Beverly : 5

66 9 3
                                    

Sayup-sayup matanya mulai terbuka entah mengapa tubuhnya terasa remuk, mungkin karena pertarungan yang ia lakukan beberapa hari lalu membuat badannya terasa sakit semua.

Saat matanya melihat sekitar, dirinya bingung.

'Ini dimana?'

Ah iya, dirinya baru ingat bahwa terakhir kali ia sadar dirinya hampir saja membunuh seorang gadis kecil, tidak tidak dia tidak ada niatan membunuh gadis itu, melainkan hanya mengancam agar si gadis memperbolehkannya bersembunyi sebentar ditempat ini, tapi belum juga mengancam dengan kata-kata dirinya malah lebih dulu kehilangan kesadaran.

Merasa dirinya sudah mampu menggerakkan tubuh, ia perlahan duduk dan menyandarkan pundaknya pada sofa, sambil melihat dekorasi rumah yang menurutnya cukup unik dirinya berfikir 'orang gila mana yang berani tinggal ditengah hutan Aloope ini?'

Sedang asik-asiknya melihat dekorasi, tiba-tiba sebuah anak panah melesat cepat kearahnya, dirinyapun dengan sigap menghindar, jantungnya seolah berdegup kencang, kalau saja dia tidak segera menghindar mungkin wajah rupawanya yang akan jadi taruhan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sedang asik-asiknya melihat dekorasi, tiba-tiba sebuah anak panah melesat cepat kearahnya, dirinyapun dengan sigap menghindar, jantungnya seolah berdegup kencang, kalau saja dia tidak segera menghindar mungkin wajah rupawanya yang akan jadi taruhan.

'Aih, siapa yang berani menyerangku' Pikirnya geram.

Tak berselang lama seorang gadis kecil dengan mata amber masuk dengan membawa alat panah, itu adalah gadis yang menyerangnya tadi.

"Wah rupanya respon mu boleh juga dengan ukuran bocah bangun tidur." Ucap gadis itu, tak lain adalah Agnes ia terkekeh pelan.

Tapi dimata pemuda itu, kekehan gadis yang ada didepannya itu lebih seperti ejekan ketimbang pujian.

"Kau yang bocah sialan! sebenernya siapa kau berani sekali ingin mencelakaiku?"

"Aku?—"

Agnes menatap lelaki itu tajam.

"—kau serius ingin tahu siapa aku?, harusnya aku yang bertanya, siapa kau? apa kau datang kesini atas perintah Ratu!?" Gertak Agnes.

Entah sejak kapan pemuda itu juga tak sadar bahwa gadis yang jauh didepannya tadi kini sudah berada di hadapannya dan mulai mencekiknya.

Dia tidak menyangka tenaga gadis itu tak main-main.

"Le-lepas!"

"Apa kau pikir aku akan melepasmu begitu saja?"

"Aku adalah putra mahkota, beraninya kau!?"

Agnes yang mendengar ucapan itu perlahan mengendurkan cekalannya, pemuda itupun mulai menarik tubuhnya lantas menunjukkan lencana kerajaan yang ia ambil dari sakunya. "Apa kau percaya?!" Ucap si pemuda terengah-engah ,astaga dia tak percaya bahwa dirinya baru saja dicekik seorang bocah, seumur-umur ini baru pertama kalinya.

"Lantas apa tujuanmu kemarin yang hampir membunuhku?" tanya Agnes sarkas.

"Ah, itu adalah kesalahan pahaman, aku saat itu benar-benar tidak ada niatan membunuhmu sama sekali." Ucap Pemuda itu memperjelas.

"Benarkah?" Ucap Agnes meremehkan.

"Aku tidak berbohong!"

"Kalau begitu silahkan pergi dari sini, karena kehadiranmu sangat merusuhi rumahku." Jawab Agnes telak, ia tidak ingin lagi memperpanjang masalah, yang penting pemuda tadi bukanlah mata-mata Ratu.

"Kau, mengusirku?!"

Agnes yang hendak keluar untuk berburu menoleh pada pemuda yang ia tebak berumur kisaran lima belas tahun itu.

"Lantas mengapa?, ini kan rumahku." Ucap Agnes membuat pemuda itu tersadar, tidak ada yang salah dari ucapannya, 'Tapi kan aku putra mahkota.'

"Aku adalah—"

"Putra mahkota?" Sahut Agnes.

"Tempat ini bukanlah wilayah kekuasaan mu, tak peduli siapa kau, tapi disini akulah tuanya, jadi—" Agnes menggantung ucapannya, kakinya terus berjalan hendak meninggalkan ruangan ini.

Tapi sebelum itu.

"—Sepulangnya aku dari berburu, kuharap kau sudah angkat kaki dari rumahku." Ucap Agnes, lantas pergi meninggalkan ruangan, menyisakan pemuda tadi yang terus menatap punggungnya hingga perlahan menghilang.

Jujur, situasi kali ini benar-benar membuat pemuda itu bingung, jika dia pergi dari sini, ia yakin musuh-musuhnya masih berkeliaran diluar sana, tapi jika tetap disini, dirinya juga tidak yakin bahwa gadis kecil tadi mengizinkannya. Tidak mungkin kan seorang putra mahkota sepertinya yang tak pernah menundukkan kepala kepada siapapun mau memohon-mohon pada seorang gadis kecil?

Tak mungkin kan?

'Astaga apa yang harus aku lakukan, apa ku bunuh saja dia?'

——————————————

Jangan lupa tinggalkan jejak vote & komen sebagai bentuk aspirasi kalian, thankyou🥰

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 20 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Agnesia Beverly Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang