping jacuzzi.

"Diera, kan? Mind to join me?" Tanya nya sambil mengangkat gelas wine ke arahku dan menarik kursi kosong ke sebelahnya. 

Aku menghampirinya dan duduk bersamanya.

Richard menoleh ke arahku, "Kita belum kenalan secara resmi. Gue Richard, Richard Parker. Sepupu jauhnya Thomas." 

"Sepupu jauh?"

Richard tersenyum. "Orangtua kandung Thomas cerai, terus mamanya menikah lagi sama om gue, sejak gue dan Thomas masih kecil." 

Aku mengangguk, sampai saat ini aku gak menghitung bahwa Thomas adalah temanku. Aku sama sekali gak tahu kehidupan Thomas.

"Lo kuliah bareng Thomas juga? Kok gue gak pernah lihat lo sebelumnya." 

Richard tersenyum tipis, "Nggak. I'm actually older than Thomas." 

Berarti tebakanku benar, wajah Richard kelihatan lebih dewasa dari Thomas. 

"Really? How much older?" Tanyaku penasaran.

Richard menoleh dan mengedipkan satu matanya, "I'm 31 next year." 

Entah kenapa pipiku terasa hangat, untung di balkoni ini lampunya gak seterang di dalam apartment. Karena aku bisa malu kalau sampai Richard lihat pipiku memerah.

Baru kali ini aku bertemu dengan seseorang yang jauh lebih tua dariku. 6 tahun lebih tua. 

Richard berdeham sebelum bertanya, "Udah lama temenan sama Thomas?"

"Oh, nggak. We just have some mutual friends, bahkan gue baru tahu kita satu kampus ya hari ini." Aku tertawa. Betapa sempit dunia ini, batinku.

Richard punya aura yang kuat, walaupun jarang berbicara dan gak terlalu banyak omong seperti Revanda, aku merasa gugup berada di dekatnya. Entah karena perbedaan umur diantara kita, atau karena Richard punya karisma yang gak pernah aku temui di laki-laki manapun.

"Jadi, lo memang tinggal disini atau gimana?" Aku semakin penasaran dengan sosok Richard ini. Walaupun baru bertemu sebentar, tapi ada sesuatu yang membuatku ingin tahu lebih dalam lagi. 

Richard menyenderkan bahunya ke dinding, tubuhnya kelihatan lebih santai. "Sebenarnya gue tinggal di Belanda. Gue baru pindah ke Aussie 6 bulan yang lalu, karena kerjaan." Ucapnya, mengambil botol wine di sampingnya dan mengisi gelasnya yang kosong.

"Mau wine lagi?" Tanya Richard sebelum menuangkan ke gelasku juga. 

"Jadi, setelah kerjaan lo selesai, lo bakal pindah lagi ke Belanda?" Tanyaku.

"Mungkin. Soalnya keluarga gue tinggal di Belanda, nyokap gue Orang Indonesia tapi bokap gue yang dari Belanda. Jadi, ya kehidupan gue disana. Kalau lo kuliah aja disini atau bakal tinggal selamanya?" Richard menegak winenya dan menatapku lagi.

Mata kita bertemu, aku bisa melihat mata Richard berwarna coklat tua, hidungnya mancung, dan rahangnya tegas. Ada sedikit kumis tipis di wajahnya. Tiba-tiba dadaku berdegup, hanya karena Richard memandangku.

Crush(ing) HardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang