5

134 33 1
                                    

Keduanya saling menatap dan mereka bertukar senyuman. Yang tadi bicara, kembali bicara, "jika memang tidak nyaman maka kami akan tinggal di luar. Selama kau tidak menutup pintunya."

"Kau pikir aku akan kabur? Di lantai lima?"

Pria itu menatap ke arah jendela yang aku tunjuk. Senyuman tipisnya membuat aku mengerjap. "Baiklah, kami akan menunggu."

Aku berbalik dan langsung berlari ke arah kamar. Meletakkan gelasku dengan semangat. Jika ada polisi maka akan ada perlindungan. Pria mengerikan itu tidak akan mendapatkan aku. Jadi patut aku merasa bahagia. Setidaknya aku tidak sendiri.

Setelah mengenakan pakaian kasual biasa. Celana jeans dengan kaos, aku melarikan diri kembali ke pintu. Menaruh tas selempang di bahuku dan mengangguk ke arah polisi itu.

"Tunjukkan jalannya," ucapku.

Mereka melangkah lebih dulu dan aku mengikuti mereka. Kami masuk ke lift dan tidak ada percakapan di antara kami. Aku yang ada di belakang mereka hanya menatap mereka berdua dengan resah. Apa sebenarnya yang terjadi pada Albert? Apa tersangkanya ditemukan? Apa Albert baik-baik saja?

Seharusnya pria itu baik-baik saja. Setidaknya aku yakin Anne akan menemukannya tepat waktu dan berhasil membawanya ke rumah sakit. Jeda aku melarikan diri dan Anne yang pergi mencari tidak lama sama sekali. Jadi sudah pasti Anne tidak akan melewati waktu pentingnya. Aku percaya kalau Albert saat ini pasti ada di rumah sakit. Aku akan membuat dia masuk penjara. Itu lebih baik dari pada dia mati. Anne juga. Mereka harus merasakan penjara.

Tiba di kantor polisi, polisi yang bicara denganku membukakan aku pintu. Hal yang tidak seharusnya dia lakukan. Tampaknya bukan hanya aku yang mempertanyakan sikapnya, temannya jelas menanyakan hal yang sama di dalam bola mata herannya itu.

Yang ditatap mengabaikan. Dia malah dengan bersemangat memberikan jalan padaku. Membuat aku mengangguk dan segera melangkah. Setelah masuk ke kantor polisi, aku dibawa ke lantai tiga dan di sana sudah ada Anne yang memakai kacamata hitam.

Aku memandangnya dengan aneh. Dia memakai kacamata hitam di dalam ruangan.

Polisi segera membawa aku ke ruang interogasi. Mendiamkan aku di dalam sana cukup lama sampai polisi yang datang ke rumahku masuk kemudian membawa berkas di tangannya. Dia duduk di depanku, menatap padaku dengan desahan seolah menyayangkan.

Apa yang terjadi? Kenapa atmosfernya terasa berbeda?

"Kami tadi malam mendapatkan laporan yang mengatakan kalau kau adalah orang terakhir yang melihat tuan Bell."

"Hah? Siapa tuan Bell?" apa aku salah prasangka. Mungkin kasus lain?

Pria itu menyerahkan foto ke depanku. "Tuan Bell," sebutnya memberitahu.

Aku menatap pria di foto, tidak memegang foto itu. Hanya menatap sekilas dan aku mengenalinya. "Oh, namanya tuan Bell."

"Ya. Albert Bell."

"Seharusnya bukan aku yang terakhir melihatnya."

"Hm? Bukan kau?"

Aku mengangguk percaya diri. "Ada seseorang. Kami menemukan seseorang di ruangan itu."

"Ruangan?"

Aku memundurkan kepalaku. "Ruangan di mana kau menemukan Albert. Seharusnya kau mencari CCTV nya. Ruangan itu mewah dan tampak pemiliknya cukup kaya."

"Kau mengajari kami, Nona Davidson?"

"Tidak. Tentu saja tidak. Bagaimana mungkin aku melakukannya."

"Ya. Kau memang tidak perlu melakukanya karena kami sudah melakukannya. Memeriksa CCTV dan sayangnya malam tadi sedang ada perbaikan. CCTV di semua ruangan sama sekali tidak dapat diakses."

"Kebetulan sekali?"

"Menurutmu begitu?" nada itu terdengar seolah mengatakan kalau aku sudah mengetahuinya. Apa dia bercanda? Aku bahkan baru pertama ke sana. Tapi aku tidak akan membahas apa yang menjadi pradugaku.

"Tanya saja pada Anne. Dia harusnya sudah menemukan Albert di ruangan itu. Jika dia mencari dengan benar, Albert akan dapat ditemuukan dan diobati. Bagaimana pun luka seperti itu memang fatal baginya."

"Kau memukulnya?"

"Memukul? Aku?" Aku menunjuk diri. "Aku tidak melakukannya. Aku sudah mengatakan padamu kalau ada orang lain. Ada pria lain di sana yang membuat Albert tidak jadi melakukan pemerkosaan padaku."

"Albert hendak memperkosamu?"

"Ya. Dia mengatakannya, Albert bilang dia membayar pada Anne untuk menyentuhku. Dia sampai menjual rumah demi membayar Anne. Aku sendiri tidak tahu apa-apa dan Anne mengajakku ke sana untuk merayakan ulang tahun temannya. Siapa sangka dia membawaku ke sana untuk menjualku." Aku bersedekap masih kesal menemukan kenyataan itu.

"Kau tidak memukulnya?"

"Aku tidak memukulnya!" tegasku. "Pria itu melakukannya. Dia melemparkan sesuatu yang bulat seukuran kepalan tangan pria dewasa ke arah kepala Albert. Albert jatuh mengenaskan dan bersimbah darah. Tapi saat aku pergi, aku menemukan dia masih hidup. Dia masih hidup, kan?"

Polisi terdiam.

"Dia meninggal?" tanyaku menebak. Dengan raut tidak menyenangkan itu, mudah mencari tahu apa kebenarannya. "Katakan, apa dia meninggal?"

"Ya. Baru beberapa menit yang lalu. Dokter tidak berhasil menyelamatkannya."

Aku membekap mulutku dengan kedua tangan. Merasa begitu terhantam kenyataan. Apa pria itu sungguh membunuhnya? Dan kenapa aku bisa memiliki keraguan? Dengan aura yang dimiliki pria itu, membunuh bukan sesuatu yang sulit baginya. Malah mungkin ini bukan pembunuhan pertamanya.

"Tapi masalahnya, Nona Davidson, kalau kau tidak mengatakan soal ruangan dan pria itu, Albert akan diduga bunuh diri."

"Bunuh diri?" Aku tidak percaya polisi begitu bodoh. "Dengan luka hantaman di kepalanya, harusnya itu sama sekali tidak bunuh diri. Siapa yang akan menghantam kepalanya sendiri?"

Pria itu meraih tabletnya dan menyerahkan ke depanku. Dia memutarkan rekaman padaku di mana aku dapat melihat ke arah gedung bar itu yang memang memiliki banyak lantai. Dua puluh lantai kalau tidak salah, dan di bagian atas bar itu terdapat sebuah bayangan. Harus benar-benar di perhatikan untuk tahu apa itu. Sesosok tubuh yang berdiri di sana dengan gerakan tidak karuan. Seperti dia mabuk.

Yang membuat aku terkejut adalah pria itu merentangkan tangan kemudian terjun bebas dari gedung itu seolah tidak ada beban sama sekali. Aku terkejut di tempatku. Menatap pada pria itu di depanku dengan tidak percaya.

"Dia ... bagaimana dia ...."

"Jadi, Nona Davidson, kau sungguh yakin kalau di ruangan yang kalian masuki itu ada orang lain?"

Aku menelan ludahku. Jika aku mengatakan tidak yakin lagi maka aku tidak akan dapat menemukan pembunuh Albert. Aku harus menemukannya, aku harus membantu polisi menemukannya. Bukan untuk Albert tentu saja. Kematian itu layak untuknya.

Kulakukan untuk diriku sendiri. Pria itu harus ditemukan sebelum aku yang ditemukan olehnya. Aku tidak mau mengambil resiko menjadi korban selanjutnya.

Pria itu jelas akan mengincarku karena aku satu-satunya saksi hidup.

***

Ready Ebook di playstore
Tamat di karyakarsa
Bisa beli pdf di aku

Sampai jumpa mingdep 😘

Crazy Control (SAB)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang