7. Keputusan Pahit

3 1 0
                                    


Ratu dan ibu sekarang berada di ruang tengah keduanya saling melepas rindu, setelah sekian lama akhirnya momen ini pun tercipta, karena insiden itu Dwi dapat mengingat anak bungsunya yang telah dia telantarkan selama 3 tahun lamanya. Dwi memegang lembut pipi anaknya yang tampak lesu, apakah anaknya ini baik-baik saja?.

Dwi tidak menyangka selama ini, Ratu lah yang selalu datang ke rumah, Ratu yang selalu membersihkan rumah, memasak, dan merawatnya. Dia sungguh tidak tahu diri dan merasa sangat malu dengan keadaannya yang sekarang, dulu dia memutuskan untuk meninggalkan keluarganya kini dia lah yang ditinggalkan, Tuhan memang adil ya.

Dwi yang masih dengan kondisi stabil, mengobati luka anaknya akibat menahan dirinya yang ingin kabur dari rumah. Ratu yang sedari tadi hanya diam tidak bisa berkata apa-apa, karena hal inilah yang selama ini dia tunggu dan sekarang Tuhan mengizinkan untuk ibu mengingat dirinya, usaha Ratu selama ini membuahkan hasil yang manis. Tidak apa-apa, jika nantinya ibu kembali tidak mengingat, sebab Ratu percaya dengan rencana Tuhan yang tidak pernah gagal.

Malam semakin larut, selepas mengobati Ratu mereka berdua memutuskan untuk tidur bersama. Ratu sungguh lelah hari ini, dia tidak lupa untuk selalu meminum obatnya agar umur yang masih tersisa, dapat menemani ibunya hingga sembuh dan dapat menghilangkan dendam dalam hati abangnya.

Selamat istirahat ibu, Ratu selalu disini bersama ibu.

•••
Di kediaman Jeco, suasana berbeda tampak sangat dingin karena ayahnya belum pulang dari kemarin. Jeco sendiri sebenarnya tidak peduli tetapi mamanya mengkhawatirkan, mamahnya butuh kepastian apakah ingin tetap bersatu atau berpisah? Terlebih Mika - adik Jeco yang terus menanyakan dimana ayah, Jeco dapat mengerti karena Mika memang yang lebih dekat dengan ayahnya daripada dirinya.

Hingga setengah jam kemudian, suara mobil pun terdengar di pekarangan rumah, itu pasti ayahnya yang pulang. Tanpa mengetuk terlebih dahulu, Johan - ayah Jeco langsung membuka pintu secara kasar dengan memegang secarik map berwarna biru di tangan kirinya, dia mencari keberadaan istrinya dengan wajah penuh kekesalan.

“Rani! Rani! Dimana kamu? Saya membawa surat pengadilan dan saya mau kamu tanda tangan di kertas ini!!” teriak Johan bergema ke seluruh ruangan.

“Tidak perlu kamu berteriak keras, mas. Jangan sampai anak-anak terbangun lalu mengetahui tentang hal ini,” ucap Rani mencoba untuk tidak ikut emosi.

“Cepat!! Ini yang kamu mau kan? Saya sudah memenuhinya, jadi cepat tanda tangan di kertas itu karena saya tidak ingin berlama-lama dirumah ini!!” tegas Johan membuat Rani muak.

Rani pun segera menanda tangani surat pengadilan tersebut lalu mengembalikan cincin pernikahannya, Johan yang sudah mendapatkan apa yang dia mau segera pergi tanpa mengatakan apapun, Rani menyesali akan sikap suaminya yang bahkan tidak pamit kepada kedua anaknya. Dalam hati Rani merasa sesak karena harus berpisah, tetapi Rani tidak menyesali keputusan yang dia ambil, Rani yakin ini yang terbaik untuk semuanya.

Sementara, Jeco yang melihat itu semua sedari awal merasakan sesak yang sungguh menyiksa, entah mengapa dia merasakan kehilangan akan sosok ayah dalam rumah ini, padahal dia juga membenci ayahnya, namun Jeco tidak bohong dia masih ada rasa sayang kepada ayahnya.

Jeco tidak percaya hingga hari ini dia bahkan tidak mendapatkan kasih sayang dari ayahnya, bahkan saat pergi tadi tidak ada kata perpisahan dari ayahnya, ayah apakah ayah memang tidak sayang kepada Jeco? Apa yang salah dengan Jeco? Kenapa ayah sama sekali tidak ingin melihat Jeco, kenapa ayah?.

Jeco tidak bisa menahannya lagi tangisannya meledak dengan begitu sesak, dia menangis pilu dengan keputusan pahit yang ayahnya ambil. Rasanya sangat menusuk hingga air mata yang keluar karena ayah tidak peduli dengan dirinya, tanpa dia sadari Rani yang berada di bawah sayup mendengar suara tangis di lantai atas, Rani mendengar dengan seksama dan dia menyadari, jika tangisan itu adalah suara anak pertamanya, Jeco.

Rani memutuskan untuk mengecek ke lantai  atas, saat dua tangga terakhir Rani dapat melihat Jeco yang meringkuk dengan kepala menunduk hati Rani hancur melihat anak laki-lakinya menangis sangat pilu. Dia memeluk Jeco dengan sangat erat, ini kali pertama dia melihat anaknya menangis dan dia yakin Jeco melihat semua yang terjadi antara dia dan suaminya.

“Jeco, kenapa nangis, Nak? Jeco kan jadinya ngga di siksa ayah terus, mama lakuin ini untuk kamu, Nak.” tanya Rani yang masih memeluk Jeco.

“Mah, sampai akhirnya mamah dan ayah berpisah, Jeco ngga mendapatkan kasih sayang dari ayah dan itu sangat menyakitkan melebihi sakit yang Jeco derita, mah.” jawab Jeco yang kembali menangis dengan histeris.

Rani yang mendengar penuturan anak laki-lakinya sangat terpukul karena nyatanya, Jeco masih mempunyai harapan yang besar untuk mendapatkan kasih sayang dari ayahnya dan kenyataannya Jeco tidak benar-benar membenci ayahnya, masih ada rasa sayang kepada ayahnya. Sebagai seorang ibu yang sangat mengetahui bagaimana Jeco yang tidak pernah dilirik oleh Johan.

Segala cara dan segala pengertian yang Rani usahakan agar Johan mau sekali dalam hidupnya bisa untuk menerima Jeco. Tetapi nasib Jeco sungguh malang, justru kehadiran mika yang dilirik oleh Johan dan seluruh kasih sayang Johan untuk Mika bukan Jeco yang jelas ingin disayang oleh ayahnya.

“Nak, maafin mamah ya yang gagal untuk menjaga keluarga kita. Maafin mamah Nak, yang ngga bisa mengusahakan agar kamu disayang oleh ayah, maafin mamah, Jeco.” kata Rani dengan perasaan bersalah.

“Mah, ngga ini bukan salah mamah. Jeco gapapa mah, Jeco cuman ngerasa sesak aja. Jeco bahagia bisa sama mamah dan Mika, udah ya mah. Jeco akan bertahan dan mamah harus bangkit.”

Jeco yang menyudahi tangisannya membantu untuk memapah mamahnya yang masih terduduk lemas dengan tangis yang tersisa, dia tidak boleh terus menerus seperti ini karena hidup harus tetap berjalan dan Jeco masih mempunyai mamah dan adiknya yang jelas menyayangi dirinya sepenuh hati.

Tidak apa-apa, Jeco selalu berharap semoga suatu saat nanti dia dapat merasakan kasih sayang ayahnya karena selama dia masih bertahan, Tuhan tidak akan pernah melewatkan doa yang dia panjatkan.

Jeco mengajak mamahnya untuk tidur bersama di kamar dia dan adiknya, untung saja Mika tertidur dengan sangat terlelap setidaknya dia dapat memberitahukan tentang hal ini besok pagi dengan penjelasan yang dapat dipahami adiknya, Jeco berharap Mika bisa menerima keadaan baru ini. Meskipun perlahan, adiknya pun harus mengetahuinya.

Jeco akan bertahan untuk orang-orang yang Jeco sayang, mamah dan Mika jangan khawatir. Jeco akan selalu bersama kalian.























Hi, ada yang pernah di posisi Jeco dan Ratu?
Kamu jangan nyerah ya, percaya sama jalan Tuhan meski banyak derita yang dirasakan.

Semoga kalian suka ya
Terima kasih 💐

Metafora Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang