Umemiya menurunkan tubuh yang sedari tadi bergerak acak itu di atas sofa, rambutnya terlihat berantakan akibat dari tarikan M/N yang sakit bukan main hingga membuat kepalanya berdenyut. Menahan pergelangan tangan kecil kala sosok manis itu berniat untuk kabur kemudian menariknya hingga M/N di buat kembali duduk bersidekap dengan mata melirik tajam kearahnya.
"Dasar orang gila." Rutuk M/N masih tidak terima kesucian pantatnya ternodai oleh si putih.
Tidak menghiraukan ucapan itu, Umemiya lantas bangkit menuju menatap M/N dari atas sembari menyugar rambutnya kebelakang, "tunggu di sini. Aku akan siapkan makan malam." Katanya yang kemudian berlalu.
Melihat kesempatan emas M/N lantas bangkit untuk kabur lagi tetapi belum sampai langkahnya pada pintu utama suara Umemiya yang berasal dari dapur kembali terdengar, "kau tidak akan bisa keluar, kunci pintunya ada pada ku."
Sontak si manis berdecih kesal, dengan langkah yang di hentakan ia pun menghampiri Umemiya, "oi, berikan kuncinya."
Ucapan itu di anggap angin lalu semata, Umemiya memilih untuk fokus dalam acara memasaknya dan tidak memperdulikan M/N yang sudah cemberut sembari menempelkan pipinya pada kusen pintu dengan tatapan menghunus tajam, "Umemiya, jangan sampai aku juga menghancurkan pintu rumah mu." Ancam M/N yang mulai jengah.
"Coba saja. Tubuh kurus itu tidak akan bisa menghancurkannya, justru kau yang akan terpental nanti."
"Body shaming."
Umemiya terus fokus memasak membiarkan mulut M/N berceloteh ini dan itu mengenai betapa menyebalkan dirinya. Jujur saja entah mengapa Umemiya malah senang mendengarnya, meskipun yang dikatakan adalah hal buruk mengenai dirinya tetapi suara halus dengan racauan itu menggemaskan untuk terus di dengar. Ada rasa candu tersendiri, apalagi bibir yang mengerucut layaknya bebek dengan alis menukik tajam itu. Sebuah ekspresi yang pertama kali Umemiya lihat.
Setelah beberapa saat, ia menata makanan yang sudah siap di atas meja makan kemudian membuka apron putih yang dipakainya dan membasuh tangannya, "duduklah. Kau belum makan seharian ini kan?"
Tatapan itu terus terarah tajam, "tidak mau. Kau pasti memasukan racun didalamnya."
"Mana ada." Bantah Umemiya cepat.
"Tapi tadi aku melihat kau menaburkan sesuatu dari alat berbentuk tongkat sihir."
"Itu garam."
"Bohong."
Kali ini Umemiya lah yang berdecak, M/N berhasil kembali membuat kesabarannya yang setebal baja itu terkikis. Ia yang sudah duduk di kursi makan pun bangkit mengambil tongkat yang di maksud kemudian menarik tangan M/N menaburkan bubuk yang si manis maksud ke atas telapak tangan yang nampak halus itu.
"Cobalah!"
"Tidak mau. Ini racun kan? Kau menaburkannya sembarangan, bagaimana jika aku gatal-gatal nanti?"
Saat tangan itu bergerak mengibas agar bubuk putih halus itu menghilang, Umemiya menghentikannya dan tanpa di duga menjilat bubuk itu menimbulkan sensasi hangat menggelikan bagi M/N yang dihasilkan antara pertemuan kulit tangannya dengan benda lunak tanpa tulang milik Umemiya.
"Lihat, aku tidak apa-apa. Ini artinya bubuk itu bukan racun."
Pipi itu mulai berubah merah, M/N menggigit bibir bawahnya dengan pandangan tidak percaya menatap pada Umemiya. Tangan yang tadi di jilat terlihat lembab akibat air liur si putih, tapi M/N dengan tega menampar pipi Umemiya dengan tangan itu hingga menimbulkan suara renyah yang menandakan seberapa keras ia memukulnya.
"Umemiya gila! Apa yang kau lakukan?!" Pekikan M/N menggema disusul oleh tubuhnya yang meringsut mundur kembali bersembunyi di balik pintu dengan tatapan menghunus tajam.
Si surai putih kembali ke kursi makan setelah menaruh tongkat berisikan garam tadi di tempatnya, "aku hanya membuktikan kecurigaan mu itu." Sahutnya tenang.
"Tapi tidak perlu sampai menjilat tangan ku bodoh!"
Manik biru itu terlihat dingin membuat M/N berjengit di tempatnya, "makan atau aku akan menyuapi mu ..." Umemiya yang sudah mulai kesal pun memotong perdebatan mereka dengan kejamnya.
".... Menggunakan ini." Tunjuknya pada lidah yang sengaja ia keluarkan.
M/N melotot mengambil sebuah vas bunga yang entah ia dapat dari mana, pemuda itu melemparnya pada Umemiya yang dengan sigap menangkap benda mati itu, "oi, itu berbahaya!"
"Mulut mu itu yang berbahaya!" Sahutan sebal keluar dari mulut si manis dengan alis menekuk waspada, ia terlihat seperti kucing yang akan di guyur oleh air sekarang.
Senyuman miring Umemiya sematkan di bibirnya mengundang rasa ngeri yang membuat M/N merinding saat melihat itu, "kenapa? Kau mau coba?"
Pertanyaan dengan nada yang seduktif, tubuhnya ia condong kan dengan satu tangan menumpu pada meja, "aku cukup mahir."
Tanpa memikirkan apapun lagi M/N berbalik dan lari menuju pintu utama berusaha membukanya meskipun ia tahu bahwa pintu terkunci. Tangannya bergerak dengan cepat menaik turunkan gagang pintu, ia tidak mau diam di rumah itu lebih lama lagi setelah melihat bagaimana gila dan mesumnya Umemiya tadi.
Terlalu fokus dengan rasa paniknya, M/N bahkan tidak menyadari bahwa di surai putih sudah berdiri di belakangnya dan mengukungnya. Pergerakannya yang tiba-tiba membuat si manis membeku di tempat dan menahan nafas apalagi kala tahu jika Umemiya pun terdiam dengan hawa tidak mengenakan yang menguar dari sekitarnya.
Horor banget, sumpah! Kayak orang kerasukan. Mana suara langkah kakinya tadi tidak terdengar, M/N kan semakin di buat ketar ketir.
Kepala yang awalnya menunduk itu seketika terangkat lengkap dengan senyuman mengundang kengerian bagi M/N, "kau tidak akan bisa pergi, M/N."
Setelah mengatakan itu Umemiya kembali mengangkat tubuh M/N di bahunya membiarkan punggung menjadi sasaran pukulan si manis. Ia membawa M/N ke ruang makan mendudukannya paksa di atas kursi saat tubuh itu memberontak tidak terima.
"Bodoh! Aku tidak mau lepaskan aku! Dasar mesum gila!" M/N terus menerus memukul tubuh Umemiya. Mengingat ia yang bukan seorang petarung seperti orang di hadapannya ini, M/N jadinya hanya mendaratkan pukulan dengan serampangan.
Tubuhnya yang memang sudah lemas pun pada dasarnya tidak pernah berolahraga membuat pukulan itu tidak terasa apapun bagi Umemiya hingga ia bisa dengan mudah menangkap kedua tangan itu dan menahannya, "diam dan makan! Atau aku akan benar-benar menyuapi mu dengan menggunakan bibir ku!"
"TIDAK MAU!!!"
***
Hai Reader's!
Saya balik lagi!Anjir, Umemiya semakin ugal-ugalan dong. Pelan-pelan pak sopir kasian itu anaknya masih polos.
Fyi saja nih ya,
Saya itu niatnya tidak akan memasukan unsur 21+ di book ini mengingat mereka (para tokoh) masih muda, meskipun di negara sana hal itu legal tapi jangan menormalisasi hal tersebut ya guys!Tidak boleh!
Kali ini kita main aman saja, oke?!Jaa, matta ne~
KAMU SEDANG MEMBACA
Loneliness (Umemiya Hajime x M. Reader)
CasualeMenurut Umemiya, dia itu sosok yang dingin. Dia juga cuek. Setiap perkataan yang di lontarkannya selalu saja menusuk. Tatapannya yang tajam membuat orang-orang tidak mau sedikit pun untuk mendekat. Padahal jikalau tersenyum, dia terlihat begitu mena...