Raksa keluar dari dalam kamar mandi, mendapati Ghina sedang duduk mengawasinya di ruang tengah ditemani tumpukan dokumen dan segudang pekerjaan.
"Gak istirahat?" tanya Raksa pada Ghina. Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam lewat beberapa menit, jadwal manusia normal seharusnya sudah beristirahat.
"Hm," balas Ghina.
Raksa masih berdiri memerhatikan sewaktu Ghina menarik selimut yang semula tidak terlihat di ruang tengah hingga menyelimuti kaki yang terlipat di atas sofa.
"Kenapa lagi?" tanya Ghina pada Raksa yang masih berdiri di depan kamar mandi, menatap ke arahnya.
"Gak ke kamar?"
"Gak. Gue gak mau kecolongan. Bisa aja lo kabur waktu gue tidur." Ghina baru hendak tenggelam kembali dalam pekerjaannya tetapi sebelum itu, ia kembali berbicara. "Jangan coba-coba kabur karena gue bakal di sini ngawasin lo kecuali lo lebih suka jadi buronan yang diincar."
Raksa tau tidak ada gunanya berdebat dengan wanita itu. Lucu karena delapan tahun terlewati dan perempuan itu masih tetap sama seperti dulu, sama-sama keras kepala. Pada akhirnya Raksa masuk ke dalam kamar yang disediakan untuknya, membiarkan wanita itu berada di ruang tengah sementara dirinya beristirahat di dalam kamar.
***
Raksa berdecak pelan sewaktu kepala itu meringkuk ke dadanya seperti anak bayi. Waktu menunjukkan pukul satu dini hari saat tadi ia keluar dari kamar dan mendapati Ghina tertidur di sofa dengan posisi yang sangat tidak nyaman. Ia yakin kalau membiarkan perempuan itu tidur dengan postur seperti itu sepanjang malam, bisa dipastikan besok Ghina tidak akan bisa melihat ke depan karena lehernya yang salah posisi.
"Hngh..." Ghina kembali bergumam dalam tidurnya saat Raksa bergerak. Laki-laki itu membuka pintu kamar Ghina, menggendong wanita itu masuk ke dalam. Di atas kasur yang berantakan, ia berdecak sejenak sebelum meletakkan Ghina di atasnya. Terlihat jelas bahwa Ghina terlalu sibuk untuk sempat membereskan tempat tidurnya setelah digunakan.
Raksa baru saja selesai menyelimuti perempuan itu ketika Ghina menyingkirkannya lagi.
"Panas," ucap Ghina dalam tidurnya. Kebetulan pendingin dalam ruangan belum dinyalakan sehingga udara dalam kamar memang terasa menyesakkan. Raksa baru hendak menyalakan AC dalam ruangan sewaktu tangan Ghina terarah pada kancing teratas piyamanya dan membukanya.
Tatapan Raksa mau tidak mau terarah pada bagian atas tubuh wanita itu yang mengintip sedikit di baliknya, meski tidak terlihat jelas karena kondisi kamar yang gelap. Ia langsung mengalihkan pandangannya sambil terburu-buru menyalakan mesin pendingin dengan remote di tangannya. Namun gerakan Ghina yang hendak membuka kancing kedua membuat Raksa tidak lagi bisa berpura-pura tidak melihat dan langsung menahan tangan wanita itu.
Menyadari bahwa permukaan kulit wanita itu mulai mengkilat karena berkeringat, Raksa menarik satu lembar tisu yang ada di atas nakas, mengelap permukaan tengkuk yang tampak lembap dengan hati-hati, takut membangunkan wanita itu. Setelah perlahan suhu udara sudah mulai terasa nyaman, Raksa kembali menyelimuti perempuan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Loverdose
RomanceDelapan tahun berlalu semenjak perpisahan mereka, garis takdir kembali mempertemukan dua manusia yang tak sempat memulai apa-apa itu. Ghina yang menerima permintaan penting sebagai penasihat hukum untuk kasus pembunuhan, membawanya bertemu kembali d...