“Gue lama ya? Sorry kalau bikin lo nunggu,” Laut duduk menghampiri Arum yang sedang sibuk dengan ponselnya. Namun, ketika Laut datang Arum langsung meletakkan ponselnya.
“Lo mau?” Laut menyodorkan jajanan yang baru ia bawa dari kantin.
“Boleh?” tanya Arum memastikan.
“Gue sengaja beli banyak, sekalian buat lo. Lagian biasanya pulang sekolah dikasih harga normal tapi porsinya dilebihin.”
“Oh ya udah, thank you Laut.”
Keduanya asik mengunyah, mengisi energi mereka yang hampir habis karena lelahnya jam sekolah. Namun, setelah beberapa saat Laut memutuskan untuk berbicara, “Kalau kita record hari ini lo siap kan? Kemarin udah bagus, hari ini coba rekam aja, siapa tau selesai hari ini kan enak, nggak banyak tugas menggantung.”
“Gue selalu siap, terserah mau kapan. Deadline nya juga masih minggu depan, tapi kalau mau sekarang juga lebih bagus,” Arum tampak setuju dengan yang Laut katakan, ia ingin menikmati weekend nya dengan santai, tanpa memikirkan tugas yang belum selesai, “Gue siapin kameranya dulu,” sambungnya.
“Iya, santai aja. Gue juga mau latihan dulu,” Laut mulai mengambil gitar cokelatnya, dia memetik satu per satu senar yang ada, membentuk sebuah nada.
Selesai Arum mengatur letak dari kamera ponselnya, ia duduk di samping Laut. “Pakai aja handphone gue kalau butuh liriknya,” Laut memberikan ponselnya pada Arum.
“First take, semoga berhasil.”
Petikan senar gitar milik Laut mulai terdengar, dari intro sampai bait pertama lagu. Semuanya berjalan lancar sampai pada akhirnya Arum berhenti bernyanyi pada bagian chorus lagu.
“Sorry, otak gue tadi ngebug bentar,” kata Arum.
“Nggak papa, santai aja,” jawab Laut yang terlihat tidak masalah dengan kesalahan yang Arum buat, “Mau langsung record lagi?”
“Iya.”
Rekaman kedua gagal terselesaikan karena Laut yang lupa dengan bagiannya. Jari-jarinya yang semula menari di antara senar gitarnya, kini berhenti diiringi dengan helaan napas Laut.
“Nggak papa masih bisa rekam lagi kok,” hibur Arum. Lagi pula ia juga tadi membuat kesalahan dan Laut tampaknya tidak masalah dengan itu. Setelah Arum mengatakan hal tersebut pada Laut, rekaman ketiga pun dimulai, keduanya berharap bahwa mereka tidak harus mengulang lagi lagu yang mereka nyanyikan.
Dan tunggulah aku di sana memecahkan celengan rinduku
Berboncengan denganmu mengelilingi kota
Menikmati surya perlahan menghilangHingga kejamnya waktu menarik paksa kau dari pelukku
Lalu kita kembali menabung rasa rindu
Saling mengirim doa, sampai nanti, SayangkuKetika bagian lagu sudah mencapai dua menit 50 detik, Arum mulai menampilkan senyum tipisnya. Ini sudah sisa bagian yang Laut nyanyikan, bagiannya sudah beres, karena ia hanya menyanyikan bagian awal lagu hingga chorus pertama.
“Selesai!” pekik Arum gembira begitu mereka menyelesaikan lagu tersebut. Arum bertepuk tangan ketika keduanya berhasil menyelesaikan tugas musik, akhirnya beban Arum terangkat sedikit. Ia hanya tinggal mengeditnya lalu mengumpulkannya pada google drive.
Laut hanya mengamati Arum lewat ekor matanya, lucu. Netranya menangkap Arum dengan wajah yang berseri-seri dan heboh, “Nanti kirim ke gue hasilnya.”
“Iya.”
“Ini buat lo,” Laut memberikan sebotol minuman dingin yang sudah sengaja disiapkan untuk Arum.
“Lo baik banget,” puji Arum pada Laut. Bukan karena Laut yang memberikan makanan atau bahkan minuman pada Arum, tetapi memang karena Laut baik pada dirinya. Selama di kelas juga, Laut kadang membantu Arum menyelesaikan soal yang menurutnya sulit, atau terkadang Arum menghampiri Laut untuk sekedar bertanya.
“Lo tumben cepat akrab sama orang,” tanya Kiara penasaran pada Arum. Cukup janggal baginya ketika melihat Arum yang terlihat akrab dengan Laut dalam waktu singkat.
“Nggak tau, gue juga bingung. Tapi waktu pertama kali gue ngobrol sama dia, gue ngerasa familiar sama cara dia bicara.”