19 : Rasa Cemburu (2)

3.3K 253 0
                                    

Setiap hari, gadis itu selalu datang mengunjungi King di bengkel. Wanita cantik dan anggun, seorang model terkenal, selalu tampak memukau dalam setiap penampilannya. Wajahnya yang sempurna dan senyumnya yang memikat menarik perhatian semua orang di sekitar, termasuk para teknisi di bengkel yang tak henti-hentinya membicarakan kecantikan dan pesonanya.

Mathias, yang selalu bekerja di pojokan bengkel, mencoba sekuat tenaga untuk tidak memperhatikan mereka. Dia berusaha fokus pada pekerjaannya, namun suara tawa lembut dari gadis itu dan cara King tertawa bersamanya begitu sulit diabaikan. Setiap kali Mathias mendengar suara mereka, hatinya terasa seakan diremas. Rasa cemburu yang dia rasakan tidak bisa ditahan, meskipun dia tahu bahwa perasaannya ini tidak seharusnya ada.

King dan gadis itu selalu tampak bahagia bersama. Mereka berbicara dalam nada yang akrab, dan tidak jarang gadis itu menempel manja pada King. Sesekali, King akan menaruh tangannya di bahu gadis itu atau membelai rambutnya dengan lembut, membuat Mathias merasa semakin terasing dari hubungan yang mereka miliki.

Hari demi hari, situasi ini terus berulang. Gadis itu datang dengan mobil mewahnya, disambut dengan senyuman dari King, dan mereka menghabiskan waktu bersama di bengkel. Mathias hanya bisa menundukkan kepala, bekerja lebih keras untuk mengalihkan pikirannya dari apa yang dia lihat dan rasakan.

Salah satu teman kerja Mathias, juga seorang pembalap yang bernama Leo, suatu hari mendekati Mathias dengan senyum sinis. "Hei, kau lihat? Gadis cantik itu benar-benar berhasil mendapatkan hati King. Mereka terlihat seperti pasangan sempurna," ucapnya dengan nada menggoda.

Mathias hanya mengangguk kecil, mencoba tersenyum meski perasaannya hancur di dalam. "Ya, mereka terlihat sangat cocok," jawabnya pelan.

Leo menatap Mathias, seolah bisa membaca sesuatu dari sikapnya. "Kau baik-baik saja? Kau terlihat agak murung belakangan ini."

Mathias segera menggelengkan kepalanya. "Tidak, aku baik-baik saja, aku mungkin hanya merasa lelah."

Leo mengangkat alisnya, tampak tidak yakin dengan jawaban Mathias. Namun, dia tidak bertanya lebih jauh dan kembali bekerja. Meskipun begitu, perasaan yang mengganggu Mathias semakin hari semakin kuat. Melihat King bersama gadis itu terasa seperti tusukan tajam di hatinya, namun Mathias tidak bisa berbuat apa-apa selain menerima kenyataan.

Suatu hari, ketika Mathias sedang memperbaiki mesin motor di sudut bengkel, gadis itu kembali datang, seperti biasa. Kali ini, dia membawa King sebuah kotak makanan yang terlihat sangat mewah. Mereka duduk di sebuah meja kecil di belakang bengkel, berbicara dan tertawa sambil menikmati makanan bersama. Mathias berusaha mengabaikan pemandangan itu, tapi tidak bisa menahan diri untuk terus melirik ke arah mereka.

Saat Mathias sedang asyik memperbaiki motor, dia tidak sengaja mendengar percakapan mereka. Gadis itu berbicara dengan nada manis, "Sayang, kau benar-benar hebat di balapan terakhir. Meskipun tidak menang, aku tetap bangga padamu."

King tersenyum kecil. "Terima kasih. Tapi aku sedikit kecewa."

"Jangan khawatir," jawab gadis itu. "Kau pasti akan menang di balapan besar yang berikutnya. Aku yakin."

Mathias merasakan rasa pahit di mulutnya. Dia tahu bahwa King kecewa karena kekalahannya, dan entah bagaimana, dia merasa ikut bertanggung jawab. Meskipun King tidak pernah menyalahkannya secara langsung. Dan sekarang, melihat King mendapatkan dukungan penuh dari gadis cantik itu hanya membuat perasaannya semakin berat.

Setelah makan siang mereka selesai, King dan gadis itu berjalan keluar bengkel, mungkin untuk menikmati waktu bersama di luar. Ketika mereka berjalan melewati Mathias, gadis itu tidak bisa menahan diri untuk melingkarkan tangannya di lengan King, membuat mereka terlihat sangat mesra. Mathias berpura-pura tidak melihat, menundukkan kepalanya lebih dalam ke pekerjaannya.

