Pekikan tim hore bukan main menggaungnya untuk membuat para jagoannya tetap percaya diri sebagai raja lapangan disaat-saat sang bola yang menjadi bagian dari penentu permainan masih saja mampu terselamatkan dan terus berlanjut melambung-lambung apik melalui berbagai strategi penyerangan yang mulai tampak imbang antar kedua tim.
Dengan nomor punggung 15 itu Alna tak kalah lincah bermain semulut-mulutnya, "PAS! MINGGIR-MINGGIR!"
"SABUN! ODOL! SIKAT! WOOO!!!" Akhirnya pertahanan tim lawan porak-poranda jua berkat improvisasi serangan kurang stabil yang ternyata masih bisa berevolusi menjadi muslihat cantik dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.
Betapa bangganya Alna menegakkan kepala di tengah lapangan sana. Selebrasinya menjadi lebih kocak sendiri karena keberhasilan mengejutkan yang satu itu terhitung campur tangan tampolan jitunya yang memang kebetulan telah bernyawa di detik-detik terakhir. Bayangkan, kapan lagi tampil modal pas-pasan bisa dapat momen memukau? Lebih-lebih dalam rangka lawatan persahabatan berkedok ekstrakurikuler bersama pula kejadiannya dengan sekolah tetangga.
Selain itu, belakangan Alna sudah cukup banyak mendapatkan dorongan untuk bisa lebih mandiri, jadi untuk merayakan keberuntungan kecilnya inipun, Alna merasa tak ada yang harus ia perhauskan. Dahaganya dapat ia hilangkan sendiri sesuka hati. Tak masalah walau untuk sekedar sebuah kebetulan sekalipun. Sekolah hidup serta harum oleh mereka yang tidak meragu berdebut. Euforianya tetaplah amat terasa untuk Alna yang memang cenderung aktif ala kadarnya.
"Kalem. Kalem. Kalem." Alna kembali bersiap pada posisi begitu tosser dari tim lawan membawa bola untuk melakukan servis selanjutnya. Permainan volleyball putri itu mulai menyentuh detik-detik memanas dengan selisih skor yang juga kian menipis. Alna sempat membenarkan tali sepatunya terlebih dahulu sambil tak lepas memantau seseorang diujung sana yang sudah bersiap menantikan bunyi peluit di mulut wasit.
"Kak! Senyum dulu dong, Kak! Ah, yang lagi puber butuh yang manis-manis nih katanya!" celetuk Alna. Hanya sekadar menjembatani para blasteran jiwa buaya di pinggir lapangan unjuk diri kegirangan, memudarkan tekukan kedua alis yang digoda menjadi tersipu. Alna cukup tau reaksi itu tidak selalu berarti berbanding lurus dengan harapan para pemburunya. Hanya tingkat keefektifannya untuk sekadar mengelabui itu tidaklah main-main memang. Tinggal kebal-kebalnya hati saja satu udara dengan spesies demikian.
Untuk Alna yang mudah membaur, banting-membanting jenaka tidaklah sulit. Grasak-grusuk begitupun cara pandang Alna terhadap banyak hal selama ini, mampu mengantarkan dirinya pada posisi yang sangat diterima baik nyaris di segala kondisi oleh kebanyakan orang. Bagaimana tidak, saat seperti apapun suasana hatinya, tingkah ajaibnya tetap ada saja. Tak habis-habis energinya. Ia benar-benar definisi orang yang tak kenal serakah perihal dunianya yang sedemikian cerah.
Alna menarik salah satu sudut bibir mendapati pesona Abu justru lebih memikat para tamu putri itu alih-alih para arjuna yang sudah habis-habisan melesatkan panah asmaranya. Abu sama sekali tidak ada di tempat padahal selama masa tanding bola voli putra-putri serentak dilangsungkan. Ia sibuk dengan dunia perfutsalannya ditempat lain, di lapang lama belakang gedung sekolah, sebrang jalan. Muncul-muncul eksistensinya sontak langsung mengalahkan property photo booth di depan meja piket dekat gerbang sana dia.
Dari kejauhan, Alna menikmati pemandangan tersebut sambil mengistirahatkan diri usai benar-benar ditumbalkan dengan bermain lebih lama dari pemain inti andalan SMAN 1 Cilangka sesungguhnya. Soal reactions orang, dengan Deda, Eshal, Ribet, dan Rustam segala yang termuntahkan menjadi terasa menggelitik semua. Apalagi orangnya adalah seorang Abu. Kesuperioran anak itu bisa mengguncang hebat jajaran penyeimbang ekosistem seperti Alna kalau keinferiorannya tidak dimanfaatkan dengan sebaik mungkin.
Melompati berbagai obrolan, Ribet dan Rustam tak lama teralihkan perhatiannya oleh sapaan tamu-tamu anak voli putra. Berbeda dengan Alna, Deda, dan Eshal yang memilih untuk berburu kulineran di belakang sekolah dulu sebelum pulang. Sekalian nonton yang masih latih tanding futsal.
YOU ARE READING
Di S5
Teen FictionDuduk bersama dan membicarakan banyak hal. Menyantap bekal makan siang pada jam istirahat dengan persatuan lauk pauk yang beragam dalam satu perkumpulan melingkar. Lelucon demi lelucon menyenangkan, lengkap dengan segala penyokong yang berkilauan. S...