Siang ini, Arum sibuk membereskan kamarnya. Bukan karena keinginannya, tetapi karena Ibunya yang memintanya untuk merapikan kamarnya. Dia memutuskan melakukannya meski sambil mengeluh dalam hati, “Liburan malah disuruh-suruh.”
Ia mengambil bajunya yang tercecer di sudut kamarnya, kemudian meletakkannya di keranjang baju kotor untuk nanti dicuci. Sisa-sisa remahan camilan dan bungkus snacknya, sudah ia buang. Kertas dan buku yang semula dibiarkan berantakan di atas meja belajarnya, ia susun, diletakan ke tempatnya.
Selama hampir 40 menit Arum membereskan setiap sudut kamarnya, hingga akhirnya ia selesai. Ia terdiam seperti mencerna sesuatu, dirinya mencoba mengingat sesuatu yang sudah lama tidak ia lihat.
“MA, KARDUS PUTIH PUNYA ADEK DI MANA?” teriak Arum dari kamarnya supaya terdengar oleh Mamanya.
“Kayaknya dulu Mama simpan di bawah lemari baju kamu,” sahut perempuan berusia 39 tahun tersebut.
Langkah Arum tertuju pada lemari baju putih miliknya, matanya mencari kotak putih yang dimaksud, “Ketemu.”
Arum mengambil kotak putih dengan corak kelinci lucu. Dirinya mengambil lap basah dan membersihkan kotak yang tampaknya sudah berdebu, sebelum nanti dia membukanya.
“Emang udah paling cantik dari lahir tuh gue,” mendadak Arum bergidik dan tertawa kecil mendengar pujian dari dirinya sendiri, “Gue waras.”
Mulutnya tertutup selama beberapa saat, ia memperhatikan satu per satu barang yang ia miliki sewaktu kecil dahulu. Mulai dari binder, buku harian, hingga album yang berisikan foto masa kecilnya, serta beberapa barang-barang yang masih enggan ia buang.
Perlahan, Arum membalik satu per satu halaman albumnya. Memori masa kecilnya kembali begitu melihat foto-foto tersebut. Ada foto ketika ia bermain hujan bersama dengan kakaknya, hari pertama masuk sekolah, hingga foto lengkap keluarga.
Tangannya berhenti bergerak ketika sampai pada satu halaman, di mana ada dua foto ia bersama dengan anak laki-laki, yang entah siapa anak tersebut. Netranya kemudian menangkap boneka kelinci berwarna merah muda, lagi-lagi Arum merasa tidak pernah menerima boneka ini sebelumnya, ia lupa oleh siapa boneka tersebut diberikan, dan siapa anak yang ada di album foto miliknya.
“Tanya Mama kenal nggak ya?” gumam Arum.
Ia memperhatikan kedua foto tersebut, anak laki-laki yang mengenakan baju putih dan kemeja kotak-kotak biru, terlihat mirip dengan seseorang. Wajahnya familiar, namun ia tidak bisa mengingatnya.
“Ma, kenal sama dia nggak?” Arum menghampiri ibunya yang sedang bersantai.
“Siapa Dek?”
“Ini,” Arum menunjukkan dua foto yang dipegang olehnya.
Ibunya yang semula sibuk dengan benang jahit, kini mencoba mengingat foto yang Arum berikan, “Ini Mama lupa siapa. Tapi seingat Mama, dulu orang tuanya pernah bantu jagain kamu.”
“Jagain aku?”
“Kamu hilang di taman, yang nemuin itu mereka. Pas Mama jemput kamu, kamu main sama anak itu, tapi Mama sendiri nggak ingat nama anak itu siapa.”
“Terus ini?” Arum kembali bertanya, kali ini ia menunjukkan boneka kelinci merah muda yang warnanya sudah agak memudar.
“Kamu nggak mau pulang waktu itu, gantinya boneka kelinci ini, yang kasih ini ya dia,” wanita yang tampak awet muda tersebut menunjuk foto dari anak laki-laki tersebut, “Foto ini, Mama dapat waktu terakhir kali kalian main, karena setelahnya mereka pindah ke Bandung.