22 : Kontrak

3.4K 221 6
                                    


Selama beberapa hari ini, King juga tampak lebih sering menghabiskan waktu bersamanya. King, yang sebelumnya terlihat lebih dingin dan menjaga jarak, kini lebih terbuka. Mereka berbagi tawa dan percakapan, saling bercerita tentang pengalaman masing-masing. Mathias merasakan adanya sedikit kehangatan yang perlahan mengisi celah di antara mereka.

Sisa kontrak Mathias hanya tinggal satu bulan, dan dia tahu bahwa waktu itu akan cepat berlalu. Meski perasaannya campur aduk, dia mencoba untuk fokus pada hari-hari yang tersisa. Dia bertekad untuk menyelesaikan tugasnya sebaik mungkin dan meninggalkan kesan yang baik.
Gadis model yang sebelumnya selalu hadir di sisi King tidak muncul lagi dan Mathias merasa lega.

Suatu sore, ketika Mathias sedang memeriksa motor, King mendekatinya dengan segelas minuman. “Hei, beberapa hari ini kau bekerja sangat keras” ujar King dengan nada menggoda.

Mathias menoleh, tersenyum tipis. “Aku tidak punya pilihan lain, kan? Motor ini tidak akan memperbaiki dirinya sendiri.”

King tertawa. “Kau benar. umm bagaimana kalau kita pergi makan malam setelah ini? Hanya kita berdua.”

Mathias terkejut, namun hatinya berdebar. “Makan malam? Kenapa?”

“Aku lapar,” jawab King dengan mantap. “Jangan bilang kau tidak mau.”

Mathias mengangguk. “Baiklah, aku akan ikut.,

Malam itu, mereka pergi ke restoran kecil yang nyaman. King tampak lebih santai, dan Mathias merasa sedikit gugup. Makanan yang mereka pesan datang, dan suasana terasa akrab. Percakapan mengalir dengan mudah, dan mereka berbagi banyak cerita.

Pulangnya, Mathias kembali ke bengkel untuk merapikan peralatan di sana, King tiba-tiba muncul di pintu. Mata mereka bertemu, namun kali ini, ada sesuatu yang berbeda dalam tatapan King seolah-olah dia ingin mengatakan sesuatu tetapi ragu.

“Aku dengar kontrakmu habis bulan depan,” King memulai percakapan dengan nada yang lebih lembut dari biasanya.

Mathias menatapnya, menunggu kalimat berikutnya. “Ya, tinggal sebulan lagi,” jawabnya, berusaha untuk tetap tenang meskipun hatinya berdegup kencang.

King mengangguk pelan, lalu melangkah lebih dekat. “Apa kau sudah punya rencana setelah itu?”

Mathias terdiam sejenak. Ia belum benar-benar memikirkan masa depannya. Yang ada di kepalanya hanyalah bagaimana bertahan selama sisa kontraknya. “Aku belum tahu,” jawabnya jujur. “Mungkin aku akan mencari pekerjaan baru, mungkin juga tidak.”

King tampak berpikir sejenak, lalu duduk di salah satu kursi bengkel. King menghela napas, tangannya meremas bagian tepi kursi. "Aku ingin kau datang ke pertandingan besarku yang berikutnya,” katanya. “Pertandingannya berlangsung dua hari setelah kontrakmu berakhir. aku ingin kau melihatnya.”

Mathias terdiam, jantungnya berdegup kencang. Permintaan King terdengar seperti lebih dari sekadar undangan untuk menyaksikan balapan. Ada beban emosional di balik kata-kata itu, seolah-olah King ingin membuktikan sesuatu kepadanya.

“Kau ingin aku ada di sana?” Mathias bertanya, suaranya sedikit gemetar. “Kenapa?”

King menghela napas panjang dan menatapnya dalam-dalam. “Karena aku ingin kau melihatku menang. Aku ingin kau tahu bahwa aku tidak akan kalah sama Alex sialan itu"

“Aku… aku akan datang,” jawab Mathias akhirnya

King mengangguk, tampak lega. “aku tidak akan kalah. Aku janji.”

King kemudian mengantar Mathias pulang setelah hari yang begitu panjang. Hujan turun deras, membuat jalanan menjadi licin dan jarak pandang berkurang. Mereka berdua terdiam sepanjang perjalanan, masing-masing tenggelam dalam pikiran mereka sendiri. Suasana antara mereka terasa tegang namun sekaligus penuh keakraban yang ganjil, seolah-olah ada sesuatu yang tidak diucapkan namun keduanya tahu sedang bergulir di bawah permukaan.

Fallen by Your HandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang