04| Murid Baru

14 1 0
                                    

     Seminggu berselang setelah kejadiannya dengan Galen, namun bayang-bayang kalimat yang diucapkan Galen malah terus berputar dalam benak Arum. Sejak saat itu pula, Galen mulai mengabaikan Arum. Jika biasanya Galen masih melempar senyum hangat saat melewati Arum, kini itu semua benar-benar hilang. Pesan-pesan bahkan semua akun media sosial Galen, Arum hapus dan blokir. Menurutnya, itu cara terbaik untuk move on dari Galen. 

     “Pagi semuanya,” Bu Dian memasuki kelas dengan senyum cerah seperti cuaca pagi ini. 

     Fokus murid-murid yang semula sibuk dengan dirinya sendiri atau temannya kini terpusat ke depan kelas, “Pagi Bu.” 

     “Anak-anak, Ibu punya pengumuman dan sesuatu yang ingin Ibu katakan pada kalian. Mungkin beberapa dari kalian sudah mendengar kabar yang sudah mulai tersebar, hari ini juga Ibu mau mengenalkan salah satu murid yang kemarin dikabarkan pindah ke sekolah kita.” 

     Arum hanya memasang wajah datar, ia memilih untuk sibuk dengan buku tulis yang ada di hadapannya, padahal ia sendiri tidak tahu apa yang ingin ia lakukan. Suasana hatinya sedang tidak baik sekarang, Kiara tidak masuk karena sakit, jadilah ia duduk di bangku sendirian. 

     “Arum kenapa diam saja? Ayo kenalkan dirimu,” lamunan Arum buyar begitu saja begitu mendengar Bu Dian memanggil namanya. 

     Arum bangkit berdiri dari kursinya sebelum akhirnya menjawab, “Adwitiya Arumnika Bestari, panggil aja Arum.” 

     Satu per satu murid XII MIPA 1 memperkenalkan dirinya pada murid baru tersebut, siapa namanya? Entahlah Arum lupa dan tidak mendengar ketika sosok remaja dengan rambut hitam-kecoklatan berponi dengan celah di tengah dahi itu berbicara. Cukup terlihat tampan, tetapi Arum belum tertarik menyukai orang untuk saat ini. 

     “Nak, boleh duduk di samping Arum dulu ya,” tutur Bu Dian menunjuk kursi kosong di sebelah Arum. 

     Arum membelalakan matanya tak terima. “Bu, tapi ini tempatnya Kiara. Terus nanti Kiara duduk di mana dong?” tanya Arum dengan nada memelas. Toh masih ada kursi kosong lagi di dekat jendela kelas, kenapa ia harus bersebelahan dengan murid baru pindahan yang bahkan tidak ia ketahui namanya.

     “Cuman buat sehari ini aja kok, Rum. Kiara juga lagi sakit, besok-besok kan dia juga bisa pindah,” jawab Bu Dian enteng.

     Arum bergumam kesal dalam hati, kenapa harus duduk di sebelah anak baru itu? “Kenapa sih Bu, jelas-jelas ada tempat lain.” 

     “Gue cuman duduk di sini buat hari ini doang kok, besok pindah,” suara Laut berhasil menginterupsi Arum. Dilihatnya remaja laki-laki yang semula ada di depan kelas, sekarang ada di hadapannya. 

     Arum memutar bola matanya malas, “Terserah.” Arum memilih mengambil benda pipih berwarna hitam dari laci mejanya dan mengetikkan sesuatu untuk Kiara.

   Arum berdecak sebal ketika melihat pesan terakhir yang Kiara kirimkan, fakta tetapi tidak perlu ia ingat kembali tentang bagaimana dirinya menyukai Galen, tidak penting

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

   Arum berdecak sebal ketika melihat pesan terakhir yang Kiara kirimkan, fakta tetapi tidak perlu ia ingat kembali tentang bagaimana dirinya menyukai Galen, tidak penting. 

     Sudah tiga tahun Arum dan Kiara berteman bahkan bersahabat, Kiara tahu betul bagaimana sikap Arum saat menyukai seseorang. Setidaknya sehari lima kali, Arum harus menyebut nama orang tersebut. Menurutnya, Arum itu tipe orang yang setia. 

      Sementara itu, Laut hanya menatap bingung ke arah Arum. Ada apa dengan gadis di sebelahnya? 

Laut Kala SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang