Aku Cinta Kau dan Dia;

90 13 0
                                    

    Suara cicitan burung membangun mata kuaci Sena yang tertidur lelap setelah acara pernikahan sang papa dan mama, untuk saat ini dia sudah serumah dengan Gala dan papanya. Kedua rumah yang kebetulan belakangan itu mereka jadikan satu, sehingga kamar Gala dan Sena cukup jauh jaraknya, tapi tidak apa toh mereka masih tetap berteriak satu sama lain.

    Gala sudah selesai bersiap dengan wajah bersinar bak mentari yang menyingsing di pagi hari, senyuman yang dari semalam tidak pernah luntur itu membuat suasana rumah semakin hangat, Mama sudah siap dengan sarapan ala American Breakfast mengingat mama adalah business woman paling attractive dengan sejuta ide cemerlang untuk mengahangatkan keluarga nya. Papa sudah siap dengan jas yang beliau sampirkan di punggung kursi, senyuman papa juga tidak mampu beliau lunturkan sejak semalam.

    Sena melihat dari anak tangga paling atas di rumahnya, menghela nafas, tentu saja dia juga sama bahagianya dengan semua orang di sini, mamanya mungkin terlalu pandai untuk menyembunyikan segala kesedihan hatinya, tapi Sena sadar jika mamanya juga menyembunyikan sesuatu, untuk saat ini Sena hanya berharap mamanya bahagia sampai nanti.

    "Sena, ayo turun mama buat sarapan kesukaan kamu, sini!!" gelegar suara mama Sena tanpa melihat anaknya berada dimana, Sena terburu turun dengan senang hati, Gala tersenyum melihat tingkah aneh dari saudaranya,

    "pagi ma, pa, gal" sapa Sena ramah,

    "pagi juga nak, ayo makan nanti telat ke sekolah loh! " ucap sang papa,

    "pagi sayang, ayo makan", ucap mama Sena, Gala hanya menganggukan kepalanya menyapa kembali kearah Sena,

    Suara notifikasi ponsel Sena terdengar, dia melirik sebentar dari lockscreennya, matanya berputar, malas, dia rasa seperti itu, dia menghela nafas sangat besar, mata awas dari sang mama memperhatikan sang anak, mama tahu betul siapa itu, tapi beliau selalu diam tidak ingin terlalu ikut campur urusan sang anak.

    Sarapan selesai dengan khidmat, meskipun ditengah tadi Sena merasa moodnya anjlok, tapi dia bisa menutupi ekspresi wajahnya yang terkesan dingin itu, Gala biasanya paham dengan kondisi Sena, tapi entah mungkin saat ini Gala hanya ingin menatap lebih lama mama Sena.

    "ma, mungkin Sena nanti pulang agak telat ya" ucap Sena hati-hati, Mama Sena memerhatikan penuh ekspresi gelisah sang putri, helaan nafas yang tertahan itu mulai sirna, mengangguk dan tersenyum sebagai pertanda jika beliau mengizinkan,

    "memang ada apa sampai Sena pulang telat? ", tanya mama, Sena menghela nafas,

    "gatau juga, ayah minta ketemuan, yaudah Sena berangkat dulu ya, pa, ma, gal" ucap Sena, papa cukup kebingungan dengan tingkah laku Sena, namun sang istri menggenggam tangannya dan memberi pertanda untuk tidak terlalu memikirkan nya.

    Hari ini Gala berangkat sedikit lebih siang karena LDKS Osis, berbeda dengan Sena, Gala cukup antusias dengan organisasi sekolah yang cukup menguras energi tersebut. Menjadikan Gala memiliki tiket dispen lebih banyak dari APBD desa.

    Di sisi lain kota tersebut, Sena bukan berangkat ke sekolah melainkan berangkat menemui sang ayah, tempat tinggal yang berbeda membuat Sena izin masuk sekolah dari sang mama. Menjadi anak broken home dengan memiliki 2 pasang orangtua cukup membuat dia harus adil dalam memperlakukan kedua orang tuanya. Sungguh, sebenarnya bukan kemauan dia untuk memiliki nasib seperti ini, tapi apapun itu Sena hanya berharap keduanya bahagia dengan pasangan masing-masing.

    2 jam lebih Sena baru saja menginjakkan kakinya di taman rumah sang ayah, dia sudah cukup lama tidak pernah mengunjungi ayahnya, cinta pertamanya, yang apakah pantas masih dianggap cinta pertama(?).

    Suara siraman air mulai masuk ke pendengaran Sena, dia mencari suara gemericik itu, ia tahu betul itu adalah suara siraman air dari sang ibunda, wanita baik hati yang entah darimana ayahnya dapatkan dan meninggalkan dirinya dengan sang mama, wanita itu memiliki paras begitu rupawan dengan warna rambut yang mulai memutih dengan garis wajah tajam yang meneduhkan. Sena tidak pernah menyalahkan wanita itu, dia begitu baik terhadap Sena, lama dengan lamunan yang entah ia lupa mulai dari mana,

;half breathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang