Angin sore berhembus masuk dari arah pintu balkon yang terbuka, cahaya dari matahari yang mulai meredup menandakan bahwa hari mulai berganti malam. Umemiya masih mempertahan posisinya dengan bersimpuh, kepalanya menunduk menatap pada tangan berbalut perban milik M/N.
"Apa yang kau katakan mungkin benar. Tetapi meski begitu, aku tetap tidak akan membiarkan mu sendirian M/N."
Pergelangan tangan itu di usapnya dengan mata birunya yang menyayu menatap lurus pada M/N tanpa keraguan sedikit pun. Hanya pancaran keyakinan kuat yang terlihat, tetapi meskipun begitu tidak berhasil membuat M/N bergeming sedikit pun.
Tatapan manik malam itu masih sama datarnya. M/N di buat tidak habis pikir dengan jalan pikiran Umemiya yang menurutnya naif itu. Disaat mereka baru saja berkenalan kemarin bagaimana bisa pemuda bersurai putih itu sangat peduli padanya? Rasanya cukup aneh, karena jujur sejak dulu tidak pernah ada seorang pun yang sepeduli itu padanya.
"Kenapa- ah tidak, mungkin seharusnya aku menanyakan hal lain padamu. Apa yang kau inginkan dari ku hingga kau berbuat seperti ini? Memang apa yang akan kau dapatkan dengan melakukannya? Apa sebuah popularitas? Aku ingat bahwa kau suka sekali bermain sebagai pahlawan, bukankah begitu?"
Ucapan yang dilontarkan terdengar begitu sarkas, dengan sudut bibir yang naik menyeringai kini terlihat meremehkan Umemiya. Tangannya yang tadi di genggam oleh si surai putih ia tarik, "jangan libatkan diri ku dalam permainan kekanakan mu itu Umemiya."
Umemiya yang mendengar hal itu hanya terdiam sebelum akhirnya menghela nafas berat melampiaskan rasa lelah sekaligus frustasinya dari pembicaraan mereka. Orang di depannya itu benar-benar keras kepala, harus berapa kali sebenarnya Umemiya menegaskan niat baiknya dalam membantu hingga M/N mengerti?
"Bagaimana jika aku melakukan hal ini karena aku menyukai mu? Apa kau akan membiarkan ku untuk mendekat? Apa kau akan membiarkan ku untuk mengurusmu? Apa kau juga akan bersandar dan bercerita pada ku?"
Tatapan dalam dengan tubuh yang bergerak mendekat hingga hembusan nafas dari pemuda itu bisa M/N rasakan tepat di depan wajahnya membuat ia menahan nafas dengan wajah terkejut dan mata yang membelalak.
"Kau gila?!"
M/N menyaut dengan nada bergetar , secara spontan tangan putih itu langsung mendorong wajah Umemiya menjauh dengan kasar membuat pemuda malang itu memekik. Tatapan serius dari si surai putih berhasil membuat M/N gugup bukan main sekarang.
"Argh! Apa yang kau lakukan?!" Pekik Umemiya saat wajahnya terdorong kasar hingga membuat tubuhnya terjungkal dengan satu tangan menahan agar tidak terjerembab.
"Aku yang seharusnya mengatakan itu dasar Umemiya bodoh!" Pekik M/N.
Wajahnya ia tutup dengan sebelah tangan saat rasa panas menghampiri pipinya berusaha untuk tidak bertatapan langsung dengan si surai putih dengan mengalihkan pandangannya pada objek lain.
Umemiya sebagai korban kembali melihat pada M/N, saat dirinya hendak bangkit untuk mendekat kaki M/N melayang menahan dadanya namun Umemiya tidak kehabisan akal dan menarik kaki putih yang ramping itu hingga membuat tubuh M/N sedikit merosot dari sofa.
Kedua tangannya mengukung tubuh yang lebih kecil dimana manik kelam itu masih tidak mau menatapnya. Tangan ramping itu menahan dadanya yang ingin semakin mendekatkan diri, Umemiya dapat melihat semburat merah tipis yang tergambar di pipi pemuda manis di bawahnya ini.
"Apa kau merasa malu sekarang? Pipi mu merah sekali." Godanya dengan tangan membelai pelipis menyingkirkan helai anak rambut yang menghalanginya melihat secara sempurna wajah rupawan itu.
M/N dibuat merinding bukan main hingga ia menyikut dagu Umemiya kembali membuat pemuda putih itu kesakitan, "aku sudah bilang menjauh bodoh!"
Menggeram Umemiya menatap sebal pada M/N sembari memegang dagunya yang terasa nyeri, "kau itu bisa tidak sih lembut sedikit?!"
"Lembut pada orang seperti mu? Mustahil!" Sahut M/N.
Umemiya mendelik, lalu bangkit dari posisinya, "intinya aku sudah mengatakan apa yang ingin aku katakan pada mu, sekarang terserah padamu mu akan menerimanya atau tidak. Tetapi yang perlu kau ingat bahwa aku bukanlah orang yang akan menyerah segampang itu hanya karena sebuah penolakan kecil."
M/N tertegun kala mendengarnya, ia tidak tahu apa yang harus ia katakan sekarang hingga mulutnya hanya bisa diam sekarang dengan pandangan kosong menatap pada lantai berlapiskan karpet ruang tv, sedang tangan meremas pergelangan tangannya yang terluka.
"Ngomong-ngomong, apa kau mau menginap di rumah ku?" Ujar Umemiya. Tubuh itu sedikit tersentak saat Umemiya menarik tangan M/N agar tidak terus menekan lukanya, "pintunya rusak, karena sudah malam aku tidak bisa membenarkannya sekarang, Aku juga tidak bisa membiarkan kau sendiri disini."
Kelopak mata itu mengerjap beberapa kali, "tidak perlu. Aku akan tetap disini."
"Kalau begitu aku juga akan disini."
Tatapan tidak terima M/N layangkan pada Umemiya yang kini terlihat ikut mendudukan tubuhnya di sampingnya, "kenapa?"
"Aku sudah bilang jika aku tidak bisa membiarkan mu disini sendirian." Jawab Umemiya yang malah terlihat menyandar nyaman dengan mata tertutup.
"Tidak bisa. Aku tidak menerima tamu, apalagi itu dirimu. Pergilah sekarang!"
"Aku tidak mau. Setelah melihat mu melakukan hal berbahaya seperti itu memang kau pikir aku akan membiarkannya terjadi lagi?"
"Harusnya begitu."
"Kau gila?"
"Iya. Kenapa? Kau baru sadar?"
Umemiya mengacak rambutnya kasar dengan perdebatan tiada akhir itu. Melihat M/N yang begitu kokoh pada pendiriannya, lantas ia mendekat membuat tubuh itu mundur perlahan dengan waspada, "kalau begitu hanya perlu membawa mu secara paksa dari sini."
"Ap- Bajingan!"
M/N memekik saat Umemiya mengangkat tubuhnya di bahu lebar pemuda itu tanpa persetujuan kemudian berjalan keluar dari apartemen. Ia yang terkejut tentu saja memberontak memukul punggung Umemiya yang terasa keras berkali-kali.
Merasakan pemberontakan 'kecil' dari pemuda manis itu lantas Umemiya tanpa tahu malu memukul bokong M/N hingga si manis terdiam karena kembali di buat terkejut, "diam atau aku akan menjatuhkan mu!" Ancamnya.
Mengeratkan rahangnya, M/N tidak terima di permainkan seperti ini oleh si surai putih, tangannya langsung menarik kasar rambut Umemiya yang membuat si empu meringis sakit, "argh! Lepaskan!"
"Kalau begitu turunkan aku!"
"Tidak akan! Sial-" Umemiya kembali mendesis saat jambakan di rambutnya semakin terasa kuat.
Tidak terima dengan hal itu Umemiya kembali memukul bokong M/N dan nampaknya itu berhasil. Lihat saja kini si manis terdiam cengo dengan otak yang memproses kejadian itu, kembali memukul bongkahan yang terasa kenyal itu sekali lagi hingga akhirnya tempelengan mendarat di kepalanya.
"Mesum sialan!"
Sedang beberapa warga yang memang masih beraktifitas memperhatikan tingkah kedua pemuda itu dengan menahan tawa diam-diam merasa terhibur dan tidak ada niatan untuk mengintrupsi sedikit pun.
Mereka bahkan seolah tengah menutup mata dan telinga saat mendengar teriakan M/N yang meminta bantuan apalagi mereka bisa melihat bahwa Umemiya memberikan kode untuk tetap diam di tempat.
"Jika kau memberontak lagi, kali ini aku akan memukul bokong mu itu dengan lebih keras."
"Umemiya bajingan!"
***
Hai guys!
Karena kehidupan saya kembali ke tahap normal dimana saya harus menjalani kembali peran sebagai seorang pelajar setelah libur panjang, jadi mungkin saya tidak akan sering up.Karena itu mohon pengertiannya ya sayang ku~
Jaa, matta ne!
KAMU SEDANG MEMBACA
Loneliness (Umemiya Hajime x M. Reader)
De TodoMenurut Umemiya, dia itu sosok yang dingin. Dia juga cuek. Setiap perkataan yang di lontarkannya selalu saja menusuk. Tatapannya yang tajam membuat orang-orang tidak mau sedikit pun untuk mendekat. Padahal jikalau tersenyum, dia terlihat begitu mena...