Namun, setelah mereka berlalu, Mathias tidak bisa menahan lagi rasa sakit yang menghimpit dadanya. Dia merasa sesak, seolah-olah ada beban besar yang menekan hatinya. Dia tahu bahwa King dan gadis itu tidak pernah melakukan kesalahan apapun, tapi kenyataan bahwa mereka begitu dekat membuatnya semakin sulit untuk menerima perasaannya sendiri.

Malamnya, Mathias duduk di dalam kamarnya, menatap kosong ke dinding. Pikirannya terus berputar-putar tentang King dan gadis itu. Dia tidak tahu berapa lama dia bisa bertahan dalam situasi ini. Setiap hari dia harus melihat mereka bersama, tertawa dan berbicara, sementara dia hanya bisa berdiri di pinggir, tidak pernah menjadi bagian dari dunia mereka.

"Apa yang sedang kupikirkan?" Mathias bertanya pada dirinya sendiri lagi. Kenapa dia membiarkan perasaannya kepada King tumbuh sejauh ini? Bukankah dia tahu sejak awal bahwa ini tidak akan pernah berhasil? King jelas memiliki hidup yang berbeda, dunia yang berbeda, dan seseorang yang jelas lebih pantas berada di sisinya.

Namun, meskipun Mathias terus mencoba menekan perasaannya, rasa itu tidak pernah hilang. Setiap kali dia melihat King, perasaannya semakin dalam, semakin sulit untuk diabaikan.

Hari berikutnya, gadis itu kembali ke bengkel seperti biasa. Namun kali ini, dia datang dengan mengenakan gaun yang sangat elegan, terlihat lebih memukau dari biasanya. Semua orang di bengkel menatapnya dengan kagum, dan tidak sedikit yang berbisik-bisik tentang betapa beruntungnya King memiliki pacar seperti itu.

Mathias sedang membersihkan alat-alatnya ketika gadis itu berjalan mendekat, diikuti oleh King. Mereka berdua terlihat seperti pasangan yang sempurna, dan Mathias bisa merasakan seluruh ruangan seolah-olah berhenti untuk sejenak hanya untuk memandangi mereka.

"Tentu saja, mereka memang serasi," pikir Mathias pahit. Dia merasa seperti orang asing di tempat kerjanya sendiri, seolah-olah dia tidak seharusnya berada di sana.

Saat gadis itu berbicara dengan salah satu teknisi, King berjalan mendekati Mathias. "Mathias," panggilnya dengan nada yang sedikit lebih serius dari biasanya.

Mathias menegakkan tubuhnya dan menatap King. "Ada apa?"

King terlihat ragu sejenak sebelum berbicara, "Kau terlihat lelah akhir-akhir ini, apa kau baik-baik saja?"

Mathias menghela napas dalam-dalam, mencoba menyembunyikan perasaan yang bergejolak di dalam dirinya. "Aku baik-baik saja" jawabnya singkat.

King menatap Mathias dengan mata tajam, seolah-olah dia bisa melihat lebih dalam dari sekadar kata-kata. "Yah aku hanya memastikan karena aku tidak ingin melihat ada orang yang tampak setengah mati bekerja disini, "

Mathias merasa dadanya semakin sesak. Dia ingin mengungkapkan semua perasaannya, ingin memberitahu King apa yang sebenarnya terjadi di dalam hatinya. Namun, dia tahu bahwa tidak ada gunanya. King tidak akan pernah melihatnya dengan cara yang sama.

"Terima kasih. Tapi aku baik-baik saja," katanya, meskipun dalam hatinya dia merasa sebaliknya.

King mengangguk pelan dengan ekspresi datarnya.

Setelah King pergi, Mathias merasa semakin tenggelam dalam pikirannya. Setiap kali King berkata kasar padanya ia tidak bisa untuk membencinya meskipun perkataannnya benar-benar menusuk hatinya.

Beberapa hari kemudian, kehadiran gadis itu di bengkel semakin terbiasa. Dia sering datang hanya untuk menemani King, bahkan beberapa kali membawa makanan untuk semua orang di bengkel. Tindakannya yang ramah membuat semua orang semakin menyukainya, kecuali Mathias. Setiap kali gadis itu datang, Mathias merasa semakin tersingkir.










Fallen by Your HandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang