sebelum baca cerita ini, baca warning ceritanya ya. ada slight triggering scenes di part ini.
hope you guys enjoy this chapter and happy reading <3
Ghina baru saja membuka pintu ruangan kantornya saat sosok yang menunggu di dalam berdiri dari sofa dan berjalan ke arahnya.“Mama kenapa gak bilang kalau ke—”
Plak!
Tamparan itu melayang mengenai pipinya bahkan sebelum ia sempat mencerna situasi.
“Tau kesalahan kamu?”
Tatiana, wanita yang baru saja melepaskan amarahnya pada Ghina kembali berbicara. “Berani-beraninya kamu menghina calon tunangan kamu. Kamu tau, kakek calon tunangan kamu itu dulunya menteri hukum dan guru besar yang sangat dihormati. Keluarga mereka itu keluarga terpandang di dunia politik dan hukum. Dan bisa-bisanya kamu mengabaikan cucu bungsu mereka?”
Si anak bungsu ternyata.
“Mama mau kamu minta maaf. Bilang kalau waktu itu kamu cuman lagi terbawa emosi—”
“Ma,” Ghina menyela. “Tolong keluar.”
Dua kata itu diucapkan dengan nada teramat pelan dan tanpa emosi. Ghina bahkan tidak akan melawan apabila ia ditampar kembali. Apapun akan ia lakukan agar wanita itu segera menghilang dari pandangannya.
Tatiana membuang napasnya tidak percaya. “Sepertinya Gayatri terlalu memanjakan kamu ya.”
Melihat ibunya mengambil tas dan keluar, Ghina berjalan mengitari meja, lalu mendudukan diri di atas kursi. Rasanya melelahkan.
Bunyi ketukan pada pintu kantor menginterupsi Ghina yang sedang mengumpulkan energi. Ketika pria yang bertugas sebagai sekretarisnya itu muncul membawa tumpukan kertas, Ghina tau bahwa hari ini akan menjadi hari yang panjang.
“Ini berita acara pemeriksaan kasus Pak Pradian yang ibu minta.” Sena yang bertugas sebagai sekretarisnya itu berucap menjelaskan.
“Jangan taruh di meja saya, di situ saja,” balas Ghina menunjuk ke arah meja rendah yang biasa ia gunakan untuk menerima tamu.
Seolah belum selesai, Sena menyerahkan sebuah amplop putih kepadanya. “Ini surat dari kejaksaan.”
Ghina menerima surat itu dan membukanya langsung. Kemudian dengan cepat melipat kembali setelah selesai membaca.
“Ada lagi?” tanyanya begitu menyadari bahwa Sena masih belum beranjak pergi.
“Ada yang mau bertemu dengan Ibu.”
“Kalau wartawan, langsung tolak saja seperti biasa. Kalau calon klien, bilang saya lagi gak menerima klien baru,” potong Ghina.
“Katanya kenalan Ibu.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Loverdose
RomanceDelapan tahun berlalu semenjak perpisahan mereka, garis takdir kembali mempertemukan dua manusia yang tak sempat memulai apa-apa itu. Ghina yang menerima permintaan penting sebagai penasihat hukum untuk kasus pembunuhan, membawanya bertemu kembali d...