623 96 5
                                    

Angin malam berhembus melewati tubuhnya, cukup dingin untuk udara di musim gugur ini tetapi tidak berhasil membuat M/N menggigil karenanya. Membuka pintu unit apartemennya, ia masuk kedalam membuka alas kaki dan memakai sendal khusus di dalam rumah.

Dirinya melangkah menuju kamar tubuhnya terlalu lelah dengan perjalanan panjang dari usahanya melarikan diri, tetapi sayang matanya tidak kunjung tertutup hingga akhirnya ia bangkit dan mengambil obat tidur yang biasa di konsumsinya memakannya tanpa meminum air, M/N membaringkan kembali tubuhnya di atas kasur.

Perlahan tapi pasti rasa kantuk mulai menyerang, kelopak matanya pun menutup pelan menjemput mimpi indah yang di harap datang.

.
.
.


Pagi itu Umemiya memulai aktivitasnya dengan menyiram sayuran yang di tanamnya di halaman belakang rumah. Pikirannya melayang pada sosok yang baru di temuinya kemarin. Semenjak argumentasi yang berakhir dengan tidak baik, Umemiya dibuat tidak tenang.

Ingin pergi mendatangi apartemen M/N tapi takut jika pemuda itu semakin marah, tetapi diam begini malah membuatnya semakin uring-uringan karena pikirannya yang tidak karuan.

Menghela nafas pelan, dirinya kembali masuk kedalam rumah sederhana peninggalan orang tuanya, ia harus ke sekolah sekarang untuk mengawasi kegiatan di sana. Yah resiko jadi pemimpin geng.

Oh, apa aku belum mengatakannya?

Umemiya meskipun sifatnya saat bertemu dengan M/N terlihat tidak benar dia itu sebenarnya adalah pemimpin atau ketua dari sebuah geng bernama Bofuurin. Geng yang menjaga dan memasang papan peringatan di pintu masuk kota.

Dia adalah orang yang menjadi cikal bakal kenapa Bofuurin begitu di hargai oleh penduduk setempat. Banyak orang yang menyukai dan menghormatinya. Umemiya itu di balik sikap nyelenehnya dia merupakan sosok yang berwibawa. Dia pun akan menjadi orang yang sangat menyeramkan jika marah, karena itu salah satu temannya yang bernama Hiiragi sangat menghindari hal tersebut.

Sosok yang di cintai dan di hormati banyak orang di usianya yang bisa di bilang sangat muda, orang-orang mengenalnya sebagai pendiri Bofuurin yang sekarang sekaligus yang terkuat dalam geng.

Namun sayang sekali sepertinya hal itu malah tidak berlaku bagi M/N yang malah selalu memojokkan Umemiya habis-habisan. Mengatai pemuda itu dengan serangkaian kalimat pedas yang menusuk. Dan terakhir, berhasil membuat seorang Umemiya Hajime uring-uringan karena merasa bersalah setelah adu debat kemarin.

Selamat M/N kau berhak mendapatkan penghargaan sebagai satu-satunya orang yang berhasil membuat sang pemimpin Bofuurin seperti itu.

Dan disinilah akhirnya Umemiya berdiri di gerbang masuk apartemen si surai hitam dengan menenteng keresek berisikan makanan yang ia bawa tadi dari Cafe Kotoha. Ia sudah membulatkan tekadnya untuk membereskan masalah kemarin karena Umemiya tidak mau kepikiran lagi saat sampai di sekolah nanti.

Menghela nafas sebelum akhirnya kaki jenjang itu dengan tegas penuh keyakinan melangkah menuju unit apartemen M/N yang ada di lantai dua, menatap lamat pintu bercat putih itu sebelum akhirnya mengetuknya meskipun dengan sedikit keraguan.

Ketukan pertama, pintu tidak di buka, bahkan ia tidak mendengar tanda kehidupan dari dalam sana. Lalu ketukan kedua pun ia lakukan, menunggu beberapa saat pintu pun tetap tidak terbuka. Hingga akhirnya ketika ketiga rasa khawatir mulai merayap di hatinya takut jika terjadi sesuatu di dalam sana.

Apa dia lupa bagaimana cara membuka kunci pintu? Batin Umemiya nyeleneh.

Yang benar saja Umemiya, M/N itu bukan anak berusia lima tahun yang tidak bisa membuka kunci pintu tanpa bantuan orang tua.

Saat dirinya ingin kembali mengetuk pintu di buka menampilkan raut sebal habis bangun tidur dari si pemilik unit apartemen, "ini masih pagi dan kau sudah datang untuk menganggu ku?!" Decaknya.

Umemiya menggaruk tengkuk kepalanya yang tidak gatal merasa bersalah, apalagi saat mendengar suara M/N yang khas sekali bangun tidur. Terkekeh canggung, "maaf."

M/N mendecak, "cepat katakan, ada perlu apa kau datang kesini?"

"Ah itu- ini..." Umemiya menyodorkan bungkusan makanan itu pada M/N yang hanya menatapnya dalam diam, "... Kau belum sarapan kan?"

"Apa peduli mu hingga kau repot-repot membawa itu kemari dan menganggu acara tidur ku?" Tanyanya menatap tajam pada Umemiya.

Si surai putih menghela nafasnya, ia harus menyetok kesabaran lebih untuk berhadapan dengan M/N yang kelewat ketus, "kau ini, aku sudah berbaik hati membawakan sarapan untuk mu, setidaknya hargai."

"Dan aku tidak pernah meminta mu untuk melakukannya."

"M/N, jika kau tidak menghargai orang lain maka kau pun tidak akan di hargai oleh orang lain. Jadi aku meminta pada mu untuk bersikap lebih baik lagi, kau tengah ada di lingkungan baru karena itu biasakan untuk beradaptasi dengan baik dengan orang-orang di sekitar mu."

"Sejak awal aku memang tidak pernah di hargai, jadi aku tidak memerlukannya. Kehadiran ku saja di anggap sebuah bencana besar oleh keluarga ku, memang apalagi yang aku harapkan dari kalian orang luar?!"

Setelah mengatakan itu M/N tanpa menunggu apapun langsung menutup keras pintu dan menguncinya, "pergilah! Aku tidak memerlukan simpati dari mu."

Mata Umemiya yang tadinya melebar menatap sendu pada pintu putih itu beralih pada bungkusan makanan yang dibawanya, ia memilih untuk menggantungkannya pada handle pintu, "aku menaruhnya di handle, makanlah sebelum kau beraktifitas, M/N. Tubuhmu memerlukan asupan untuk tetap sehat. Hidup yang keras, kau harus bisa bertahan dengan baik. Jadi, jika kau memerlukan seseorang untuk bercerita atau pun bersandar, maka datanglah padaku. Aku akan menjadi pendengar yang baik untuk cerita mu."

Setelah mengatakan itu Umemiya pergi dari sana dengan helaan nafas keras yang ia keluarkan, sepertinya ia sudah bisa sedikitnya menebak apa yang terjadi dalam hidup pemuda manis itu hingga tanpa sadar membuatnya iba.

Apa boleh Umemiya katakan seperti itu? Terdengar kejam memang, hanya saja melihat ia yang seperti sudah tidak bisa mempercayai orang-orang di sekitarnya lagi membuat dirinya terdorong untuk membantu. Setidaknya Umemiya ingin memperlihatkan bahwa tidak semua orang seperti mereka yang ditemuinya.

Sedang M/N yang masih mendekap di dalam apartemen pun ikut menghembuskan nafasnya keras, menatap lurus pada pintu kaca yang tertutup gorden menghalangi cahaya matahari untuk masuk lebih dalam.

"Jangan memberikan kebaikan hanya karena kau merasa kasihan padaku, Umemiya. Karena jujur aku tidak membutuhkannya."





















***

Chapter kali ini sedikit karena saya sedang berusaha mencari idenya. Tenang saja, benang merahnya sudah ketemu, tetapi saya tengah memikirkan untuk membawa alurnya kemana.

Hayoo, dari kalian apakah sudah ada yang bisa menebak alasan mas M/N terus-menerus menolak kehadiran Umemiya ga?

Atau apasih yang membuat M/N itu segitunya banget sama orang-orang luar dan keluarganya?

Bisa tebak?
Kalau bisa saya kasih hadiah deh,
Hadiahnya saya bakalan hiatus buat dua minggu ke depan haha.

Ah benar, saya juga ada niatan buat revisi cerita sebelah. Mau di rapihin gitu, kalau alur mungkin ga bakalan di senggol.

Jadi jika up yang ini lama ya itu jawabannya. So sowry ya ges ya...

Jaa, matta ne~

Loneliness (Umemiya Hajime x M. Reader)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang