01

143 29 9
                                    

Ceklek......sembari memeluk boneka kelincinya, Briel membuka pintu kamar sang Ayah.

"Huftt....," Briel mendengus, melihat sang Ayah yang masih terlelap di balik selimut . Dengan wajah cemberutnya, ia pun mendekati tempat tidur sang Ayah.

Plak....dengan tangan mungilnya, Briel memukul lengan sang Ayah. "Ayah wake up, Ayah bilang harli ini pergi Geleja ..,"ucapnya.

Zean yang merasa terusik sedikit mengeliat, lalu membuka kedua matanya. Dan betapa kagetnya saat ia membuka kedua matanya secara penuh langsung berhadapan dengan tatapan tajam putri kecilnya. " Arghh...Briel, kamu buat Ayah jantungan pagi-pagi ," keluhnya.

"Siapa suluh Ayah tidul telus. Ayah bilang hari ini kita pelgi Geleja naik motol ,"ucap Brile yang kini sudah duduk bersila di samping sang Ayah.

Srek... Zean mengambil duduk, ia menatap putrinya yang sudah terlihat rapi dan siap untuk pergi ke Gereja. Ia teringat ,jika kemarin malam ia berjanji akan membawa putrinya itu pergi ke Gereja dengan motornya sebagai bentuk permintaan maaf karena tidak membelikan permen kapas berwarna pink.

"Oke, kalau begitu Ayah mandi dulu. Briel tunggu sebentar oke...,"ucap Zean.

Briel mengangguk dan membiarkan sang Ayah untuk bersiap.

********

Di depan salah satu teras mini market, Briel terlihat mengerucutkan bibirnya saat melihat derasnya rintik hujan yang turun membasahi motor sang Ayah di area parkir.

"Hujannya lama nih, kita naik mobil online saja ya ?". Zean sedikit merunduk, melihat wajah samping putrinya yang terlihat kesel. Karena hujan yang tiba-tiba turun membuat mereka tidak bisa bermotoran menuju Gereja.

Srek....Briel yang duduk di pangkuan sang Ayah, menoleh dengan tatapan tajamnya. Ia menggeleng kuat, menolak saran sang Ayah karena ia benar-benar ingin pergi ke Gereja dengan motor sesuai janji sang Ayah.

Melihat tatapan tajam dari Briel, membuat Zean terdiam. Ia benar-benar tidak bisa berkutik jika putrinya sudah menunjukkan tatapan tajamnya, tatapan tajam yang selalu mengingatkannya dengan Marsha, sang istri.

Dzrtt....Dzrtt... ponsel yang sejak tadi Zean letakan di atas meja ,di samping kunci motornya itu bergetar karena sebuah panggilan telepon yang masuk. Senyumnya pun akhirnya terukir, karena panggilan video dari sang istri.

"Pagi sayang...," Zean menyapa sang istri, lalu menghadapkan layar ponselnya pada Briel.

" Loh cantiknya Bunda kenapa ? kok pagi-pagi sudah cemberut ?".

"Biel kesel Mbunda, ".

Marsha terlihat menaikkan alisnya. "Kenapa sayang ? coba cerita sama Bunda ,".

Biel sedikit melirik sang Ayah ,kemudian kembali fokus dengan layar ponsel sang Ayah. Masih dengan wajah kesalnya, ia menceritakan apa yang membuatnya kesal di minggu pagi ini. Sang Ayah yang ikut mendengarkan ceritanya pun hanya bisa diam tanpa pembelaan.

"Biel dengar Bunda ya, sekarang enggak papa ya naik mobil ke Gerejanya. Nanti kalau hujannya sudah reda, Biel boleh kok naik motor sama Ayah ,".

"Tapi Biel mau naik motol Mbunda, Biel bosan naik mobil telus ,".

"Sayang, kan lagi hujan Nak . Nanti kalau Biel hujan-hujanan terus kena angin bisa sakit. Kalau sakit nanti Biel enggak bisa sekolah, Biel enggak bisa ketemu teman-teman ,".

Biel terdiam sejenak untuk berpikir, lalu tidak lama kemudian ia mengangguk. "Iya Mbunda, Biel mau naik mobil ,".

"Pintar sekali anak Bunda, kalau begitu sekarang bilang sama Ayah pesan mobil online ya.... biar Biel sama Ayah enggak terlambat ke Gerejanya ,".

Lagi, Biel mengangguk dan memberikan kembali ponsel sang Ayah pada sang empu.

"Ya sudah ya Yang, aku pesen mobil dulu.... ,"ucap Zean pada Marsha.

"Eum... ya sudah, kamu ajak Biel Ibadah dulu. Nanti  kita sambung lagi ,".

"Okee ... see you Bunda ," ucap Zean dan Biel ,sembari melambaikan tangan mereka.

Marsha pun melakukan hal yang sama, lalu mengakhiri panggilan video mereka. Dan begitulah kebiasaan mereka selama ini, selama 7 tahun . Karena Marsha masih berada di luar negeri meniti karier sebagai model dan juga menempuh pendidikan Fashion desain di sana.

Tujuh tahun sudah berlalu, Marsha merasa Jepang sudah banyak memberikan pengalaman untuk karier dan pendidikannya.  Ia merasa semua petualangannya di Jepang sudah cukup dan setelah melakukan diskusi panjang bersama suami juga keluarga, ia memutuskan untuk pulang. Dan minggu ini adalah minggu terakhirnya, Marsha berencana membuat farewell party bersama teman- teman dekatnya selama di Jepang.

*****

Coffee Beands Cafe ,selalu lebih ramai di akhir pekan. Banyak muda mudi yang datang untuk berkencan di sana, atau hanya sekedar menjadi titik temu sebelum mereka pergi ke suatu tempat. Zean yang tidak bisa meninggalkan Cafe begitu saja, selalu menyempatkan untuk datang meski membawa Biel. Seperti siang ini, Zean membawa Biel ke Cafe setelah mereka pulang dari Gereja.

"Ayah , Biel boleh minta itu ?" Biel menunjuk sebuah gambar cake dalam daftar menu yang terpasang di dinding belakang kasir.

Zean menoleh, melihat apa yang putrinya tunjuk. "Eum...sebentar ," ucapnya, kemudian mengambil buku menunya.

"Biel makan cake yang ini aja ya, ini enggak ada susu sapinya sayang ..,"ucap Zean, menunjuk sebuah chestnut cake yang memakai susu kambing.

Tanpa pikir panjang, Biel mengangguk karena ia tahu ia tidak bisa memakan atau meminum sesuatu yang berbahan dasar atau campuran susu sapi.

"Oke deh, Ayah ambil dulu ya..,"ucap Zean, lalu mengambilkan apa yang putrinya mau. Setelah itu ia membawa Biel ke ruangannya agar bisa beristirahat di sana. Karena ia akan membantu melayani pengunjung  Cafe .

Ceklek... Zean membuka pintu ruanganya dan Biel masuk terlebih dulu, lalu di susulnya.

Zean meletakan jaket di balik pintunya. "Biel, Ayah kerja dulu ya..Biel tunggu di sini sebentar  enggak papakan ?".

"Eum..," Biel mengangguk. 

Zean mengulas senyumnya, mengusap lembut kepala putrinya . "Terimakasi ya...,"ucapnya dan itu selalu ia ucapkan setiap Biel mau menunggunya bekerja.

Sementara itu di Jepang.

Seperti seorang gadis lajang , Marsha tengah menikmati hari minggunya bersama teman-temannya di salah satu taman bermain terkenal di Jepang. Banyak wahana permainan yang ia dan teman-temannya mainkan, hingga tidak terasa hari beranjak petang.

"Sha, mau pulang bareng ?" Revan seorang laki-laki dalam rombongan itu menawarkan diri. Karena jalan pulang mereka yang searah dan kereta yang mereka naiki pun sama.

"Em...enggak deh Rev. Kamu duluan aja , aku masih mau beli barang soalnya ,"jawab Marsha.

"Oh enggak papa kok, aku temenin sekalian. Mumpung masih cerah juga langitnya ,"ucap Revan.

'Eumm...Boleh ,"Marsha mengangguk samar dan ia pun pergi ke salah satu store bersama Revan.

Setibanya di store kedua mata Marsha berbinar saat melihat beberapa barang lucu yang menyambutnya.

"Aaa ...lucu banget ," Marsha terlihat benar-benar kegirangan, saat berdiri berhadapan dengan aksesori yang di dominasi warna pink lucu itu.

Revan yang tidak terlalu mengerti hanya mengikuti langkah kaki Marsha dan sesekali ia ikut memberikan pendapat saat Marsha memintanya untuk ikut memilih. 

"Rev, menurut kamu yang kiri apa yang kanan ?" tanya Marsha menunjukan sebauh pita berwarna pink dan lavender.

"Pink lucu ," Revan menunjuk pita berwarna pink.

"Ah...benar , Biel pasti cocok pake ini ,"ucap Marsha dan kembali sibuk memilih pernak pernik lucu itu.

"Biel ..," Revan bergumam, di belakang Marsha .Ia sudah sering mendengar nama itu dan itu terkadang membuatnya gemas membayangkan betapa lucunya sang pemilik nama itu jika bisa bertemu secara langsung. Karena Marsha sering bercerita tentang si pemilik nama Biel itu dengan berbagai ekspresi menggemaskan  dan ia juga beberapa kali sudah minat foto atau video Biel yang Marsha tunjukkan

(*****-_-*****)

Our Little Family's JourneyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang