𓆩04 - Sampai Nanti Hareswara𓆪

63 15 0
                                    


Panca menatap dirinya yang ada didalam cermin full body. Benar saja, sang kakak tidak melihat—bisa dibilang tidak bisa melihat bekas telapak tangan dilehernya. Termasuk bi Dhisa, juga pak Laksa. Panca memastikannya setelah rampung makan malam soalnya.

Tapi, kenapa dua sahabatnya bisa melihatnya?

Panca benar-benar tidak tahu. Dirinya merasa terombang-ambing sekarang. Ia memeluk diri, menatap kedua netra abu-abunya yang terpampang didalam cermin.

"Shut...."

'Apa itu?'

Panca terduduk, menutup kedua netranya dan memeluk dirinya sendiri. Sesuatu mengganggu dirinya. Tapi tidak tahu apa itu.

"Shut... Ora kaiki, cah apik."

*Tidak apa-apa, anak bagus.

Sesuatu yang lain merengkuh dirinya. Dingin, tapi terasa hangat. Apalagi usapan lembut di pucuk surainya. Merayunya dalam sebuah kenyamanan.

"Ora kaiki."

Tit! Tit! Tit!

Panca terbangun. Suara alarm dimeja makasih samping tempat tidur membuat Panca sedikit terperanjat. Ia terduduk dipinggir, mematikan alarm yang telah terpasang.

Lagi dan lagi....

06.00

Panca bangkit, dirinya harus sekolah. Setelah mandi dan mengenakan seragam, Panca segera menyambar ransel lalu pergi ke ruang makan untuk sarapan. Sarapan terakhir kali untuk dua minggu kedepan bersama sang kakak. Hareswara akan pergi hari ini. Sedih rasanya walau sudah dirasakan berkali-kali.

"Kak," panggil Panca. Hareswara tersenyum tipis. Dirinya bisa melihat, wajah yang akan menangis itu.

"Sudah, sarapan." Hareswara menepuk-nepuk pucuk surai hitam itu. Dirinya juga merasa tidak rela, tapi pekerjaan membuat dirinya harus rela. Panca menurut. Ia makan  roti selai miliknya.

"Nanti bisa ajak Abimayu sama Bimantara kesini," kata Hareswara hendak menyesap kopi. Dirinya sudah makan. Supaya tidak terlambat naik pesawat, sekaligus memberi petuah kepada sang adik.

Panca mendengarkan seraya makan.

"Kalau nggak, ajak Kanaya buat nginep."

Kanaya Marlengga nama lengkapnya. Panca tentu ingat, kakak sepupu yang usianya sudah sepantaran dengan Hareswara tapi tingkahnya masih mirip anak gadis SMA. Perempuan itu juga yang membuat panggilan "Ca"—kependekan dari "Caca" yang dibuat oleh sang kakak sepupu untuk Panca.

"Juga, mungkin romo tidak akan berkunjung bulan ini."

Romo. Sang ayah. Setelah kepergian sang istri, yaitu sang ibu. Romo menyibukkan dirinya dengan pekerjaan. Menurut Panca pria itu tidak terlalu menelantarkan, hal tersebut bisa dilihat dari semua hadiah dan panggilan telepon yang diterima oleh dirinya.

Terutama saat ulang tahun. Sang romo pasti akan selalu datang dan memberi kecupan di kening layaknya seorang ayah yang bangga melihat putranya telah bertumbuh.

"Ya kak. Ca mengerti." Panca telah rampung menandaskan sarapannya. Hareswara juga telah rampung menandaskan kopinya. Jam masih pagi, tapi Hareswara tetap akan pergi.

Dihalaman rumah, Panca memeluk sang kakak. Berharap perjalanan panjang sang kakak akan baik-baik saja. Dirinya tidak bisa ikut mengantarkan sang kakak ke bandara. Dirinya harus sekolah.

Hareswara mengusap surai sang adik.

"Belajar yang baik. Kakak bakal cepet pulang," kata Hareswara. Panca melepas pelukan, ia mengangguk-angguk.

"Dasar cengeng." Hareswara mencubit pipi kanan sang adik. Kedua netra abu-abu itu hendak mengeluarkan lelehan air bening. Panca menggeleng kuat, ia cemberut.

"Ca nggak cengeng," kata Panca menghalau lelehan air bening yang masih saja berusaha untuk mengalir. Hareswara mendengus pelan, dasar adik tersayangnya.

"Kakak pergi."

Hareswara masuk kedalam mobil. Ia membuka jendela, melambaikan tangannya. Panca membalas. Mobil melaju. Meninggalkan Panca bersama tangis cengeng tertahan miliknya.

A/N : Wkwkwk, anak aku yg satu ini cengeng ygy.

"Tuan kecil, mari pergi ke sekolah," kata pak Laksa menginterupsi. Panca menganggukkan kepalanya perlahan. Ia masuk kedalam mobil, duduk dan meletakkan ransel disampingnya.

Pak Laksa memperhatikan dari kaca spion. Pak Laksa tentu paham, sebagaimana dekat tuan kecil dari Marlengga ini jika disandingkan dengan sang tuan muda Hareswara. Dan jika dipisahkan, pasti akan menimbulkan kesedihan teruntuk keduanya yang sedari kecil telah bersama.

"Tuan muda pasti akan segera pulang tuan kecil. Tuan kecil jangan sedih, nanti tuan muda jadi ikut sedih." Pak Laksa menyerahkan sebuah permen.

Panca menerima. Ia memakannya, segera setelahnya rasa manis coklat memenuhi mulutnya. Ia menganggukkan kepalanya. Pak Laksa segera melajukan mobil, agar sang tuan kecil tidak terlambat ke sekolah.

𝒫𝒜𝒩𝒞𝒜 𝐼𝒩𝒟𝑅𝒜

Panca masuk ke sekolah dengan wajah murung, sehingga menimbulkan tanda tanya siswa-siswi yang telah dilewati dirinya sepanjang lorong.

Siswa-siswi tentu kenal siapa Panca. Anak kelas sepuluh yang selalu ramah, lucu, dan perhatian dalam berteman. Tapi semua itu tidak ada hari ini, hanya ada wajah murung.

Panca sampai dikelas dan langsung duduk di kursinya. Bimantara dan Abimayu yang menyadari menghampiri. Sekalian membawa permen kalau-kalau sahabatnya yang satu ini benar-benar sedang bersedih hati.

"Ca, kenapa lo?" tanya Abimayu seraya menarik kursi agar bisa duduk dihadapan meja Panca. Si empu yang ditanya menghela nafas, lalu menjawab,

"Kak Hares pergi keluar negeri."

Bimantara dan Abimayu langsung mengerti. Panca menyenderkan punggungnya ke kursi.

"Dia bakal pulang dua minggu lagi."

"Lama banget," kata Bimantara yang duduk di samping meja Panca. Pemuda itu menyerahkan permen. Panca menerima lagi. Dirinya jadi bingung, kenapa semua orang jadi tahu permen kesukaannya?

"Mau bagaimana lagi, masalahnya kayaknya lumayan susah." Panca membuka lalu memakan permen coklat itu. Terhitung sudah dua kali ia makan permen. Semoga nanti malam giginya tidak sakit.

"Nggak pa-pa. Nanti habis pulang sekolah, kita berdua bakal main ke rumah lo." Bimantara menepuk pundak kanan Panca. Sudah dibilang kan, kalau putra tunggal Kaengsen ini merupakan orang yang perhatian menurut Panca?

Abimayu tersenyum lebar. "Nanti kita main game! Sekalian beli camilan, sama main game yang keluaran terbaru itu!"

Panca mengangguk secara perlahan seraya tersenyum tipis. Kedua sahabatnya ada disampingnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 16 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ℙ𝔸ℕℂ𝔸 𝕀ℕ𝔻ℝ𝔸Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang