10. Kesempatan

2 0 0
                                    


Malam hari yang tidak dihiasi bintang karena awan gelap yang kini turun hujan menemani seorang lelaki termenung di meja belajarnya. Tak terasa, lama termenung membuat air matanya jatuh perlahan dan semakin deras, Jeco merasakan sakit dalam hatinya karena tak kunjung mendapat kabar dari Ratu. Dari pagi tadi, hingga malam room chat Ratu masih ceklis satu. Ratusan pesan terus Jeco kirimkan, berpuluh kali Jeco terus menelepon, tetapi hasilnya nihil.

Ini kali pertama dalam hidupnya, dia menangis karena seorang teman terlebih perempuan yang di cintai. Jeco sangat tidak ingin kehilangan Ratu, dia sungguh meminta kepada Tuhan dalam sujudnya agar segera mendapat kabar dari Ratu.

Jeco rindu kedua mata teduh Ratu, Jeco rindu suara tenang Ratu, Jeco rindu kata-kata Ratu, Jeco rindu semua yang ada dalam diri perempuan ajaibnya itu. Tuhan, tolong kali ini dengarkan pinta Jeco yang tak pernah meminta lebih dari yang Tuhan berikan kepada Jeco.

"Ratuuuuu! Kamu kemana sih? Kenapa buat aku khawatir kaya gini. Kalau memang udah ngga mau temenan sama aku, bilang jangan hilang tanpa kabar gini!" kesal Jeco dengan tangis yang tak kunjung berhenti.

Tiba-tiba, suara ketukan kamar terdengar dari luar Jeco mendengar suara ketukan itu namun dia sangat tidak ingin membukanya. Dia tahu itu pasti mamah yang khawatir dengan dirinya karena tidak makan sedari pulang sekolah, serta tidak meminum obatnya, namun biarlah. Jeco tidak ada semangat hidup sama sekali karena hilangnya Ratu.

"Jeco, anak mamah. Ayo buka pintunya, cerita sama mamah, Nak," rayu Rani dengan perasaan khawatir kepada putranya.

"Biarin Jeco sakit, Mah. Jeco lagi ngga mau di ganggu sama sekali!" jawab Jeco tetap di meja belajar.

"Jangan bicara seperti itu, Nak. Ayo cerita sama mamah, mamah khawatir sama kamu."

Tak lama, kamar Jeco terbuka melihatkan wajah Jeco yang lesu dengan bekas air mata di pipinya. Rani yang melihat itu segera menaruh tampah yang berisi makanan di meja belajar Jeco, lalu mencoba untuk memancing putranya agar menceritakan apa yang terjadi dengan dirinya.

Ini memang kali pertama, Rani sedekat ini dengan Jeco dalam bercerita karena biasanya Jeco selalu menyimpan dan menyendiri dalam kamar, dan dia tidak ingin menjadi sosok ibu yang tidak tau masalah anaknya sendiri.

"Jeco, apa yang terjadi? Tolong cerita ke mamah biarin mamah ada disaat kamu lagi rapuh kaya gini,"

"Aku kehilangan teman, Mah. Dia hilang tanpa kabar padahal sehari sebelumnya kita masih main kaya biasa, Jeco ngga tau harus cari kemana lagi, Jeco ngga mau kehilangan dia, Mah," jawab Jeco gemetar.

Rani mengelus lembut rambut Jeco. "Nak, yakin sama mamah. Teman baikmu ngga akan kemana-mana, dia ngga akan ninggalin kamu," kata Rani menenangkan anak sulungnya.

"Darimana mamah tahu? Kalau dia beneran ninggalin Jeco, gimana Mah?"

"Dia teman baik kamu, kan? Teman baik ngga akan ninggalin kamu tanpa kabar, mungkin dia ada urusan yang lupa buat kabarin kamu."

"Handphone nya ngga aktif Mah. Itu yang ngebuat aku frustasi kaya gini, aku ngga mau kehilangan dia Mah, tolong buat perkataan Mamah jadi nyata."

"Nak, kamu tenang. Teman baikmu pasti dijaga sama Tuhan, kamu terus doain buat dia semoga besok bisa kabarin kamu. Jeco tenang ya."

"Jeco ngga mau kehilangan Ratu, Mah."

Rani memeluk putranya membantu untuk menenangkan diri Jeco yang terus mengatakan hal yang sama, dia pun tidak tahu siapakah yang dimaksud Jeco karena Jeco belum mengenalkan sosok teman baiknya itu kepada dirinya. Tetapi, terlintas di dalam pikiran Rani pasti teman baik anaknya ini sosok yang baik dan berarti untuk Jeco. Rani pun berharap semoga Ratu baik baik saja dan segera memberi kabar kepada Jeco.

•••
Di ruangan putih yang sunyi hanya terdengar suara detak jantung, seorang perempuan yang terbaring tak berdaya masih tetap menutup kedua matanya. Kedua kakaknya sedari tadi terus memohon kepada Tuhan dalam sujud yang sangat dalam dengan tangis yang pilu. Hanya ini yang dapat mereka lakukan agar orang tersayang mereka tidak terus tidur. Tuhan mengapa orang baik selalu diberi kesakitan?.

Agas yang melihat Megha mulai mengantuk meminta Megha untuk pulang agar istirahat nya lebih nyaman, tetapi sang empu segera menolak dia tidak ingin meninggalkan adiknya, dia ingin disini hingga adiknya sadar.

Sedangkan Agas yang tidak mau memaksa, akhirnya meminta Megha untuk istirahat di sofa yang berada tak jauh dari ranjang putih itu. Megha menuruti permintaan abangnya karena dia merasa lelah, asal dia tetap disini tidur di sofa pun tidak masalah baginya.

Sementara, Agas duduk di samping Ratu dengan memegangi tangan putih adiknya itu, sesekali dia mengelus lembut rambut Ratu dengan kedua mata yang mengisyaratkan penyesalan dalam dirinya. Andai saja, dia tidak gelap mata karena rasa bencinya pasti Ratu masih baik-baik saja, tidak akan berakhir koma, seperti saat ini.

Agas berjanji dia akan berubah, dia akan sangat berusaha untuk mengendalikan tempramental dalam dirinya. Agas tidak ingin menyesal untuk kedua kalinya.

Malam semakin larut, Agas yang merasa kantuk juga berakhir dengan tidur di samping Ratu dan di saat itu tangan Ratu mulai bergerak pertanda Ratu telah melewati masa koma nya. Perlahan kedua mata Ratu mulai terbuka dia melihat sekelilingnya, lalu beralih ke arah Agas yang memegang tangannya erat.

Dia mencoba untuk membangunkan abangnya hingga Agas terbangun karena terusik, Agas yang melihat Ratu sudah siuman langsung memeluk adiknya dengan sangat bahagia, dia tidak dapat menahan tangis yang keluar begitu saja.

"Makasih Ratu, kamu akhirnya sadar dan kembali sama kita. Abang bahagia banget!" kata Agas yang masih memeluk Ratu.

Ratu mengangguk pelan. "Iya bang, Ratu masih diberi kesempatan untuk tetap hidup," jawab Ratu dengan suara serak, membuat Agas mengendurkan pelukannya.

"Ratu, maafin abang yang tempramental ini. Abang yang membuat kamu hampir kehilangan nyawa kamu sendiri, maafin Abang Ratu. Tolong, kasih Abang kesempatan untuk menjadi Abang yang baik buat kamu, menjadi bang Agas yang hangat buat kamu."

"Abang, aku selalu melihat Abang seperti delapan tahun yang lalu. Abang ngga pernah berubah dalam ingatan aku, aku mencoba untuk mengerti dengan Abang yang sekarang. Bang Agas selalu menjadi penghangat dalam hidup Ratu."

Agas yang terdiam mendengar penuturan Ratu tidak bisa berkata apapun, semua yang dikatakan adiknya sangat menusuk hati bekunya yang telah lama dingin semenjak keluarganya hancur. Agas juga tidak mengerti? mengapa dia berubah menjadi seorang yang tempramental?.

Bukankah, seharusnya dia tetap menjadi seorang yang hangat? Apakah, ini sebab dia selalu memendam luka atas kepergian ibu yang meninggalkan mereka dan kepergian ayah untuk selamanya. Agas menyingkirkan sejenak, sekarang dia ingin merawat adiknya yang baru saja siuman ini.

"Kesempatan selalu ada untuk mereka yang mau memperbaiki dan penyesalan selalu menjadi dasar yang paling menyakitkan."






























Hai, satu kata untuk part kali ini?
Jika ada kesempatan apa yang mau kamu perbaiki?

Semoga kalian suka ya
Terima kasih. 💐

Metafora Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang